- Source: Ismail Abdul Rahman
Tun Dr. Ismail Al-Haj bin Dato' Haji Abdul Rahman, dalam abjad Jawi: إسماعيل الحاج بن حج عبدالرحمن (4 November 1915 – 2 Agustus 1973) adalah seorang politikus dan ekonom asal Malaysia yang selama hidupnya terlibat aktif di Organisasi Kebangsaan Melayu Bersatu. Di bawah pemerintahan Abdul Razak Hussein, dia menjabat Wakil Perdana Menteri Malaysia dari 1970 sampai 1973, tepat di hari kematiannya.
Penyertaan Ismail sebagai anggota Organisasi Kebangsaan Melayu Bersatu atau UMNO dimulai ketika penobatan Tunku Abdul Rahman sebagai Yang di-Pertua UMNO pada 1951. Pada pemilihan umum 1955, Perikatan memperoleh 51 kursi mayoritas di Dewan Rakyat yang menjadikan Tunku Abdul Rahman diangkat sebagai perdana menteri. Pada saat itu, Ismail ditunjuk sebagai Menteri Hasil Bumi. Ia diberikan mandat memegang jabatan Menteri Perdagangan dan Perusahaan ketika perombakan kabinet tahun 1956. Karier politiknya memuncak sewaktu menjabat Menteri Dalam Negeri, di mana Ismail selalu diposisikan untuk jabatan tersebut dan terhitung paling lama di antara jabatan-jabatan menteri yang pernah ia emban. Sampai-sampai, ia dijuluki sebagai "sosok penyelamat negara" atas kinerjanya terkait Insiden 13 Mei.
Pendidikan
Tun Dr. Ismail menempuh pendidikan awal di Sekolah Bukit Zaharah, Johor Bahru, dan seterusnya melanjutkan pelajaran di Maktab Sultan Abu Bakar, (dahulu English College), Johor Bahru. Setelah menamatkan pelajarannya di sekolah tersebut, Ismail meneruskan pendidikan ke King Edward Medical College di Singapura. Pada tahun 1943, ia berangkat ke Australia untuk memperdalam ilmunya di Universitas Melbourne Australia. Ia memperoleh ijazah dokter medis pada tahun 1945 dan merupakan putera Melayu pertama yang memperoleh ijazah dokter medis dari University of Melbourne, Australia.
Jabatan semasa hidup
Tun Dr. Ismail berkecimpung di dunia politik setelah dilantik sebagai Wakil Presiden UMNO pada 1951.
Tun Dr. Ismail menjadi duta besar pertama untuk Amerika Serikat pada tahun 1957. Ia juga diberikan surat pengangkatan menjadi duta negara ke PBB. Kedua jabatan ini dipegang olehnya sehingga tahun 1959.
Tun Dr. Ismail ditunjuk menjadi Menteri Dalam Negeri pada 1 September 1960 hingga 21 Mei 1967, saat ia meninggalkan kabinet atas alasan kesehatan. Jabatan Menteri Dalam Negeri yang dikosongkannya diisi oleh Tun Abdul Razak.
Tun Dr. Ismail sekali lagi dilantik oleh Tun Abdul Razak menjadi Menteri Luar Negeri pada 14 Mei 1969 menyusul peristiwa berdarah kerusuhan 13 Mei. Tun Abdul Razak mengetuai MAGERAN) dan meminta Tun Dr. Ismail membantunya. Tun Dr. Ismail kembali menjawat jawatan Kabinet dan tetap sebagai Menteri Luar Negeri hingga 1 Agustus 1973.
Semasa hidupnya, Tun Dr. Ismail pernah menyandang jabatan sebagai Menteri Perdagangan dan Perusahaan, Menteri Dalam Negeri dan jabatan terakhirnya ialah Wakil Perdana Menteri. Tun Dr Ismail Abdul Rahman merupakan Wakil Perdana Menteri Malaysia yang kedua setelah Tun Abdul Razak pada 1970.
