- Source: Orang Anglo-India
Orang Anglo-India merupakan kelompok etnik yang ada di Asia Selatan—dulu India Britania—keturunan campuran India dan Britania (khususnya Inggris), maupun orang-orang Britania yang lahir dan tinggal di India. Dalam hal ini, Oxford English Dictionary memberikan tiga definisi: "Keturunan Inggris dan India, keturunan India namun lahir maupun tinggal di Inggris, atau orang Inggris yang bertempat tinggal di India". Istilah "Anglo-India" dapat merujuk pada kaum minoritas keturunan campuran Eurasia yang mana bahasa ibunya adalah bahasa Inggris.
Pada masa Kemaharajaan Britania, anak-anak yang terlahir dari orang tua Inggris dan India mulai membentuk komunitas baru. Jumlah populasi orang Anglo-India ini sedikit namun berkuasa, dan mereka terwakili dalam peran administrasi tertentu dengan baik. Jumlah populasi Anglo-India pada saat kemerdekaan India pada tahun 1947 mulai berkurang—dari sekitar dua juta menjadi 300.000–1.000.000 pada tahun 2010. Banyak di antara mereka yang telah beradaptasi dengan penduduk lokal di India, atau beremigrasi ke Britania Raya, Australia, Kanada, Amerika Serikat, dan Selandia Baru di mana mereka menjadi bagian dari diaspora India yang lebih besar.
Sejarah
Awalnya, penggunaan istilah "Anglo-India" diperuntukkan untuk menyebut semua orang Britania yang tinggal di India, sedangkan untuk orang keturunan campuran (terutama Inggris dan India) disebut "Eurasia". Namun untuk saat ini, istilah "Anglo-India" mengalami pergeseran makna sehingga istilah "Anglo-India" juga diperuntukkan untuk menyebut orang keturunan campuran India-Inggris.
= Asal-usul
=Selama pemerintahan Perusahaan Hindia Timur Britania (East India Company, EIC) di India pada akhir abad ke-18 dan awal abad ke-19, cukup banyak para perwira dan tentara Britania untuk menikahi penduduk setempat karena kurangnya perempuan Britania di India. Pada pertengahan abad ke-19, terdapat sekitar 40.000 tentara Inggris, namun pegawai Inggris di India saat itu kurang dari 2.000.
Pada awal berdirinya EIC—dengan sedikit keengganan—mendukung kebijakan perkawinan dengan penduduk lokal untuk tentaranya. Hingga 1741, setiap prajurit yang membaptis anaknya sebagai seorang Protestan diberikan suatu imbalan khusus. Kekhawatiran di London adalah jika para prajurit di Benteng St. George tinggal dengan atau menikahi banyak wanita Portugis di sana, anak-anak akan dibesarkan sebagai Katolik Roma daripada Protestan. Pegawai kumpeni di lapangan kurang khawatir akan permasalahan agama, namun mereka khawatir bahwa tentara harus menikah "untuk mencegah kejahatan". Tentara yang menikah dengan ikatan keluarga dianggap dapat berperilaku lebih baik daripada bujangan.
Populasi tentara Inggris di India tumbuh pesat dari beberapa ratus prajurit pada pertengahan abad ke-18—menjadi 18.000 pada pasukan Kerajaan dan Kumpeni pada tahun 1790. Dalam praktiknya, hanya sebagian kecil penduduk Inggris yang menikah sementara di India—di antara mereka yang miskin, kemungkinan untuk menikah semakin kecil. Banyak anak yang lahir dari pasangan tidak resmi: 54% anak-anak dibaptis di Gereja St. John's, Kolkata antara 1767 dan 1782 merupakan orang Anglo-India dan tidak sah. Pada tahun 1785, ahli bedah John Stewart menulis kepada saudaranya dari Kanpur: "Banyak wanita di sini hanya petualang belaka dari toko Milliners di Ludgate Hill, dan bahkan beberapa dari Covent Garden dan Old Drury (kawasan pelacuran terkenal di London pada abad ke-18). Mereka tidak memiliki sentimen maupun pendidikan, dan begitu mabuk oleh peningkatan mendadak mereka, sehingga orang yang berakal hanya dapat menganggap mereka dengan amarah dan kemarahan".
