- Source: Gideon Momongan
Gideon PHP Momongan atau yang biasa dikenal dengan nama Dion Momongan adalah pria kelahiran Jakarta, tepatnya di Rumah Sakit St. Carolus, pada 29 Oktober. Terlahir dengan nama lengkapnya, Gideon Palmaleter Hamonangan Pietojoputra Momongan. Anak kedua dari 2 bersaudara, putra dari pasangan H. Abdul Malik Hein Momongan dan Margaretha Emma Karepouwan.
Mempunyai sepasang putra dan putri dari pernikahannya terdahulu. Denzel Joshua Palmaleter Raditra Momongan, yang lahir pada 17 Februari 1998. Serta Raisa Richelle Virza Momongan, lahir di Jakarta pada 6 April 2006. Kemudian menikah dengan Tyas Amalia Yahya pada hari Sabtu, 5 Agustus 2017 di Jakarta.
Pendidikannya dimulai dari Sekolah Dasar, YMCA/IMKA di Jalan Mendut, Jakarta Pusat. Dilanjutkan dengan SMPK V PSKD, Kebayoran Baru. Lulus dari Sekolah Menengah Tingkat Atas, SMA Sunda Kelapa di Jakarta Pusat.
Karier Jurnalistik dan Showbiz (Era 1980-an)
Begitu menamatkan SMA, langsung terbuka jalan menjadi wartawan. Saat itu menjelang pertengahan 1980-an. Saat masuk menjadi reporter musik, khususnya jazz, di majalah musik dan film Vista adalah menjadi langkah pembuka. Sedari awal, sudah jadi terbiasa, menulis sambil memotret.
Lebih suka menyebut berbakat alam, otodidak. Karena tak pernah sempat mengenyam studi serius untuk penulisan atau sekolah kewartawanan dan fotografi karena ketiadaan biaya saat itu. Sehingga belajar, sadar atau tidak, dari banyak membaca. Juga karena pergaulan.
Dari kali pertama menjalani dunia jurnalistik, menikmati betul menulis dan memotret. Saling melengkapi. Dan ternyata, di kemudian hari, diketahuinya bahwa tak banyak penulis, yang menulis dengan baik dan tulisannya bisa dinikmati orang lain. Yang sekaligus juga merangkap menjadi pemotret. Apalagi pemotret profesional.
Di 1986, dengan ikut menangani Stars Show Band, band total disco pertama di Indonesia. Bersama Ataka Enterprise. Band tersebut melakukan pementasan di clubs di Jakarta dan Bandung. Berisikan antara lain Titi DJ, Dewa Budjana, Cendi Luntungan, Roedyanto, Angkie Bp, Grace Violetta, Oas Simanjuntak, Tigor Panjaitan, Helmie Sungkar. Belakangan ikut bergabung juga, Sophia Latjuba. Pada tahun yang sama, menjadi koordinator tim penyelenggara pada acara Pesta Perak 25tahun, PT.Pembangunan Jaya, yang digelar di kawasan perumahan Bintaro Jaya. Yang adalah acara panggung musik, bazaar, aneka lomba dan pameran. Dalam acara sepanjang seminggu tersebut, tampil Krakatau, Emerald, Canizzaro, Tiqazza, Seedz Band dan lainnya. Pada 1987, setelah Vista berubah kepemilikan, lalu berubah konsepnya, maka lanjut menjadi pekerja lepas. Tetap menulis, sekaligus memotret soal musik saja. Sebelumnya, memulai pengalaman juga di bidang showbiz. Sekaligus show production.
Menjadi Wartawan dan Fotografer (Era 1990-an)
Belajar sesaat soal sinematografi, sampai 1989. Namun sebenarnya fokusnya tetap di fotografi. Lalu akhir 1989, gabung dalam majalah wanita Pertiwi. Menjadi fotografer, yang belakangan menulis khususnya tentang musik dan budaya. Pertiwi, berhenti pada tahun 1992. Terus menulis, kembali menjadi pekerja lepas. Di majalah wanita dinamis, Pertiwi, banyak memotret untuk mode/fashion, art-potraiture lalu food dan interior-eksterior.
Pada waktu itulah, makin berkembang wawasan dan pengetahuannya tentang fotografi. Termasuk penulisan artikel. Dan mulai dimantapkan juga langkah kakinya, sebagai wartawan tulis dan fotografer. Saat bekerja di majalah wanita Pertiwi, terutama untuk dunia musik dan seni pertunjukkan.
Kemudian karier fotografi juga kian berkembang, lantaran pergaulannya saat bekerja di majalah Pertiwi. Mulai terbuka jalan menjadi fotografer profesional. Antara lain memotret untuk iklan, seperti berbagai produk dari bank, restoran, maskapai penerbangan nasional dan consumer-goods termasuk department stores. Selain itu, memotret pula untuk kebutuhan cover kaset. Salah satu karya foto untuk cover kasetnya yang pertama adalah album Lihat Saja Nanti dari Sophia Latjuba, dirilis 1989. Juga memotret pariwisata, pernah mengerjakan permintaan sebuah travel agent internasional yang berkantor pusat di Paris. Foto-foto pariwisatanya juga banyak dipakai untuk menghiasi kalender-kalender, pada sekitar awal 1990.