Jasa paling besar Tun Dr. Ismail adalah mengembalikan keyakinan rakyat Malaysia terhadap Pemerintahan Malaysia. Menurut Tun Suffian "selama hari-hari yang menderita inilah mutunya yang terkenal tampil ke muka. Mungkin bisa dikatakan bahwa lebih dari siapapun Sang Tun menyumbang khususnya kepada perbaikan kepercayaan umum dalam ketetapan hati pemerintah untuk memperbaiki hukum dan tata tertib setelah insiden 13 Mei."
Saat Tunku Abdul Rahman melepaskan jabatan Perdana Menteri kepada Tun Abdul Razak, Tun Dr. Ismail dilantik menjadi Wakil Perdana Menteri. Tun Dr. Ismail meninggal dunia pada 2 Agustus 1973 dan dimakamkan di Makam Pahlawan, Masjid Negara. Ia merupakan pahlawan negara pertama yang dikebumikan di situ.
Kebijakan ekonomi
Sebagai Menteri Perdagangan dan Perusahaan Malaya, Ismail berupaya menarik investor-investor asing untuk berinvestasi di Federasi Malaya. Ia mengambil langkah untuk mencari pakar-pakar ekonomi dari negara-negara maju, seperti Jepang dan Korea Selatan untuk membina Lembaga Pemgembangan Pedesaan dan Perusahaan (bahasa Inggris: Rural Industrial Development Authority) dan membentuk bank rakyat. Dalam memudahkan sarana dan prasarana pengembangan ekonomi, Ismail memanfaatkan pinjaman modal yang telah disepakati melalui "Rancangan Colombo".
Ismail memiliki startegi penting dalam menarik investor, yakni dengan menerbitkan buku yang memaparkan informasi terkait peluang investasi di Malaya yang bertujuan untuk memudahkan para investor asing mendapat perizinan sebelum berinvestasi ataupun penyepakatan kerja sama perdagangan dengan Malaya. Upaya ini dapat memperkenalkan Malaya kepada masyarakat dunia, di mana tidak hanya untuk menarik investor asing saja, melainkan pula untuk menarik minat wisatawan mancanegara untuk berwisata ke Malaya.
Kehidupan pribadi
Pria yang seringkali dikenal dengan nama "Tun Dr. Ismail" ini menikah dengan putri dari mantan Wakil Menteri Besar Johor, Mohd Seth Mohd Said, yakni Norashikin Mohd Seth pada 1950 dan dikaruniai enam orang anak, diantaranya Mohamed Tawfik Ismail, Zailah Ismail, Badariah Ismail, Tarmizi Ismail, Zamakhshari Ismail, dan Mohamed Ariff Ismail. Ungkapannya yang sangat terkenal: "Jangan sapu ke bawah permadani". Peribahasa ini timbul menyusul permasalahan ekonomi orang Melayu yang sangat lemah tetapi dicoba ditutupi begitu saja, sehingga akhirnya tercetus Insiden 13 Mei.
Penghormatan
Pidato Tun Ismail diadakan sekaligus setiap dua tahun oleh Akademi Medis Malaysia untuk memperingati Tun Dr. Ismail. Pidato ulung diberikan oleh Yang Amat Arif Tun Mohamed Suffian bin Hashim, Ketua Hakim Negara pada bulan Agustus 1974.
Taman Tun Dr Ismail di Kuala Lumpur dinamakan untuk memperingatinya.
Referensi
Kata Kunci Pencarian:
- Tunku Abdul Rahman
- Ismail Abdul Rahman
- Abdul Razak Hussein
- Wakil Perdana Menteri Malaysia
- Abdul Rahman Ya'kub
- Ibrahim Iskandar dari Johor
- Tunku Idris
- Kerajaan Singapura
- Ismail Al-Khalidi Al-Minangkabawi
- Tanda Putera
- Ismail Abdul Rahman
- Tunku Abdul Rahman
- Abdul Razak Hussein
- Abd al-Rahman
- Tengku Abdul Rahman
- Hussein Onn
- Abdul Rahman Mohamed Yassin
- Suleiman Abdul Rahman
- Abdul Rahman Ya'kub
- Tunku Abdul Rahman Hassanal Jefri