Kegiatan reformasi yang dilakukan oleh Gubernur-Jenderal India, Lord Cornwallis, telah memastikan bahwa pada tahun 1780-an, peluang bagi para pegawai kumpeni untuk memperoleh kekayaan melalui perdagangan telah berlangsung selamanya. Sebagian besar dari mereka hidup dengan gaji dari kumpeni mereka sehingga penghasilan tersebut dapat digunakan untuk menafkahi istrinya. Kemungkinan, ia mengeluarkan uang sekitar £50 dalam setahun (Rs 24 hingga Rs 40 sebulan) untuk memenuhi kebutuhan seorang pasangan maupun pelayan India—daripada ia mengeluarkan uang sebesar £600 untuk memenuhi kebutuhan seorang pasangan Inggris dengan segala gaya publiknya. Ketika Mayor Thomas Naylor meninggal pada tahun 1782, ia mewarisi pasangannya, Muckmul Patna, sebesar Rs 4000, sebuah bungalo dengan sebuah taman di Berhampore, seekor kuda, sapi jantan, perhiasan, baju, dan semua budak pria maupun wanita. Beberapa putri pejabat senior menjadi pewaris utama yang mana kekayaan merupakan daya tarik perkawinan, namun di antara putri dari pejabat yang miskin—yang dibesarkan di panti asuhan militer setelah kematian ayah mereka—hanya berharap menemukan suami yang cocok pada acara tarian publik bulanan. Dalam beberapa kasus, ketika pria Inggris kembali ke tempat asalnya, pasangan India dan anak-anaknya tetap berada di India—tentara Inggris tidak diizinkan membawa mereka, dan banyak perwira maupun pegawai negeri takut akan konsekuensi sosial dan budaya.
= Pengabaian
=Sebenarnya di bawah Regulation VIII of 1813, kaum Anglo-India telah dikeluarkan dari sistem hukum Inggris. Di Benggala, ia menjadi tunduk pada aturan hukum Islam di luar Kolkata, dan menemukan jati diri mereka tanpa kasta maupun status di antaranya yang menghakimi mereka. Ini bertepatan dengan Kumpeni yang mana secara resmi mengizinkan misionaris Kristen untuk memasuki India; dan organisasi-organisasi evangelis dan penulis-penulis populer pada masa itu, seperti Mary Sherwood—menyalahkan dugaan kekurangan moral atau cacat kepribadian dari pertumbuhan populasi Anglo-India pada ibu India daripada ayah Inggris. Ketidaksetujuan pernikahan di antara kaum elit Inggris dan wanita Anglo-India semakin banyak. Tarian publik di bangsal wanita Upper Military Academy, Kolkata—yang telah dihadiri lima puluh tahun sebelumnya dengan semarak—telah dihentikan pada tahun 1830-an. Argumen publik menentang pernikahan antara wanita India dan Anglo-India mengepung masalah ras dan fokus pada konsekuensi sosial mereka: "mereka tidak bergaul dengan baik dalam masyarakat Inggris", "kurang pendidikan", "enggan meninggalkan India ketika pasangannya pensiun", "dan—mungkin yang paling penting dari semua—akan menghambat karier seorang suami yang ambisius". Namun, untuk semua ketidaksetujuan sosial, para perwira dan pegawai Kumpeni terus menikahi gadis-gadis Anglo-India. Di Kolkata, terdapat lebih dari 500 wanita Anglo-India yang dapat menikah pada tahun 1820-an, dibandingkan dengan 250 wanita Inggris di seluruh Benggala.
Pada tahun 1821, sebuah pamflet berjudul "Thoughts on how to better the condition of Indo-Britons" oleh "Practical Reformer", ditulis untuk mempromosikan penghapusan prasangka yang ada di benak orang muda Eurasia terhadap keterlibatan dalam perdagangan, yang kemudian diikuti oleh pamflet lain berjudul "An Appeal on Behalf of Indo-Britons". Orang-orang Eurasia terkemuka di Kolkata membentuk "Komite India Timur" dengan maksud untuk mengirim petisi ke Parlemen Britania Raya untuk memperbaiki keluhan mereka. John William Ricketts, seorang perintis dalam pergerakan Eurasia, bersuka rela menjalankan misi ke Inggris dan misinya berhasil. Sekembalinya ke India melalui Madras, ia disambut tepuk tangan meriah dari rekan segolongannya; setelah itu, disambut dengan hangat di Kolkata, di mana laporan misinya dibacakan pada pertemuan publik yang diadakan di Balai Kota Kolkata. Pada bulan April 1834, dalam kepatuhan terhadap Undang-Undang Parlemen yang disahkan pada Agustus 1833, Pemerintah India terpaksa memberikan pekerjaan kepegawaian kepada kaum Anglo-India.
