- Source: Dampak pandemi Covid-19 terhadap tenaga kesehatan
Pandemi COVID-19 telah memengaruhi tenaga kesehatan secara fisik dan psikologi. Tenaga kesehatan lebih rentan terjangkit COVID-19 daripada masyarakat umum karena lebih sering berkontak dengan orang yang terjangkit. Tenaga kesehatan diharuskan bekerja dalam keadaan stres tanpa alat pelindung diri yang tepat dan membuat keputusan sulit yang melibatkan implikasi etis. Sistem kesehatan dan sosial di seluruh dunia sedang berjuang untuk mengatasi masalah ini. Keadaan ini sangat menantang dalam konteks negara yang rapuh lagi berpenghasilan rendah, ketika sistem kesehatan dan sosial sudah lemah. Layanan untuk memberikan perawatan kesehatan seksual dan perkembangbiakan berisiko diabaikan, yang akan menyebabkan kematian dan morbiditas ibu yang lebih tinggi.
Risiko jangkitan
Organisasi Kesehatan Dunia melaporkan bahwa satu dari sepuluh tenaga kesehatan terjangkit koronavirus di beberapa negara. Pada Maret 2020, 9% dari kasus positif COVID-19 di Italia adalah tenaga kesehatan. Pada Mei 2020, Dewan Perawat Internasional melaporkan bahwa sedikitnya 90 ribu tenaga kesehatan terjangkit dan lebih dari 260 perawat meninggal semasa pandemi COVID-19. Pada Maret 2020, satu dari empat dokter di Inggris menderita COVID-19, diisolasi karena COVID-19, atau merawat anggota keluarga yang menderita COVID-19.
Pemerintah Inggris mengumumkan bahwa tenaga kesehatan profesional yang bersara akan dikeluarkan dari masa bersara untuk membantu semasa krisis COVID-19. Hal ini menimbulkan kekhawatiran bahwa mereka dapat berisiko lebih tinggi terjangkit COVID-19 yang parah.
= Kekurangan alat pelindung diri
=Kekurangan alat pelindung diri telah dilaporkan di beberapa negara. Di Tiongkok, pelatihan tenaga kesehatan yang tidak memadai, kekurangan alat pelindung diri, kurangnya pemahaman akan penggunaan alat pelindung diri, dan panduan alat pelindung diri yang membingungkan telah mengakibatkan jangkitan dan kematian di antara tenaga kesehatan. Di Amerika Serikat, banyak rumah sakit melaporkan kekurangan alat pelindung diri bagi pegawai rumah sakit. Seiring lonjakan kasus COVID-19, Amerika Serikat diperkirakan akan membutuhkan lebih banyak masker bedah daripada yang dimiliki saat ini. Di Indonesia, beberapa tenaga kesehatan bahkan memilih menggunakan kembali alat pelindung diri walaupun sebenarnya bersifat sekali pakai karena kekurangan alat pelindung diri. Karenanya, beberapa pihak mencoba mengembangkan peralatan untuk mengatasi kelangkaan alat pelindung diri, misalnya perangkat disinfeksi dan alat pelindung diri yang bisa digunakan berulang kali.
Kekurangan alat pelindung diri telah menjadikan banyak tenaga kesehatan berisiko terjangkit COVID-19. Tenaga kesehatan telah menciptakan penyelesaian yang tak biasa untuk menutupi kekurangan alat pelindung diri dengan menggunakan sumber daya yang mereka miliki. Mereka telah menggunakan kantung plastik sebagai pakaian dan potongan botol air mata bagi pelindung mata.
Kekurangan alat pelindung diri bahkan berdampak sangat buruk bagi rumah sakit di negara-negara berpenghasilan rendah. Barang-barang seperti alat pelindung diri selalu menjadi barang yang ditakuti di negara-negara berpenghasilan rendah. UICEF melaporkan bahwa organisasi mereka hanya mampu memperoleh sepersepuluh dari 240 juta masker yang diminta negara-negara tersebut.
= Kematian
=Kematian dokter dan perawat akibat COVID-19 telah dilaporkan di beberapa negara. Pada Mei 2020, sedikitnya 260 perawat telah meninggal karena COVID-19. Pada Maret 2020, sedikitnya 50 dokter dilaporkan meninggal di Italia karena COVID-19. Jumlah kematian dokter di Italia terus bertambah. Pada April 2020, diperkirakan jumlah dokter yang meninggal sekitar 119 dokter dan sekitar 34 perawat.
