- Source: Fujiwara no Teika
Fujiwara Sadaie, lebih dikenal sebagai Teika, atau Fujiwara Teika, (lahir 1162, Jepang — meninggal 26 September 1241, Kyōto), adalah salah satu penyair hebat seusianya dan ahli teori dan kritikus puisi paling berpengaruh di Jepang hingga zaman modern. Ia juga merupakan satu dari empat penyair Jepang terbesar.
Ia dianggap paling menguasai Waka yang merupakan bentuk puisi kuno yan terdiri dari lima baris dengan total 31 suku kata.
Teika mempunyai hubungan baik secara intelektual dengan Kaisar Gotoba, yang menugaskannya dan beberapa orang lainnya, untuk menyusun Shinkokinshû pada 1202.
Fujiwara no Teika juga menghabiskan sebagian waktunya membuat salinan berbagai manuskrip klasik Jepang seperti Hikayat Ise, Kokinshu, dan Hikayat Genji.
Biografi
= Kehidupan Awal dan Keluarga
=Ia adalah anak dari penyair terkenal Fujiwara no Shunzei , terutama sebagai juri kompetisi puisi. Dia juga telah menyusun antologi Imperial ketujuh waka (Senzaishū). Kakek Teika juga adalah seorang penyair terhormat yang bernama Fujiwara no Toshitada.
Salah satu dari dua putranya, Fujiwara no Tameie (1198-1275) dikenang sebagai pewaris yang tidak tertarik akan warisannya. Di masa mudanya ia lebih tertarik kepada kemari (sepak bola tradisional Jepang) daripada puisi.
Keturunan Tameie terpecah menjadi tiga cabang yaitu cabang Nijo konservatif, cabang Kyōgoku dan cabang Reizei. Ketiga cabang tersebut didirikan oleh anak-anaknya. Nijo konservatif oleh putra sulung Tameie, Tameuji no Teika (1222-1286) sedangkan cabang tengah Kyōgoku didirikan oleh Fujiwara no Tamenori (1226-1279). Sementara itu, cabang Reizei didirikan oleh putra Tameie yang lebih muda, Fujiwara no Tamesuke (lahir tahun 1263). Fujiwara no Tamasuke adalah anak dari Tameie dan selirnya Nun Abutsu (wafat sekitar tahun 1283). Pada akhirnya Kyōgoku bergabung dengan Reizei yang lebih liberal.
Teika meninggal pada tahun 1241, di Kyoto, dan dimakamkan di kuil Buddha yang disebut Shokokuji.
= Karier
=Teika mempunyai ambisi untuk memperkuat posisi ayahnya di dunia puisi. Ia juga berambisi untuk meningkatkan reputasinya. Dengan demikian ia juga akan meningkatkan reputasi politik klannya di lingkungan kekaisaran. Hidupnya dipenuhi oleh penyakit dan pergantian nasib yang drastis. Kedua hal tersebut dipengaruhi oleh keberadaan ayahnya, Shunzei, hidup sampai usia 90 tahun. Hubungannya dengan kaisar muda yang cenderung puitis, Kaisar Go-Toba, terbukti berpengaruh pada beberapa keberhasilan terbesar Teika.
Go-Toba dan Teika pertama kali bertemu pada kontes puisi yang diadakan kaisar Go-Toba yang telah pensiun. Kontes ini diadakan pada tahun kedua era Shoji. Kaisar yang telah pensiun sering kali menjadi lebih berpengaruh. Hal ini dikarenakan mereka dibebaskan dari upacara dan politik yang sangat membatasi mereka. Go-Toba menyalurkan energinya setelah pensiun untuk mendukung puisi, terutama waka. Kaisar Gotoba juga dikenal sebagai penyair yang hebat.
Tindakan resmi pertamanya yang berhubungan dengan puisi adalah mengumumkan bahwa ia akan mengadakan dua kontes puisi. Masing-masing diikuti oleh sejumlah penyair terkemuka yang menyusun sekitar 100 waka, yang dikenal sebagai genre hyakushu dari sekuens puisi. Kontes pertamanya dianggap jembatan untuk membangun hubungan politik yang krusial. Apabila penyair yang mengikuti kontes ini tampil menonjol akan maka dia dan kerabatnya akan mendapat banyak manfaat.