Ketika wanita Inggris mulai berdatangan ke India dalam jumlah yang besar sekitar awal hingga pertengahan abad ke-19 (sebagian besar merupakan anggota keluarga pejabat dan tentara), kemungkinan pria Inggris untuk menikahi wanita India semakin kecil. Pernikahan antarras menurun setelah adanya peristiwa pemberontakan tahun 1857—setelah beberapa hukum anti-miskegenasi diterapkan.—yang mengakibatkan orang-orang Eurasia semakin diabaikan oleh orang Inggris dan India di India.
= Konsolidasi
=Dari generasi ke generasi, semakin banyak orang Anglo-India yang menikah dengan sesamanya sehingga membentuk suatu komunitas yang mengembangkan budayanya sendiri. Masakan, pakaian, gaya bicara (menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa ibu mereka), dan agama (Kristen), semuanya berfungsi untuk "memisahkan" mereka dari penduduk asli. Beberapa faktor seperti sistem sekolah berbahasa Inggris, budaya Inggris-sentris, dan agama Kristen yang melekat pada mereka dapat membantu untuk mempersatukan mereka. Mereka membentuk suatu klub sosial dan asosiasi untuk menjalankan beberapa fungsi, seperti diadakannya tarian pada acara perayaan Natal dan Paskah. Di antara kebudayaan mereka, seperti bola Natal—yang diadakan di sebagian besar kota-kota besar—masih merupakan bagian dari kebudayaan khas masyarakat Kristen India.
Komunitas Anglo-India juga berperan sebagai perantara dalam pengenalan gaya musik, harmoni, dan instrumen Barat di India pasca-kemerdekaan. Selama era kolonial, beberapa genre musik seperti ragtime dan jazz dimainkan oleh grup musik untuk kaum elit, dan grup-grup musik ini sering beranggotakan orang Anglo-India.
= Pasca-kemerdekaan India
=Pada masa kemerdekaan India pada tahun 1947, jumlah populasi Anglo-India sebanyak 300.000 orang. Namun setelah India merdeka, status sosial kaum Anglo-India menurun tajam, hal ini dibuktikan dengan banyaknya masyarakat Anglo-India yang beremigrasi ke luar negeri, seperti Britania Raya, Australia, Kanada, Amerika Serikat, maupun Selandia Baru. Eksodus berlanjut hingga tahun 1950-an dan 1960-an dan pada akhir 1990-an, sementara masih banyak orang Anglo-India yang tersisa saat itu bercita-cita untuk meninggalkan India. Kebanyakan dari mereka merasa lebih "Inggris" daripada "India".
Seperti kaum Parsi, mayoritas orang Anglo-India merupakan orang kota. Berbeda dengan kaum Parsi, migrasi massal pada orang Anglo-India lebih terdidik serta mampu secara finansial untuk migrasi ke negara-negara Persemakmuran lainnya.
Orang Anglo-India masa kini
Pemerintah India secara konstitusional menjamin hak-hak masyarakat, agama, dan bahasa minoritas, dengan demikian ia mengizinkan orang Anglo-India untuk mengelola sekolahnya sendiri serta menggunakan bahasa Inggris sebagai media pembelajaran. Dalam sebuah berita BBC tahun 2013, jurnalis Kris Griffiths menulis: "Telah dicatat dalam beberapa tahun terakhir bahwa jumlah orang Anglo-India yang telah berhasil dalam berbagai bidang tertentu sangat tidak proporsional dengan ukuran komunitas. Misalnya, dalam industri musik ada Engelbert Humperdinck (kelahiran Madras), Peter Sarstedt (Delhi), dan Cliff Richard (Lucknow). Definisi yang lebih luas tentang Anglo-India (berdarah campuran Inggris-India), mencakup Nasser Hussain (pemain kriket), Michael Chopra (pesepakbola), dan Ben Kingsley (aktor)."
