- Source: Centralindo Panca Sakti
PT Centralindo Panca Sakti (disingkat CPS) merupakan sebuah perusahan telekomunikasi yang berbasis di Jakarta, Indonesia yang menyediakan, memberi jasa serta membangun berbagai sarana komunikasi. Perusahaan ini dimiliki oleh Napan Group, dan didirikan pada 27 Februari 1985. Awalnya, perusahaan ini hanya menjadi penyuplai dari produk telekomunikasi untuk kepentingan beberapa pihak seperti Perumtel dan ABRI, namun seiring waktu meluaskan operasinya ke berbagai bidang, terutama jasa.
Terdapat beragam bisnis dari perusahaan ini (pada awalnya), yang meliputi:
Pengelolaan telepon umum kartu (TUK), sebesar 12.000 sambungan pada 2001, menjadikannya operator terbesar.
Pengelolaan kerjasama operasional (KSO) jaringan telepon untuk wilayah Sumatera Barat yaitu di Bukittinggi, Payakumbuh, Padang Panjang dan Solok sejak 2004. Kerjasama ini akhirnya dihentikan setelah pada 2007 dibeli oleh Telkom.
Membangun jaringan serat optik untuk Telkom di beberapa wilayah, seperti Jawa Barat.
Membangun sarana FWA untuk Flexi.
Jasa call center, internet, integrasi sistem, operasional telepon kabel (di Surabaya sejak 1992), perawatan kabel tembaga LAN, dan lain-lain.
Jasa penyeranta (pager) dengan merek Metrotel, dengan anak usahanya yang bernama PT Selarasindo Mulia yang didirikan pada 1996. Bisnis ini bertahan hingga 2002. Kemudian, PT Selarasindo menjadi perusahaan yang menangani jasa televoting, free call dan premium call.
Pembangunan sistem CDMA di Bangka Belitung lewat anak usaha PT Hamparan Persada.
Menjadi salah satu operator jaringan komunikasi seluler berbasis AMPS di Indonesia sejak 2 Juli 1991 (operator pertama, dengan masa kontrak 7 tahun). Proyek ini awalnya dimaksudkan untuk telepon mobil di kota-kota seperti Jakarta dan Surabaya (walaupun akhirnya hanya di Surabaya saja) bekerjasama dengan Industri Telekomunikasi Indonesia dan Telkom dalam bentuk bagi hasil. Selanjutnya, proyek ini dilanjutkan ke Semarang-Yogyakarta-Solo dan Surabaya-Malang dengan kapasitas total 9.500 pengguna. Perangkat yang ditawarkan berasal dari Motorola dan NEC. Belakangan, bisnis pengoperasian jaringan AMPS PT CPS dialihkan ke perusahaan afiliasinya, PT Centralindo Pancasakti Cellular (CPSC).
Selain itu, PT CPS juga pernah diberikan konsesi untuk mengelola hutan tanaman industri pada tahun 1991, dan mulai beroperasi pada 30 Juni 1992. Izin ini berlaku sampai 2004 ketika dicabut pemerintah.
PT CPS dimiliki oleh Napan Group (Nawa Panduta, dimiliki oleh Henry Pribadi). Sebelumnya, PT CPS juga dimiliki keluarga Djatikusumo dan keluarga Atmaja yang mengendalikannya bersama-sama dengan keluarga Pribadi. Sempat dikabarkan bahwa 40% saham mayoritas perusahaan ini akan dijual ke perusahaan milik Henry lain (bersama Eddy Kusnadi Sariaatmadja), Econ International Ltd pada 1997. Saat ini, bukti dari kepemilikan keluarga Pribadi di perusahaan ini adalah adanya nama keluarga Henry Pribadi, yaitu Andry Pribadi dan Wilson Pribadi di perusahaan ini, yang keduanya memegang jabatan juga di perusahaan lain milik Napan Group seperti PT Argha Karya Prima Industry Tbk. Kini perusahaan ini tetap menjalankan bisnis telekomunikasinya, dengan beberapa kantor cabang di berbagai daerah. Perusahaan ini juga menjadi perusahaan induk dari sejumlah perusahaan seperti:
PT Total Info Kharisma (NetStar)
PT Solusi Sistem Integrasi
Penyedia jasa internet, dengan merek Blitz dan Central
Dan penyediaan jasa komunikasi lainnya.
Centralindo Pancasakti Cellular
Adapun perusahaan ini masih memiliki kaitan dengan PT Centralindo Panca Sakti (CPS), dan didirikan awalnya sebagai perusahaan yang menerima pengalihan operasional AMPS dari PT CPS. PT Centralindo Pancasakti Cellular (CPSC) kemudian mentransformasikan kerjasama bagi hasil eks-CPS dengan Telkom menjadi perusahaan patungan keduanya (Telkom-CPSC) bernama PT Metro Selular Nusantara (Metrosel), dengan pengoperasian jaringan AMPS-nya digabungkan dalam operasi Metrosel yang mulai beroperasi pada akhir 1995. Saham CPSC di perusahaan ini berubah-ubah, dari awalnya sebesar 51,20%, lalu menjadi 36,7% pada 1996.
