- Source: Bahasa Tionghoa Kuno
Bahasa Tionghoa Kuno (Hanzi tradisional: 上古漢語; Hanzi sederhana: 上古汉语; Pinyin: shànggǔ hànyǔ), atau Bahasa Tionghoa Arkais, merujuk kepada bahasa Tionghoa yang dipertuturkan dari masa Dinasti Shang (berakhir pada sekitar tahun 1045 SM menurut penelitian terkini), sampai ke masa Dinasti Han pertama (206 SM sampai 9 M). Ada beberapa sub-periode yang berbeda dalam waktu lama ini. Istilah ini yang beroposisi dengan bahasa Tionghoa Pertengahan dan bahasa Tionghoa Modern, biasanya dipakai dalam bidang fonologi sejarah bahasa Tionghoa, yang mencoba merekonstruksi pengucapan bahasa Tionghoa Kuno.
Karena bahasa Tionghoa Kuno merupakan bahasa yang dipertuturkan oleh bangsa Tionghoa ketika karya-karya sastra seperti Si Shu ditulis dan merupakan bahasa resmi kekaisaran Dinasti Qin yang dipersatukan dan Dinasti Han yang berlanjut lama, maka bahasa Tionghoa Kuno dilestarikan selama 2.000 tahun sebagai bahasa Tionghoa Klasik, sejenis gaya penulisan bahasa Tionghoa yang mencoba meniru tata bahasa dan kosakata bahasa Tionghoa Kuno seperti tertulis di karya-karya sastra di atas ini.
Bahasa Tionghoa Klasik digunakan selama 2.000 tahun sebagai bahasa resmi tidak hanya di Tiongkok saja, tetapi juga di Korea, Jepang, dan Vietnam. Walau begitu banyak terdapatkan variasi pula dalam bahasa ini, terutama berdasarkan fakta kapan dan di mana karya sastra tertentu ditulis. Lalu bahasa Tionghoa Klasik yang ditulis agak mutakhir ini dan juga yang ditulis di luar Tiongkok kemungkinan besar agak sulit dimengerti oleh orang-orang yang hidup pada masa Kong Hu Cu.
Fonologi
Karena bahasa Tionghoa ditulis menggunakan karakter logografis, bukan huruf, maka tidaklah mudah bagi orang Tionghoa untuk mengamati bahwa bunyi-bunyi bahasa ini telah berubah. Kisah cerita rekonstruksi bahasa Tionghoa Kuno bermula dengan resitasi Shijing, khazanah sajak tertua dan termulia di Tiongkok. Beberapa generasi sastrawan Tiongkok terheran-heran bahwa banyak bait-bait Shijing tidaklah berima secara halus. Mereka tidak mengerti bahwa bunyi-bunyi bahasa Tionghoa telah lama bergeser. Ilmuwan seperti Zhu Xi mengusulkan bahwa orang-orang kuno ini memiliki cara tersendiri untuk meresitasikan sajak: mereka akan mengubah pembacaan sebuah karakter secara sementara supaya sesuai dengan kaidah rima metrum. Resitasi semacam ini disebut xieyin (叶音 harafiah "harmonisasi bunyi").
Jiao Hong (焦竑) dan Chen Di (陈第/陳第) dari Dinasti Ming merupakan yang pertama yang secara koheren menyatakan bahwa bait-bait Shijing ini tidak berima karena bunyinya telah bergeser. Rekonstruksi bahasa Tionghoa Kuno dimulai ketika Gu Yanwu (顾炎武/顧炎武) dari Dinasti Qing membagi bunyi-bunyi bahasa Tionghoa Kuno menjadi 10 kelompok suku kata (韵部 yunbu). Ilmuwan Qing lain mengikuti langkap Gu dan memperhalus pembagian ini. Ilmuwan bahasa Tionghoa yang berasal dari Swedia, Bernhard Karlgren, merupakan yang pertama yang bisa merekonstruksi bahasa Tionghoa Kuno dengan huruf Latin (bukan IPA).