Pergaulan di musik terus dijalani, bahkan terus berkembang. Tak hanya di kalangan jazz, tapi juga rock dan musik lainnya. Menulis, mengamati dan mengkritisi musik tetap terus dijalani. Jadinya memang, baik menulis (untuk media massa) dan memotret, dijalankan secara paralel. Saling mendukung. Sementara pengalaman di bidang show production atau event organizer, masih terus juga berjalan. Antara lain, termasuk sesekali mendapat kesempatan “magang” di event-event besar musik.
Karier Jurnalistik dan Show Production (Era 2000-an)
Jelang tahun 2000, masuk menjadi fotografer di majalah musik NewsMusik. Di majalah itu, hingga “berakhir” di 2003, menjadi Redaktur Foto dan sekaligus Redaktur Senior. Dalam NewsMusik, bergabung dengan Bens Leo, Nini Sunny dan SK. Martha.
Setelah NewsMusik, lalu membangun label rekaman independen, indiejazzINDONESIA. Antara lain ikut memproduksi, menyebarluaskan dan mempromosikan album rekaman seperti Rhyo-J, Rhythm of Jakarta, dirilis 2005. Diikuti kemudian Talking to You – Soegeng Sarjadi plays Denny Chasmala’. Kemudian di 2007 merilis sebuah album jazzy Ramadhan – Sound of Belief, berbentuk repackage dari album sebelumnya yang beredar tahun 2004. Termasuk album Yaiyo – Sujiwo Tedjo, debut album Sherly’O. Lalu album dari Canzo dan kemudian Totong Wicaksono, dan lain-lain.
Dalam hal produksi rekaman-rekaman jazz independen tersebut, kerapkali bekerjasama dengan musisi, produser, music director, Bintang Indrianto. Beberapa produksi terakhir dari indiejazzINDONESIA bekerjasama dengan Bintang Indrianto adalah album terakhir mendiang Soegeng Sarjadi serta album dari kelompok Bianglala Voices. Karena situasi dan kondisi dunia perekaman menurun drastis, banyak label-label rekaman satu demi satu terpaksa mengakhiri kegiatannya, termasuk indiejazzINDONESIA.
Pada dekade 2000-an juga kian banyak menulis untuk press release berbagai album rekaman, selain menjadi moderator pada banyak launching album rekaman. Tetap juga sesekali memotret untuk cover kaset (waktu itu juga sudah ada format CD).
Sementara pengalaman di bidang show production atau event organizer, termasuk di dalamnya adalah stage atau show management, diteruskan dengan berbagai event musik. Macam-macam musik, terutama rock dan jazz.
Di awal 2000-an itu, membuat dan menjalankan konsep program rutin mingguan, Jazz..Jazz..Jazz di TamanKafe Bintaro Jaya. Termasuk sebuah acara format festival sehari, dengan puluhan musisi dan penyanyi pendukung, Rame Rame Maen Jazz. Serta menggelar sebuah mini festival, Jazz in Millenium Festival. Memperoleh kesempatan untuk mendukung Republic of Entertainment, sebuah event organizer dan promotor musik yang berlokasi di Bandung. Antara lain pada event seperti Talking Jazz, Bandung – World Music, Art and Dance (B – MAD), dan banyak lainnya. Republic of Entertainment dipimpin oleh almarhum Wawan Djuanda.
Ikut mendukung acara charity yang relatif besar, sebagai show director, seperti Jazz for Aceh, Jazz for West Java, Jazz for Jogja and Solo. Acara-acara pengumpulan dana untuk korban bencana alam itu diselenggarakan oleh Dwiki Dharmawan. Selain menggelar acara charity lain di Hard Rock Cafe Jakarta, Loves & Cares for Aceh, bersama Wawan Djuanda.
Pada waktu itu memang mulai menggagas dan lantas menggelar pula pentas jazz seperti To Love Jazz: Art of Duo Bubi Chen – Indra Lesmana, bekerjasama dengan suami-istri, Indra dan Hanny Trihandojo Lesmana. Berikutnya menggelar pula acara Fusion Trio Explosion. Fusion Trio Explosion tersebut menampilkan empat kelompok trio yaitu, trio yang dipimpin oleh Nikita Dompas, Bintang Indrianto, Indro Hardjodikoro serta Donny Suhendra. Sebelumnya juga mengadakan acara bulanan, Jazz in Sunday, bersama sahabat-sahabat dekatnya dengan bendera, Five Production. Termasuk kemudian, pada 2002 dan 2003, mendukung BL Produktama untuk menjadi salah satu koordinator program hiburan (panggung), pada acara hiburan musik sebulan penuh di Pekan Raya Jakarta / Jakarta Fair.
