- Source: Pemberontakan 3 Juni 1964
Gerakan perlawanan 3 Juni, juga dikenal sebagai Gerakan perlawanan 6.3 atau Gerakan melawan negosiasi Jepang-Korea, atau lebih dikenal sebagai 3/info/pemberontakan" target="_blank">Pemberontakan 3 Juni 1964. (Korea: 한일협상 반대 운동, 6.3시위 atau 6.3 항쟁) adalah sebuah gerakan yang dicetuskan oleh mahasiswa serta masyarakat pada bulan Juni 1964 sebagai akibat dari pernyataan mereka menentang kebijakan Rezim Park Chung-hee yang ingin menormalisasikan hubungan negaranya dengan Jepang, mantan penjajah yang berkuasa dari tahun 1910 hingga 1945 di Semenanjung Korea.
Latar belakang
Pada tahun 1964, pemerintah Korea Selatan dibawah Presiden Park Chung-hee, secara diam-diam mendorong negosiasi diplomatik antara Korea Selatan dan Jepang dan mencoba mencapai suatu kesepakatan, yang dimana hubungan antar kedua negara terputus sejak tahun 1945 dengan tujuan untuk memperbaiki perekonomian Korea Selatan akibat Perang Korea. Segera setelah itu, Jepang bergegas untuk melakukan negosiasi politik, dan pada bulan Februari 1964, pemerintah dan partai yang berkuasa mengumumkan keputusan mereka untuk melanjutkan negosiasi diplomatik dengan Jepang pada bulan Maret 1964.
Kemudian pada 22 Februari 1964, Partai Demokrat Korea mengumumkan rencana alternatif untuk negosiasi antara Korea Selatan dan Jepang, yang dicetuskan dalam platform partainya. Mengabaikan opini publik, rezim Park Chung-hee bertekad untuk melepaskan "Garis Syngman Rhee (Jalur Perdamaian)" bagi nelayan Korea Selatan ke Jepang karena puas dengan klaim kompensasi senilai $300 juta dolar. Ketika rezim Park Chung-hee bergegas untuk bernegosiasi dengan Jepang, partai-partai oposisi sepakat menilai perlunya 3/info/pemberontakan" target="_blank">pemberontakan dan memulai persiapan.
Gerakan menentang negosiasi diplomatik antara Jepang dan Korea Selatan dicetuskan oleh para mahasiswa dan masyarakat serta organisasi non-pemerintah pada bulan Juni 1964. Mereka menuding rezim Park Chung-hee mengabaikan tuntutan rakyat dan terlalu berpihak kepada Jepang.
Pada 9 Maret 1964, tokoh-tokoh non-pemerintah dan berbagai politikus berkumpul di Aula Pernikahan Jongno di Seoul untuk menyuarakan deklarasi keselamatan Nasional dan berjanji untuk melakukan unjuk rasa. Yun Posun, mantan Presiden Korsel, juga ikut dan membacakan deklarasi tersebut.
Perkembangan
= Aksi mogok makan di Universitas Nasional Seoul
=Pada 24 Maret 1964, mahasiswa seni berhaluan liberal dari Universitas Nasional Seoul memulai aksi mogok makan dengan mengadakan upacara membakar bendera Jepang dan membakar seorang tokoh bernama Kim Jong-pil, yang bergabung dengan negosiasi normalisasi hubungan Korea Selatan dan Jepang dengan Park Chung-hee. Pada saat itu, mereka hanya ditekan, tetapi para siswa berkumpul kembali dan mengadakan perkabungan untuk "demokrasi nasional" pada 20 Mei. Hal ini dikarenakan nama yang digunakan selama pemerintahan rezim Park Chung-hee adalah "demokrasi nasional." Kim Deog-ryong, yang saat itu pemimpin mahasiswa Universitas Nasional Seoul, melakukan mogok makan dengan membaca deklarasi tersebut, dan Yun Posun mengunjungi Universitas Nasional Seoul untuk mendorongnya.
= Partisipasi dari Universitas lain
=Aksi mogok makan Universitas Nasional Seoul membuat mahasiswa lain kesal. Setiap mahasiswa di pusat kota Seoul pun turun ke jalan dan mulai berdemo, berteriak menutut penggulingan rezim Park Chung-hee.
Ketika mahasiswa dari Universitas Korea, Universitas Chung-Ang, Universitas Yonsei, Sekolah Hukum Universitas Nasional Seoul dan Universitas Nasional Seoul memimpin aksi demonstrasi pada 2 Juni, para aktivis mahasiswa lain di Seoul merespons dan melakukan unjuk rasa di berbagai tempat. Para siswa menggelar aksi turun kejalan pada siang hari pada 3 Juni ketika Ketua Partai Republik Korsel Kim Jong-pil melakukan perjalanan ke Jepang untuk menghadiri pertemuan puncak tentang normalisasi hubungan diplomatik antara Korea Selatan dan Jepang.
Di universitas lain, mahasiswa melakukan aksi anti-Jepang dengan membakar Bendera Jepang serta patung dari Perdana Menteri Jepang pada saat itu, Eisaku Satō. Pada saat itu, Perhimpunan Riset Perbandingan Nasionalis Universitas Nasional Seoul memainkan peran utama, dan itu dimungkinkan karena ada jaringan komunikasi aktivis mahasiswa dari Universitas lain di seluruh Korea Selatan. Demonstrasi pun menyebar dari mogok makan hingga aksi turun ke jalan, dari mahasiswa, masyarakat hingga partai oposisi dengan membawa bendera nasional, mereka berteriak, "Rezim pro-Jepang Park Chung-hee harus menarik normalisasi diplomatiknya dengan Jepang," "Malu padamu setelah 20 tahun pembebasan," dan "Hentikan pemerintah yang mengabaikan amanah rakyat."
= Unjuk rasa mahasiswa
=Pada siang hari tanggal 3 Juni 1964, 12.000 mahasiswa di Seoul turun ke jalan dan pergi ke pusat kota Seoul, saling bentrok dengan polisi di mana-mana. Ketika tujuh hingga delapan ribu mahasiswa berkumpul di pusat perkantoran, daerah Sejongno diliputi kekacauan. Barikade di depan pusat perkantoran telah roboh dan polisi telah membangun barikade di depan Tongui-dong, yang menuju ke arah Istana Kepresidenan Korea Selatan Cheong Wa Dae. Mahasiswa dari Universitas Nasional Seoul meninggalkan kampus sekitar jam 4 sore. Hal ini menandai awal dari 3/info/pemberontakan" target="_blank">Pemberontakan 3 Juni 1964.
Presiden mahasiswa Universitas Korea Kim Jae-Ha ditunjuk untuk memimpin gerakan perlawanan ini, Park Jung-Hoon dan Lee Myung-bak kemudian membantunya. Sekitar 15.000 orang dan 15.000 mahasiswa lainnya dari 18 universitas di Seoul berbondong-bondong turun ke jalan untuk menggelar aksi protes yang berujung kekerasan dan bahkan menduduki Gedung Majelis Nasional Korea Selatan.
Referensi
Pranala luar
Korea Democracy Foundation
Northest Asian History Foundation
Kata Kunci Pencarian:
- Pemberontakan 3 Juni 1964
- Konfrontasi Indonesia–Malaysia
- Soedirman
- Soekarno
- Sulawesi Tenggara
- Muzakir Manaf
- Andika Perkasa
- Batalyon Artileri Pertahanan Udara 3
- Donald Trump
- Gerakan 30 September