- Source: Paulus Tungkanan
Sersan Satu TNI Paulus Tungkanan, adalah seorang tokoh kunci dalam Kerusuhan Poso. Ia pernah menjabat sebagai anggota Satuan Intel Komando Distrik Militer 1307. Dalam persidangan Fabianus Tibo, namanya disebutkan sebagai salah satu dari enam belas orang yang dianggap melakukan provokasi hingga kekerasan dan konflik menjadi semakin meluas di Poso. Oleh Tibo, dirinya bahkan disebut sebagai salah satu pemimpin dan tokoh kelompok Kristen Poso. Tuduhan ini, dibantah sendiri oleh Tungkanan.
Kehidupan pribadi
Tungkanan saat ini tinggal di Tentena sejak bulan April 2004, memiliki kebun cokelat di Desa Tonusu (dekat Tentena) bekas warga muslim yang pergi mengungsi keluar dari Tentena karena kerusuhan. Tungkanan memiliki darah Toraja, dan kebetulan di Tonusu banyak terdapat warga yang bersuku Toraja. Di Tentena, Tungkanan tinggal di kompleks Gereja Kristen Sulawesi Tengah (GKST). Awalnya karena ia tergabung dalam kelompok pengungsi yang ditampung di kompleks GKST, makin lama pengungsi makin berkurang. Tetapi dirinya menolak untuk keluar dari kompleks tersebut, dengan mempertimbangkan rasa aman yang didapatnya di sana. Saat kerusuhan di Poso pecah, Tungkanan telah pensiun dari TNI.
Kerusuhan Poso
Pada tanggal 17 April 2000, di depan Gereja Peniel, Kelurahan Lombogia, Tungkanan berteriak memprovokasi massa Kristen yang tengah berhadap-hadapan dengan kelompok Islam dari Kayamanya, dan mengaku bahwa dirinya telah dibacok oleh orang dari Kayamanya. Karena saat itu listrik kebetulan sedang padam, hanya suara provokasi tersebut yang dapat didengar. Menyusul teriakan dari Tungkanan, massa pada akhirnya saling serang. Sebuah sumber di Tentena, menyebutkan bahwa pada akhirnya Tungkanan ditokohkan oleh sebagian orang-orang Kristen setelah peristiwa ini. Dalam periode kedua di kerusuhan ini pula, Tungkanan menderita luka tebasan di punggungnya, membuatnya pindah ke Tentena.
= Keterlibatan dalam penyerangan
=Sumber lain menyatakan bahwa Tungkanan ikut teribat dalam beberapa penyerangan, misalnya pada penyerangan Desa Panda Jaya yang sebagian besar warganya Muslim. Di saat terdengar kabar bahwa Desa Weleme, yang sebagian besar warganya beragama Kristen, diserang oleh desa Panda Jaya, Tungkanan datang ke Weleme dengan beberapa orang dari Tentena, dan kemudian menyerang Panda Jaya. Kejadian ini tidak bertahan lama, karena warga Panda Jaya menyerang balik ke Weleme, dan pada saat yang sama Tungkanan sudah kabur ke Tentena. Hal yang janggal —menurut pengamatan warga Weleme— adalah warga dari Panda Jaya yang menyerang menggunakan sandi yang sama dengan yang digunakan oleh warga Weleme. Sandi yang digunakan oleh orang Weleme ini, merupakan sandi yang diajarkan oleh Tungkanan. Dalam penyerangan yang terjadi di Kelurahan Moengko, Tibo menyebut bahwa Tungkanan merupakan orang yang memerintahkan penyerangan ini.
= Hubungan dengan aparat dan penangkapan
=Aparat-aparat seperti anggota intel dari Mabes Polri, atau Kopassus TNI yang ditugaskan di Poso biasanya terlebih dahulu bertemu dengan Tungkanan. Pada tahun 2002, sebelum rencana penangkapan Pendeta Rinaldy Damanik, para intel-intel Mabes Polri bahkan tinggal di samping rumah Tungkanan. Para pengamat menganggap bahwa meski Tungkanan sudah pensiun, tetapi hubungannya dengan pihak aparat masih terjalin dengan baik. Meskipun demikian, Tungkanan ditetapkan menjadi salah satu DPO Polisi sejak tahun 2001. Pada tanggal 14 Mei 2004, Tungkanan bersama dua orang lainnya; Lam Tjau Wa dan Yunas Kancaro ditangkap oleh aparat kepolisian yang tergabung dalam Satuan Tugas Operasi Sintuwu Maroso IV dengan barang bukti menyimpan ratusan amunisi, senjata rakitan dan seragam militer. Di rumahnya, Satgas menyita 147 amunisi dari kaliber 5,56 mm, 7,9 mm, 38 mm dan 12,7 mm. Selain itu, aparat menyita 3 pucuk senjata api rakitan laras panjang.