Bunyi bahasa Tionghoa Kuno sulit untuk direkonstruksi, karena sistem penulisan bahasa Tionghoa yang tidak berdasarkan pengucapan seperti sebuah alfabet. Para ilmuwan yang mencoba merekonstruksi fonologi bahasa Tionghoa Kuno harus menggunakan bukti tidak langsung. Mereka terutama mempelajari teks-teks berima dari masa pra-Qin, terutama Shijing, dan petunjuk dari fakta bahwa karakter-karakter yang memiliki komponen fonetis yang sama (形聲), dahulu adalah homofon atau hampir-homofon ketika karakter-karakter ini diciptakan.
Walau begitu masih banyak pertentangan mengenai fonologi bahasa Tionghoa Kuno. Dewasa ini para pakar telah setuju bahwa bahasa Tionghoa Kuno memiliki gugusan konsonan seperti *kl- dan *gl-, yang tidak ada pada dialek-dialek modern. Namun, isyu-isyu di bawah ini masih diperdebatkan:
bahwa bahasa Tionghoa Kuno memiliki konsonan yang difaringalisasikan atau ciri khas aneh/langka lainnya
bahwa bahasa Tionghoa Kuno tidak monosilabis (ekasukukata).
bahwa bahasa Tionghoa Kuno Awal bukan sebuah bahasa bernada. Nada-nada dalam bahasa Tionghoa Pertengahan berkembang dari konsonan-konsonan Tionghoa Kuno yang telah bergeser bunyinya atau bahkan hilang.
Kosakata
Pendapat tradisional ialah bahwa bahasa Tionghoa merupakan bahasa analitis tanpa infleksi atau tasrifan. Namun semenjak studi pelopor Henri Maspero, telah ada beberapa ilmuwan yang secara serius mempelajari morfologi bahasa Tionghoa Kuno. Sagart (1999) memberikan ringkasan dari usaha-usaha ini.
Tata bahasa
Tatabahasa Tionghoa Kuno tidaklah sama dengan tatabahasa Tionghoa Klasik. Banyak kebiasaan yang ditemukan pada bahasa Tionghoa Klasik, tidak ada pada bahasa Tionghoa Kuno. Sebagai contoh, kata 其 (qí) bisa dipakai sebagai kata ganti pronomina ketiga (ia) dalam bahasa Tionghoa Klasik, tetapi tidak dalam bahasa Tionghoa Kuno di mana kata ini hanya digunakan sebagai adjektiva posesif atau kata ganti kepemilikan ketiga (-nya).
Dalam bahasa Tionghoa Kuno tidak ada kopula, kopula 是 (shì) di bahasa Tionghoa Pertengahan dan Modern adalah sebuah kata tunjuk dalam bahasa Tionghoa Kuno ("ini", yang sama dengan 這 (zhè) dalam bahasa Tionghoa Modern).
Lihat pula
Daftar bahasa menurut catatan tertulis pertama
Catatan penjelas
Referensi
= Catatan kaki
== Daftar pustaka
=Pranala luar
(Inggris) Odds on the Odes Diarsipkan 2011-05-19 di Wayback Machine., resensi buku Baxter A Handbook of Old Chinese phonology oleh Wolfgang Behr
(Inggris) Perkenalan kepada Fonologi Historis Bahasa Tionghoa, Guillaume Jacques
Kata Kunci Pencarian:
- Bahasa Tionghoa
- Bahasa Tionghoa Kuno
- Bahasa Jawa Kuno
- Bahasa Melayu Kuno
- Bahasa Yunani Kuno
- Rekonstruksi bahasa Tionghoa Kuno
- Bahasa Inggris Kuno
- Varietas bahasa Tionghoa
- Bahasa Tionghoa Han Timur
- Orang Tionghoa-Indonesia
- Kue