Orang Anglo-India juga cukup menonjol di bidang militer. Marsekal Muda Maurice Barker adalah tokoh Anglo-India pertama yang berpangkat marsekal muda di India. Setidaknya, terdapat tujuh tokoh Anglo-India lainnya yang mencapai jabatan itu—yang mana merupakan sebuah pencapaian penting bagi komunitas ini. Selain itu, beberapa tokoh Anglo-India lainnya yang juga berprestasi di bidang militer, seperti Marsekal Muda Malcolm Wollen yang dianggap sebagai tokoh yang andil dalam memenangkan perang pada tahun 1971 melawan Bangladesh. Orang-orang Anglo-India juga memberikan kontribusi dengan pengaruh yang sama terhadap Angkatan Laut dan Angkatan Darat India.
Di bidang olahraga, orang Anglo-India telah memberikan kontribusi yang cukup menonjol, terutama di tingkat Olimpiade di mana Norman Pritchard berhasil meraih medali Olimpiade pertama di India, memenangkan dua medali perak di Olimpiade 1900 di Paris, Prancis. Dalam olahraga kriket, Roger Binny merupakan pengambil-gawang terkemuka selama kemenangan tim India pada Piala Dunia 1983. Wilson Jones adalah peraih gelar juara dalam kompetisi biliar pertama dari India di tingkat dunia.
Kini, sebagian besar orang Anglo-India di luar negeri terkonsentrasi di Britania Raya, Australia, Kanada, Amerika Serikat, dan Selandia Baru. Menurut beberapa orang Anglo-India yang telah menetap di Australia, sebagian besar pengintegrasian tidak sulit. Orang Anglo-India di Burma (Myanmar) lebih sering menikah dengan orang Anglo-Burma, namun kedua komunitas tersebut sering menderita diskriminasi sejak militer Myanmar mengambil alih pemerintahan pada tahun 1962. Karena adanya diskriminalisasi tersebut, sebagian besar di antara mereka kini meninggalkan negara tersebut untuk menetap di luar negeri.
Tokoh-tokoh
= Tokoh Anglo-India keturunan Eropa (arti harfiah)
=Pete Best, pemain drum The Beatles.
Ruskin Bond, penulis
Julie Christie, aktris
Reginald Dyer, kolonel
Augustus De Morgan, ahli matematika
Ray Dorset, musisi / penulis lagu band Mungo Jerry
Lawrence Durrell, novelis, penyair, dramawan, penulis perjalanan dan diplomat.
Gerald Durrell, penulis, naturalis, konservasionis, dan presenter televisi
Rudyard Kipling, penulis. Penulis berbahasa Inggris pertama yang memenangkan Hadiah Nobel bidang Sastra.
Vivien Leigh, aktris
Joanna Lumley, aktris.
Hector Hugh Munro, penulis Inggris. Lebih dikenal dengan nama pena Saki.
George Orwell, penulis 1984 , Animal Farm, dan Burmese Days.
William Makepeace Thackeray, novelis. Karya paling terkenal yaitu Vanity Fair.
= Tokoh Anglo-India berdarah campuran Asia Selatan dan Eropa (definisi saat ini)
=Andrea Jeremiah, penyanyi dan aktris
Anna Leonowens, seorang penulis perjalanan, pendidik, dan aktivis sosial Inggris. Ia pernah bekerja di Siam untuk mengajar anak-anak dan istri Mongkut, Raja Siam. Terdapat spekulasi bahwa ia berdarah India.
Ben Kingsley, aktor Inggris
Boris Karloff, aktor Inggris
Cliff Richard, penyanyi pop
Diana Hayden, aktris dan mantan kontestan Miss World
Gabrielle Anwar, aktor Inggris
Guy Sebastian, penyanyi Australia
Katrina Kaif, aktris India
Merle Oberon, aktris
Naomi Scott, aktris
Rhona Mitra, aktris, modelis, dan penyanyi
Rupert Penry-Jones, aktor
Russell Peters, komika Kanada dan aktor
Zayn Malik, penyanyi dan penulis lagu
Jeremy Thomas
Lihat pula
Orang Indo
Orang Kristang
Orang Burgher
Referensi
Kata Kunci Pencarian:
- Orang Anglo-India
- India Myanmar
- India non-residen dan orang berdarah India
- Kepulauan Andaman dan Nikobar
- Gurkha
- India Kanada
- Kekristenan di India
- Suku Melayu
- Kebaya
- Pamong Praja India
- Northeast India
- Dutch Republic
- Arunachal Pradesh
- Assam
- Johor Sultanate
- Malaysian Malay
- Slavery in Malaysia
- Banda Islands
- Malays (ethnic group)
- Manipur