- Source: John Waromi
John Waromi atau Johnie Waromi adalah nama pena Fredie Johnie Waromi (lahir dan besar di Hollandia, sejak tahun 1962 disebut Kota Jayapura, 06 Agustus 1960; umur 57 tahun) adalah sastrawan berkebangsaan Indonesia dari Papua. John Waromi berasal dari Suku Ambai. Setelah menamatkan pendidikan di SMA Gabungan, sempat kuliah beberapa tahun (tidak selesai) di FIHES, (Fakultas Ilmu-Ilmu Hukum Ekonomi dan Sosial/jurusan Hukum) Universitas Cendrawasih Jayapura, Papua. Sebagai pramuka, tahun 1983 mengikuti training bersama Taruna AKABRI Laut di kapal latih TNI Angkatan Laut, KRI DEWA RUCI mengelilingi Indonesia, Filipina dan Jepang. Tahun 1986 hijrah ke Jakarta dan bekerja di Kwartir Nasional Gerakan Pramuka dan dikirim mengikuti pendidikan di Pusat Grafika Indonesia 1987. Di saat yang sama berkenalan dengan kelompok seniman Bengkel Teater dan pemimpinnya, penyair WS Rendra.
Pada tahun 2001, dia sempat berhenti berkarya karena mengalami amnesia setelah menjadi korban kekerasan karena liputan investigasi terhadap kasus pembunuhan. Namun, pada tahun 2006, dia dapat menjadi peserta Ubud Writers Festival setelah salah satu tulisan yang ia buat selama berada di Bengkel Teater Rendra terpilih. Di tahun 2008,dia menjadi peserta pada Northern Territory Writer Festival di Darwin, Australia. Pada tahun 2015, John Waromi menjadi salah satu perwakilan Indonesia di Pameran Buku Frankfurt setelah diundang oleh Fauzi Bowo. Tidak hanya itu, pada tahun 2019 Jhon, bersama penulis Nuril Basri mempromosikan buku mereka di Inggris, dengan dukungan British Council-Hibah NOC
Tema penulisan
Papua menjadi latar belakang utama dalam setiap karya yang dibuat olehnya. Pada novel Anggadi Tupa Menuai Badai, dia menceritakan mengenai orang-orang yang berasal dari sukunya, Suku Ambai, dalam menjaga dan mempertahankan lingkungannya dari kerusakan yang tengah dialami. Dalam novel Anggadi Tupa, Jhon Waromi bercerita tentang kehidupan sosial dan budaya suku Ambai di Papua. Suku Ambai menjaga kearifan lokal ekologis dengan selalu memelihara keberkelanjutan keanekaragaman alam. Anyaman cerita dalam novel menampilkan berbagai dilema yang muncul akibat kerusakan lingkungan yang berawal dari keserakahan. Hukum adat tidak lagi mampu melindungi hidup mereka. Jhon mengaku, proses penulisan novel ini pun terbilang singkat, tidak sampai dua bulan. Menurut John, materi dan bahan tulisan sudah ada dalam pikirannya. Mengendap sedemikian lama, menunggu masa tiba untuk membuncah keluar. “Itu karena sudah ada dalam pikiran. Sedangkan pada karya kumpulan puisi Sulur-Sulur Sali, dia menggambarkan ketidakadlian yang dialami oleh John di Papua.
Puisi Jhon Waromi
Anak Pertiwi*
Ibu mencari nene pertiwi
Kemana ayah
Terhempas prahara
Jalur-jalur utara
Merindu jalan pulang
Dalam labirin kota
Terpana wajah diri
Ilusi kacamata
Terperangkap tali-tali
Bola-bola
Kata-kata
Tumpah darah
Mencangkul di sebrang
Ladang ganyangan hiro
Di rimba para penyamun
Ka-te-pe ibu bolong-bolong
Bangun mencari susu
di teras dusun
potret ibu hiasan paspor
Dalam oase gurun pasir
Sorak kentong bambu
Hardik nene halau perompak
Burung-burung
Riuh genset
Memompa tanah air
Udara penuh bayang-bayang
Dalam pentas bayang
Jumpa tete pertiwi
Tagih buah dada cucu
Jamu eyang pertapa
Sama saling bagi mistik
Batuk berdehem
Batok bergeleng
Tatap berair
Terkurung kaca-kaca
Tembok-tembok pertiwi
Nyanyian tanah
Tak lagi tersanjung.
Salah satu puisinya yang telah dimuat dalam buku Mozaik Kata: Merunut Jejak Sastra di Tanah Papua, diterbitkan oleh Sekolah Menulis Papua, Oktober 2015. [1]
Referensi
Kata Kunci Pencarian:
- John Waromi
- Daftar tokoh Papua
- Daftar anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia 2024–2029
- Gereja Pantekosta di Indonesia
- Daftar fam Papua
- Nicolaas Jouwe
- Indonesian Idol (musim 10)
- Imperfect the Series (musim pertama)
- Daftar anggota Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong 1960–1965
- Indonesian Idol (musim 8)
- Ivo Cappo
- Nicolaas Jouwe
Terminator 3: Rise of the Machines (2003)
No More Posts Available.
No more pages to load.