Pada tahun 2001, terjadi perubahan kepemilikan dimana 37% sahamnya beralih ke Bhakti Investama, setelah Bhakti membeli obligasi PT CPSC di Chase Manhattan Bank. Kemudian, saham Bhakti meningkat menjadi 100% dengan menggelontorkan dana US$ 35 juta/Rp 259 miliar.
Setelah akuisisi itu, Bhakti Investama dan anak usahanya Bimantara Citra melakukan beberapa perubahan, terutama pada struktur pemegang saham di anak usaha PT CPSC, Metrosel. Pada 21 Maret 2003, salah satu pemegang saham lain di Metrosel, Asialink sepakat mengonversi sahamnya sebesar 35% di Metrosel menjadi 14,6% kepemilikannya di anak perusahaan Bhakti (lewat Bimantara) lain, PT Mobile-8 Telecom pada 21 Maret 2003. Lalu, pada RUPSLB pada 14 Mei 2003, pemilik saham Metrosel, yaitu CPSC (sebagai pemegang saham utama) dan PT Dwimarga (ditambah Asialink sebelumnya) sepakat untuk menyerahkan 76,3% kepemilikan sahamnya di Metrosel kepada Mobile-8 dengan ganti kepemilikan saham minoritas di Mobile-8.
Selanjutnya pada 8 Agustus 2003, PT CPSC dan Telkom sepakat melakukan pertukaran saham: Telkom menjual 20,17% sahamnya di Metrosel, 14,20% saham Komselindo dan 100% saham Telesera ke PT CPSC dengan biaya Rp 185,10 miliar, dan sebagai gantinya, PT CPSC menyerahkan saham PT Indonusa Telemedia (penyelenggara televisi berlangganan TelkomVision) sebesar 35% dan memberi hak untuk membeli 16,85% sahamnya di Pasifik Satelit Nusantara pada Telkom (kemungkinan, saham PT CPSC di PSN dan Indonusa merupakan pengalihan dari saham perusahaan lain milik Bhakti/Bimantara). Total keseluruhan transaksi tersebut bernilai Rp 364,8 miliar. Dengan transaksi itu, Bhakti/Bimantara lewat PT CPSC (dan juga Mobile-8) bisa menguasai saham mayoritas Telesera, Komselindo dan Metrosel, yang merupakan operator seluler AMPS. Kemudian, seluruh saham PT CPSC di tiga perusahaan tersebut dilepas kepada Mobile-8 Telecom sehingga 100% saham Metrosel, Komselindo dan Telesera menjadi milik Mobile-8. Sebagai ganti dari penyerahan saham itu, PT CPSC memiliki 5% saham di Mobile-8 Telecom (hingga 2005).
Setelah transaksi tersebut, PT CPSC muncul lagi di pemberitaan ketika pada Juni 2003, Bimantara Citra memutuskan menjual 25% sahamnya di Metro TV kepada PT CPSC. Selain menjual sahamnya, piutang Rp 80 miliar Bimantara juga dijual ke Metro TV. Penjualan ini didasarkan oleh Metro TV yang tidak mendapatkan keuntungan dan terus merugi. Dalam penjualan tersebut, pemegang saham mayoritas Metro TV, Surya Paloh menyatakan bahwa ia berada di balik PT CPSC. Kurang jelas apa arti dari pernyataan Paloh tersebut, mengingat tidak pernah ada catatan pengalihan saham PT CPSC kepada Surya Paloh. Yang pasti, kemudian PT CPSC tidak lagi terlihat memegang saham Metro TV.
Pada tahun 2004-2005, kemudian Bhakti (lewat anak usahanya yang lain, PT Agis Tbk.) memutuskan untuk melepaskan sahamnya di PT CPSC kepada perusahaan lain lewat beberapa skema obligasi, kepada perusahaan lain bernama Gallantry Ltd., yang kurang jelas siapa pemiliknya. Lalu, pada 4 Maret 2005, saham PT CPSC di Mobile-8 Telecom (sebesar 4,6%) dialihkan kepada pemegang saham utamanya, Bimantara Citra. Setelah tahun 2007, nama PT CPSC menghilang dari laporan Bimantara dan pada tahun itu juga sisa saham yang tersisa di Mobile-8 resmi dilepaskan. Sejak saat itu, kiprah perusahaan yang tercatat berkantor di Chase Plaza Lt. 5, Jalan Jend. Sudirman Jakarta ini, tidak diketahui dengan jelas.
Lihat pula
Elektrindo Nusantara
Telekomindo Primabhakti
Referensi
Kata Kunci Pencarian:
- Centralindo Panca Sakti
- Napan Group
- Telekomindo Primabhakti
- Telekomunikasi seluler di Indonesia
- Penyeranta
- Elektrindo Nusantara
- Advanced Mobile Phone System
- Metrosel
- Jaringan Teknologi Komunikasi