- Source: Pengantar mekanika kuantum
Mekanika kuantum adalah sains benda sangat kecil. Ilmu ini mempelajari sifat zat dan interaksinya dengan energi pada skala atom dan partikel subatomik.
Kebalikannya, fisika klasik hanya menjelaskan zat dan energi pada skala yang familiar dengan manusia, termasuk perilaku benda astronomi seperti Bulan. Fisika klasik masih banya digunakan pada sains dan teknologi modern. Namun, di akhir abad ke-19, para ilmuwan menemukan fenomena pada benda besar berskala makro dan benda kecil (mikro) yang fisika klasik tidak dapat menjelaskannya. Akibat keterbatasan ini muncullah 2 revolusi besar pada bidang fisika yang menyebabkan perubahan paradigma sains pada awalnya: teori relativitas dan pengembangan mekanika kuantum. Artikel ini menjelaskan bagaimana fisikawan menemukan keterbatasan fisika klasik dan menjelaskan konsep utama teori kuantum yang menggantikannya di awal abad ke-20. Konsep ini dijelaskan dengan urutan kapan pertama kali ditemukan. Untuk sejarah yang lebih jelas mengenai subjek-subjeknya, lihat Sejarah mekanika kuantum.
Cahaya berperilaku dalam beberapa hal seperti partikel dan dalam hal lain seperti gelombang. Zat - partikel seperti elektron dan atom - juga berperilaku seperti gelombang juga. Beberapa sumber cahaya, seperti lampu neon, hanya melepaskan beberapa frekuensi cahaya tertentu. Mekanika kuantum menunjukkan bahwa cahaya, seperti bentuk radiasi elektromagnetik lainnya, berbentuk satuan diskret, disebut foton, dan memprediksi energinya, warnanya, dan intensitas spektrumnya. Karena belum pernah ada yang meneliti lebih kecil dari foton, sebuah foton disebut kuantum, atau jumlah paling kecil yang dapat diamati, medan elektromagnetiknya. Lebih luasnya, mekanika kuantum menunjukkan bahwa banyak besaran, seperti momentum sudut yang terlihat kontinu pada penglihatan skala besar (zoom-out) di mekanika klasik, akan menjadi kuantisasi (pada skala kecil mekanika kuantum). Momentum sudut membutuhkan sekelompok nilai diskret yang diijinkan, dan karena jarak antara nilai ini sangat kecil, maka diskontinuitasnya hanya terlihat pada skala atomik.
Banyak aspek mekanika kuantum yang tidak sejalan dengan intuisi dan terlihat paradoks, karena ilmu ini menjelaskan perilaku yang agak berbeda dari sesuatu yang terlihat pada skala yang lebih besar. Menurut fisikawan kuantum Richard Feynman, mekanika kuantum mempelajari "alam sebagai Perempuan– absurd". Contohnya, prinsip ketidakpastian mekanika kuantum berarti semakin seseorang mencoba untuk mengukur sesuatu (seperti posisi sebuah partikel), maka pengukuran yang lain (seperti momentumnya) akan semakin tidak akurat.
Teori kuantum pertama: Max Planck dan radiasi benda-hitam
Radiasi termal adalah radiasi elektromagnetik yang dilepaskan dari permukaan suatu benda akibat energi dalam benda tersebut. Jika suatu objek dipanaskan cukup, maka ia akan melepaskan cahaya pada ujung merah spektrum.
Pemanasan lebih lanjut akan menyebabkan perubahan warna dari merah menjadi kuning, putih, dan biru, karena cahaya pada panjang gelombang lebih pendek (frekuensi tinggi) mulai dilepaskan. Pelepas (emitter) yang sempurna juga penyerap (absorber) yang sempurna: dalam keadaan dingin, benda tersebut akan berwarna hitam sempurna, karena ia menyerap semua cahaya yang masuk dan sama sekali tidak melepas. maka dari itu, pelepas termal ideal disebut dengan benda hitam, dan radiasi yang dilepas disebut radiasi benda-hitam.
Pada akhir abad ke-19, radiasi termal telah cukup diketahui sifatnya secara eksperimen. Namun, fisika klasik yang diwakili Hukum Rayleigh-Jeans, seperti pada gambar, hasilnya sesuai dengan hasil eksperimen pada frekuensi rendah, tetapi kacau pada frekuensi tinggi. Fisikawan mencari sebuah teori yang dapat memenuhi semua hasil eksperimen.
