- Source: Krimonologi hijau
Krimonologi Hijau adalah cabang kriminologi yang mempelajari dampak negatif dan kejahatan terhadap lingkungan secara luas, termasuk studi hukum, kebijakan lingkungan hidup, kriminologi anti-lingkungan korporasi, dan keadilan lingkungan dari perspektif kriminologi.
Asal-Usul
Istilah "kriminologi hijau" diperkenalkan oleh Michael J. Lynch pada tahun 1990 dan dikembangkan dalam buku Nancy Frank dan Michael J. Lynch tahun 1992, Kejahatan Korporasi, Kekerasan Korporasi, yang mengkaji asal usul politik dan ekonomi dari kejahatan dan ketidakadilan ramah lingkungan dan ruang lingkup hukum lingkungan hidup. Istilah ini menjadi lebih luas digunakan setelah penerbitan edisi khusus tentang kriminologi hijau di jurnal Theoretical Criminology yang diedit oleh Piers Beirne dan Nigel South pada tahun 1998. Kriminologi hijau baru-baru ini mulai muncul dalam kurikulum universitas dan buku teks kriminologi dan disiplin ilmu lainnya.
Kriminologi telah berkembang hingga memiliki banyak cabang, salah satu cabang diantaranya adalah green criminology. Sejak awal 1990-an saat pertama kali muncul, kriminologi lingkungan dan green criminology telah berkembang menjadi studi khas yang dapat menyatukan para kriminolog dengan berbagai ahli, kepentingan penelitian dan orientasi teoretis.
Langkah Pencegahan Terhadap Kriminal Lingkungan
Kriminologi hijau harus dipelajari secara mendalam dan terarah, karena penting bagi masyarakat untuk memahami asal-usul dan dinamika kejahatan lingkungan agar dapat mencegahnya. Berdasarkan perspektif kriminologi, kejahatan lingkungan melibatkan unsur pelaku, korban, dan reaksi sosial. Selain individu, kejahatan lingkungan juga bisa dilakukan oleh badan hukum.
Era globalisasi yang tengah berlangsung, dengan kemajuan teknologi yang luar biasa, telah menciptakan jenis kejahatan baru, termasuk yang terkait dengan lingkungan. Tindakan kriminal terhadap lingkungan merusak ekosistem tempat makhluk hidup, dengan dampak kerusakan yang meluas. Tindakan kejahatan tersebut bisa dilakukan oleh individu maupun badan hukum.
Untuk mengatasi masalah ini, pemerintah telah mengambil langkah-langkah preventif, yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Undang-undang ini melarang berbagai jenis tindakan merusak lingkungan, termasuk pelepasan limbah berbahaya tanpa izin, pembakaran lahan, atau tindakan lain yang merugikan lingkungan. Tindakan preventif ini penting untuk mencegah kerusakan lingkungan. Berikut adalah perbuatan-perbuatan yang dikecam oleh undang-undang tersebut:
Individu yang dengan sengaja melakukan tindakan yang mengakibatkan pelanggaran terhadap standar mutu udara, air, air laut, atau kriteria kerusakan lingkungan hidup dianggap melanggar undang-undang;
Seseorang yang, karena kelalaian mereka, menyebabkan pelanggaran terhadap standar mutu udara, air, air laut, atau kriteria kerusakan lingkungan hidup juga akan dianggap melanggar undang-undang;
Siapa pun yang melanggar standar mutu air limbah, emisi udara, atau gangguan lingkungan akan melanggar ketentuan undang-undang;
Setiap orang yang melepaskan atau mengedarkan produk rekayasa genetik ke lingkungan, melanggar peraturan perundang-undangan atau izin lingkungan, juga dianggap melanggar undang-undang.
Seseorang yang mengelola limbah berbahaya (B3) tanpa izin melanggar hukum;
Individu yang menghasilkan limbah berbahaya (B3) dan tidak mematuhi peraturan perundang-undangan dalam pengelolaannya juga melanggar hukum;
Siapa pun yang melakukan pembuangan limbah atau bahan ke lingkungan hidup tanpa izin melakukan pelanggaran terhadap undang-undang;
Orang yang memasukkan limbah ke wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia akan dianggap melanggar hukum;
Individu yang memasukkan limbah berbahaya (B3) ke wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia juga akan melanggar hukum;
Setiap orang yang memasukkan bahan berbahaya (B3) yang dilarang oleh peraturan perundang-undangan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia melanggar hukum.