Pada 8 Agustus 2020, Persatuan Medis India mengumumkan bahwa 198 dokter meninggal di India karena COVID-19. Pada 15 November 2020, Ikatan Dokter Indonesia menyatakan 159 dokter di Indonesia meninggal karena COVID-19.
Dampak psikologi
Kajian dari Singapura menampilkan bahwa tenaga kesehatan yang merawat kasus COVID-19 dilaporkan mengalami kecemasan, depresi, dan stres. Meningkatnya tuntutan pekerjaan terhadap tenaaga kesehatan bertentangan dengan urusan mereka terhadap keluarga dan kawan yang menyebabkan tekanan psikologis. Tenaga kesehatan dilaporkan merasa cemas karena harus mengasingkan diri, terlibat dalam karantina, atau jatuh sakit. Bagi tenaga kerja, keadaan dikarantina erat kaitannya dengan meminimalkan kontak langsung dengan pesakit dan tidak melapor untuk bekerja.
Tenaga kesehatan seperti perawat, dokter, dan karyawan medis lainnya yang bekerja di ujung tombak di Tiongkok mengalami gejala kecemasan, depresi, dan susah tidur. Spesifiknya, sekitar 46,04% mengalami kecemasan, 44,37% mengalami depresi, dan 28,75% mengalami insomnia.
Tenaga kesehatan berisiko mengalami trauma atau gangguan terkait stres lainnya karena ketakutan jatuh sakit dan tidak mengetahui apa yang akan terjadi di masa depan. Stres pascatrauma umum terjadi di antara tenaga kesehatan, dengan perawat menunjukkan kecenderungan yang lebih tinggi bagi memicu atau mengalami kecemasan dibanding lainnya di bidang medis.
Seorang perawat asal Italia bunuh diri setelah mengalami trauma saat mencoba menyelamatkan nyawa orang yang terjangkit COVID-19.
Di Meksiko, tenaga kesehatan profeional juga dilaporkan mengalami tingkat kecemasan yang tinggi karena ketakutan menjadi kasus tanpa gejala yang berpotensi menyebabkan penyebaran penyakit tanpa disadari di antara pasien dan keluarga mereka.
= Kekerasan terhadap tenaga kerja
=Tenaga kesehatan telah menjadi kejahatan dengan kekerasan seperti penyerangan. Rumah sakit dan pemerintah telah mengambil tindakan yang lebih ketat untuk memastikan keamanan staf mereka; namun, banyak petugas kesehatan masih menghadapi risiko cedera fisik yang signifikan.
Karena COVID-19, tenaga kesehatan telah mengalami lebih dari 600 kejadian negatif yang ditujukan kepada mereka dalam berbagai bentuk. Di Pakistan, dokter diserang oleh anggota keluarga dari kasus yang meninggal akibat COVID-19. Warga sebuah komunitas di Bangladesh memaksa seorang dokter yang terjangkit koronavirus beserta keluarganya meninggalkan rumahnya dan daerah sekitarnya dengan cara melempar batu bata ke rumahnya.
Sumber
Artikel ini mengandung teks dari karya konten bebas. Licensed under CC BY-SA 3.0 IGO License statement: Explainer: How COVID-19 impacts women and girls, UN Women. Untuk mengetahui cara menambahkan teks berlisensi terbuka ke artikel Wikipedia, baca Wikipedia:Menambahkan teks berlisensi terbuka ke Wikipedia. Untuk informasi tentang mendaur ulang teks dari Wikipedia, baca ketentuan penggunaan.
Rujukan
Pranala luar
Resource Center to Support Health and Well-being of Clinicians during COVID-19
CDC Information for Healthcare Professionals about COVID-19
Kata Kunci Pencarian:
- Covid-19
- Pandemi Covid-19
- Pandemi Covid-19 di Indonesia
- Dampak pandemi Covid-19 terhadap tenaga kesehatan
- Dampak pandemi Covid-19 terhadap pendidikan
- Dampak pandemi Covid-19 terhadap jurnalistik
- Pandemi Covid-19 menurut negara
- Dampak pandemi Covid-19 terhadap pariwisata
- Dampak pandemi Covid-19 terhadap ibadah haji
- Kesehatan mental selama pandemi Covid-19