Model pertama yang dapat menjelaskan keseluruhan spektrum radiasi termal diajukan oleh Max Planck tahun 1900. Ia menjelaskan model matematis dimana radiasi termal berada dalam kesetimbangan dengan sekelompok osilator harmonik. Untuk mendapat hasil eksperimen, ia mengasumsikan bahwa tiap osilator menghasilkan sejumlah angka satuan energi pada frekuensi karakteristik tunggal, bukan melepas energi sembarangan. Dengan kata lain, energi yang dilepas oleh osilator dikuantisasi. Kuantum energi untuk tiap osilator, menurut Planck, berbanding lurus dengan frekuensi osilator; konstanta ini sekarang dikenal dengan konstanta Planck. Konstanta Planck, biasanya dituliskan dengan lambang h, memiliki nilai 6,63×10−34 J s. Maka, energi E sebuah osilator dengan frekuensi sebesar f dapat dituliskan sebagai
E
=
n
h
f
,
dengan
n
=
1
,
2
,
3
,
…
{\displaystyle E=nhf,\quad {\text{dengan}}\quad n=1,2,3,\ldots }
Untuk mengubah warna benda beradiasi, penting untuk mengubah temperaturnya. Hukum Planck menjelaskan mengapa: meningkatkan temperatur benda memungkinkannya untuk melepas lebih banyak energi keseluruham, dan berarti semakin besar proporsi energi menuju ujung ungu dari spektrum.
Hukum Planck adalah teori kuantum pertama dalam fisika, dan Planck memenangkan Hadiah Nobel tahun 1918 berkat "pengabdiannya pada kemajuan ilmu Fisika dengan penemuan kuanta energi". Pada waktu itu, Planck hanya berpandangan bahwa kuantisasi hanya murni konstruksi heuristik matematika, yang saat ini dipercaya mengubah pandangan kita terhadap dunia.
Foton: kuantisasi cahaya
Tahun 1905, Albert Einstein mengambil langkah cepat. Ia berpendapat bahwa kuantisasi tidak hanya konstruksi matematika, tapi energi pada sinar cahaya sebenarnya muncul dalam bentuk individual, yang saat ini disebut foton. Energi sebuah foton tunggal adalah perkalian antara frekuensi dengan konstanta Planck:
E
=
h
f
{\displaystyle E=hf}
Selama puluhan tahun, para ilmuwan berdebat antara 2 teori cahaya: apakah itu berupa gelombang atau terdiri dari aliran partikel sangat kecil? Pada abad ke-19, debat ini dianggap lebih cenderung menang ke teori gelombang, karena teori ini dapat menjelaskan efek yang dapat diamati seperti refraksi, difraksi, interferensi and polarisasi. James Clerk Maxwell telah menunjukkan bahwa listrik, magnet, dan cahaya semuanya merupakan manifestasi fenomena yang sama: medan elektromagnetik. Persamaan Maxwell, yang merupakan sekumpulan hukum elektromagnetisme klasik, menjelaskan cahaya sebagai gelombang: sebuah kombinasi medan magnet dan listrik yang berosilasi. Karena lebih dominan bukti-bukti yang mengunggulkan teori gelombang, ide Einstein pada awalnya sangat diragukan. Namun demikian, model foton pada akhirnya lebih diterima. Salah satu bukti paling utama yang membuat teori ini lebih diterima adalah kemampuannya untuk menjelaskan beberapa karakteristik efek fotolistrik. Meski begitu, analogi gelombang tetap tak dapat dipisahkan untuk membantu memahami karakteristik cahaya lainnya: refraksi, difraksi, dan interferensi.
= Efek fotolistrik
=Tahun 1887, Heinrich Hertz mengamati bahwa ketika cahaya dengan frekuensi cukup mengenai permukaan logam, ia akan melepas elektron. Tahun 1902, Philipp Lenard menemukan bahwa energi maksimum yang mungkin dilepas dari elektron yang terpental berhubungan dengan frekuensi cahaya, bukan intensitasnya: jika frekuensinya terlalu rendah, tidak akan ada elektron yang terpental seberapapun intensitasnya. Sinar cahaya yang kuat mendekati ujung merah spektrum mungkin tidak memiliki potensial listrik sama sekali, sedangkan sinar cahaya lemah mendekati ujung ungu spektrum mungkin dapat menghasilkan tegangan yang lebih tinggi. Frekuensi cahaya terendah yang memungkinkan elektron dilepas disebut frekuensi ambang (threshold frequency), besarnya berbeda-beda untuk tiap logam. Penelitian ini agak beda dengan elektromagnetisme klasik, yang memprediksi bahwa energi elektron seharusnya berbanding lurus dengan intensitas radiasi.:24 Maka ketika fisikawan pertama kali menemukan alat yang dapat menunjukkan efek fotolistrik, awalnya mereka mengira bahwa semakin tinggi intensitas cahaya akan menghasilkan tegangan makin tinggi dari alat fotolistrik tersebut.
Einstein menjelaskan efek ini dengan mempostulatkan bahwa sinar cahaya adalah aliran banyak partikel ("foton") dan karenanya, jika sinar itu memiliki frekuensi f, maka tiap foton itu memiliki energi sebesar hf. Sebuah elektron kemungkinan besar hanya akan dihantam oleh sebuah foton, yang akan memberikan energi sejumlah hf ke elektron. Maka dari itu, intensitas sinar tidak memiliki efek dan hanya frekuensinya yang menentukan jumlah energi yang diberikan ke elektron.