Teika bekerja selama lebih dari dua minggu untuk menyelesaikan sekuens puisi lengkapnya. Sekretaris Go-Toba, Minamoto Ienaga, menyimpan buku harian yang secara eulogis berkaitan dengan kegiatan Go-Toba yang berhubungan dengan puisi. Dari catatan tersebut diketahui bahwa itu adalah puisi urutan seratus oleh Teika. Lebih khusus lagi, puisi nomor 93 ini membuat Teika mendapatkan ijin spesial untuk diterima di istana mantan Kaisar yang sangat penting untuk patronasinya di masa depan.
Berikut ini adalah puisi no 93 yang ditulis oleh Teika:
Antologi kekaisaran adalah koleksi waka superior yang disusun oleh perintah kekaisaran. Koleksi-koleksi ini adalah mekanisme untuk menampilkan kekuatan budaya, dan ini tentu saja dapat digunakan untuk menegaskan kekuatan politik.
Teika dan Go-Toba memiliki hubungan yang akrab dan produktif. Teika membantu penyusunan antologi puisi kekaisaran kedelapan dari puisi waka, berjudul Shin-kokin-wakash sekitar 1205. Teika mendapat kehormatan untuk membantu menyusun antologi ini dan mendapatkan kesempatan untuk memasukkan 46 puisinya. Pada Shinkokinshu secara pribadi diawasi oleh Kaisar Gotoba. Walaupun pada umumnya seorang kaisar tidak banyak terlibat dalam proses penyusunan tersebut.
Pada 1232, dia ditunjuk oleh kaisar Go-Horikawa untuk menyusun antologi kekaisaran kesembilan, Shin chokusenshu. Teika adalah orang pertama yang pernah menjadi penyusun dua antologi kekaisaran. Shinkokinshu Ini terdiri dari dua puluh volume dengan total 1.376 puisi.
Pada tahun-tahun berikutnya, Go-Toba tidak hanya mempermasalahkan kepribadian Teika, tetapi juga puisinya. Ia mengeluhkan gaya yang lebih bebas yang digunakan Teika yang "tidak memperhatikan topik puisi". Mungkin faktor lain adalah politik. Pada 1209 Teika dipilih sebagai guru puisi untuk shogun baru dan muda, Minamoto no Sanetomo. Keshogunan adalah saingan dan otoritas yang lebih tinggi dari kaisar dan lingkungan kekaisaran.
Pencapaian
Hyakunin Isshu adalah antologi puisi klasik yang berisi 100 syair dari 100 penyair Jepang. Walaupun dulunya terdapat sejumlah "Hyakunin Isshu" yang lain, Hyakunin Isshu sekarang umumnya merujuk kepada Ogura Hyakunin Isshu yang disusun oleh Teika. Hyakunin Isshu-nya kemudian dianggap sebagai buku teori waka di mana semua jenis waka yang ideal dan semua teknik disusun.
Perselisihan tentang gaya tertentu menjadi kelompok konservatif atau liberal yang membagi keturunannya menjadi sejumlah sekolah / klan yang bertikai seperti Reizei, Kyōgoku, dan Nijō.
Teika juga diingat, seperti ayahnya, sebagai seorang inovator. Encyclopedia Britannica mengatakan:
Teika menggunakan bahasa tradisional dengan cara-cara baru yang mengejutkan, menunjukkan bahwa aturan dari "diksi lama, perlakuan baru" [kotoba furuku, kokoro atarashi] yang diwarisi dari Shunzei dapat mengakomodasi inovasi dan eksperimentasi serta memastikan pelestarian bahasa dan gaya klasik masa lalu.
Puisi-puisnya dianggap luar biasa anggun dan menggambarkan keidealisan Teika. Teika banyak mengubah keyakinan pribadinya pada umur 40-an. Hal ini terjadi setelah kematian Shunzei. Ia kemudian menyederhanakan komposisi gaya yoen, salah satu dari sepuluh gaya ortodoks yang didefinisikan dan dipertahankan Teika dalam pembelaan kritik puitisnya. Pergeseran gaya dari yoen ke ushin ini dimaksudkan untuk mencapai semacam makoto, atau integritas.
Referensi
Kata Kunci Pencarian:
- Fujiwara no Teika
- Nijō Tameyo
- Sastra Jepang
- Kaisar Go-Toba
- Hyakunin Isshu
- One Hundred Aspects of the Moon
- Murasaki Shikibu
- Yūki Kaji
- Tōdai-ji
- Fujiwara no Teika
- Ogura Hyakunin Isshu
- Fujiwara no Shunzei
- Honkadori
- Fujiwara clan
- List of Japanese poetry anthologies
- Japanese poetry
- Kakinomoto no Hitomaro
- Heian period
- Teika (disambiguation)