Kemudian di awal 2005 mendukung etnomusikolog Rizaldi Siagian bersama almh. Eni Erliani, alm. Wawan Djuanda dengan Harian Kompas untuk acara kolosal Megalitikum-Kuantum, yang konser besarnya digelar di Plenary Hall-JCC, Jakarta dan areal panggung terbuka Lotus Pond, Garuda Wisnu Kencana, Bali. Di 2007 dan 2008 ikut mendukung dan menjadi supervisi acara Malacca Strait Jazz Festival di Pekanbaru, Riau dengan Riau Jazz Turbulence. Lalu di 2009, bersama C – Pro Jakarta menggelar festival jazz tahunan, Solo City Jazz. Acara festival tersebut kemudian menjadi agenda tetap tahunan kota Solo.
Karier Kemudian, Jazz Festival dan Lain-Lain
Di 2010 bersama Waspada eMusic dan Harian Waspada, menyelenggarakan program jazz festival tahunan, North Sumatra Jazz Festival di Medan. Acara festival di dalam ruangan itu, selanjutnya menjadi agenda tetap tahunan kota Medan. Selain itu, menjadi supervisor atau penasehat pada beberapa konser jazz, selain festival jazz lain di beberapa kota.
Di 2010 sampai 2012, dilibatkan oleh Donny Hardono dan DSS untuk ikut menyelenggarakan program rutin mingguan di panggung terbuka Pasar Seni Ancol, New Friday Jazz Night. Sebelumnya, 2010, kembali ikut bekerjasama dengan almh. Eni Erliani dan tim, menyelenggarakan pergelaran musikal kolosal, Diana, untuk HUT Harian Kompas ke 45. Acara musikal itu menokohkan duet musisi kenamaan Yockie Suryoprayogo dan sineas ternama, Garin Nugroho, sebagai sutradara. Didukung antara lain oleh koreografer, Eko Supriyanto. Ide cerita datang dari wartawan senior, Bre Redana.
Sempat menjadi Pemimpin Redaksi di media online, NewsMusik, yang “diterbitkan” kembali. Tapi hanya setahun-an saja, dan harus meninggalkannya karena sesuatu dan lain hal. Di waktu hampir bersamaan, berkesempatan memiliki program Kita Banget di stasiun radio, Lite FM 105,8 dari 2010 sampai 2015. Siaran yang berisi ngobrol-ngobrol santai dengan pelbagai musisi, penyanyi dan grup band ternama Indonesia.
Lantas pada awal tahun 2015, bertemu dengan Irsan Wallad dan Lucy Willar dari iCanStudioLive. Waktu itu persiapan dan pengerjaan video Indonesia Maharddhika. Serta acara Jazz Hijau WALHI. Dan akhirnya jadilah program DION MOMONGAN Show. Program, rekaman video wawancara langsung tersebut hanya berlangsung setahun, dan terhenti di tengah jalan. Berhenti, sebelum seluruh materi rekaman gambar, yang telah sempat dilakukan, ditayangkan.
Ia juga mendapat kepercayaan untuk menulis sebuah buku bertajuk "The Groove: Forever U'll be Mine" diterbitkan oleh RPM Music. Buku setebal 190 halaman ini bercerita mengenai perjalanan group band The Groove sejak awal kariernya. Proses pengumpulan data dan penulisan buku ini menghabiskan sekitar 2,5 tahun hingga akhirnya dapat dinikmati oleh masyarakat pada bulan Mei 2016.
Adalah proyek rekaman Indonesia Maharddhika, yang mengundang untuk turut terlibat di dalamnya. Proyek rekaman tersebut dicetuskan dan dilaksanakan oleh Yeninotz Journey, sebagai produser eksekutif. Di dalam Yeninotz Journey tersebut, ada tiga serangkai advokat yang bersahabat dekat yaitu, Yeni Fatmawati, Kadri Mohamad dan Hendronoto Soesabdo. Dalam proyek Indonesia Maharddhika itu, diserahi tanggung jawab lebih ke soal menangani segala show yang dilakukan. Indonesia Maharddhika akhirnya dapat merilis sebuah exclusive boxset, pada Mei 2017.
Saat sekarang tetap aktif memotret dan menulis. Berjalan bersama dengan dunia showbiz, terutama menangani soal show dan menejemen panggung. Untuk foto, lebih memilih fotografi panggung, yang telah ditekuninya sejak awal 2000-an secara lebih serius dan profesional. Hasil tulisannya beserta karya-karya fotonya saat ini, dirangkum dan di uploadnya rutin dalam website resmi pribadinya. Menulis adalah darah dagingnya, fotografi menjadi darah yang mengaliri tubuhnya, dan membuatnya terus hidup. Dan dunia show serta stage, adalah menjadi dunianya. Dunia dimana ia hidup di dalamnya.