Untuk menjelaskan efek ambang (threshold effect), Einstein berargumen bahwa membutuhkan sejumlah energi tertentu, disebut fungsi kerja dan dilambangkan dengan φ, untuk melepas elektron dari logam. Jumlah energi ini besarannya berbeda untuk tiap logam. Jika energi foton lebih kecil dari fungsi kerja, maka ia tidak memiliki energi yang cukup untuk melepas elektron dari logam. Frekuensi ambang (threshold frequency), f0, adalah frekuensi sebuah foton yang energinya sebesar fungsi kerja:
φ
=
h
f
0
.
{\displaystyle \varphi =hf_{0}.}
Jika f lebih besar daripada f0, maka energi hf cukup untuk melepas elektron. Elektron yang terlepas/terpental memiliki energi kinetik, EK, yang, sebagian besar, sama dengan energi foton dikurangi energi yang dibutuhkan untuk mendislokasi elektron dari logam:
E
K
=
h
f
−
φ
=
h
(
f
−
f
0
)
.
{\displaystyle E_{K}=hf-\varphi =h(f-f_{0}).}
Penjelasan Einstein mengenai cahaya yang terdiri dari partikel memperluas gagasan Planck mengenai energi dikuantisasi, dimana sebuah foton dengan frekuensi tertentu, f, menghasilkan sejumlah energi yang tetap, hf. Dengan kata lain, foton dapat menghasilkan cahaya lebih banyak atau lebih sedikit tergantung frekuensinya. Di alam, foton tunggal amat jarang ditemui. Matahari dan sumber emisi lain yang tersedia di abad ke-19 melepas jumlah foton yang sangat amat besar, maka pentingnya energi yang dibawa oleh tiap foton tidak kelihatan. Ide Einstein bahwa energi yang terkandung dalam tiap satuan cahaya bergantung dari frekuensi mereka memungkinkan untuk menjelaskan hasil percobaan yang tampaknya berlawanan dengan akal sehat. Meski begitu, walapun foton adalah partikel, ia tetap dijelaskan memiliki karakteristik frekuensi yang "bergelombang. Sekali lagi, status partikel cahaya dikompromikan.
Model atom Bohr: Kuantisasi zat
Di awal abad ke-20, bukti yang adalah sebuah model atom dengan awan elektron bermuatan negatif mengelilingi nukleus kecil yang bermuatan positif. Karakteristik ini menghasilkan sebuah model dimana elektron mengelilingi nukleus seperti planet mengorbit matahari. Namun begitu, diketahui juga bahwa atom dalam model ini tidak akan stabil: menurut teori klasik, elektron yang mengorbit akan mengalami percepatan sentripetal, dan seharusnya melepas radiasi elektromagnetik, energi yang hilang juga menyebabkan geraknya menjadi bentuk spiral menuju nukleus dan bertabrakan dalam sepersekian detik.
Teka-teki kedua yang berhubungan adalah spektrum emisi atom-atom. Ketika gas dipanaskan, ia akan melepaskan cahaya hanya pada frekuensi diskret. Contohnhya, cahaya terlihat yang dilepas hidrogen terdiri dari 4 warna berbeda, seperti pada gambar dibawah ini. Intensitas cahaya pada frekuensi berbeda juga berbeda-beda. Kebalikannya, cahaya putih terdiri dari emisi kontinu sepanjang keseluruhan frekuensi terlihat. Di akhir abad ke-19, sebuah aturan sederhana yang dikenal dengan rumus Balmer menunjukkan bagaimana frekuensi pada garis yang berbeda berhubungan satu sama lain, meskipun tanpa menjelaskan "mengapa" begitu atau membuat prediksi apapun tentang intensitasnya. Rumus ini juga memprediksi beberapa garis spektral tambahan pada cahaya ultraviolet dan inframerah yang belum pernah diamati pada waktu itu. Garis ini kemudian diamati secara eksperimen sehingga rumus ini lebih dipercaya.
Tahun 1913 Niels Bohr mengajukan model atom baru yang didalamnya memasukkan orbit elektron terkuantisasi: elektron masih mengorbit nukleus seperti planet mengorbit mengelilingi matahari, tapi mereka hanya diijinkan untuk menempati orbit tertentu, tidak mengorbit pada jarak berapapun. Ketika sebuah atom melepas (atau menyerap) energi, elektron tidak berpindah dalam parabola kontinu dari satu orbit ke orbit lain (klasik memperkirakan demikian). Namun, elektron akan langsung lompat dari satu orbit ke orbit lainnya, melepaskan cahaya dalam bentuk foton. Energi yang dilepas tiap elemen ditentukan oleh perbedaan energi antara orbit-orbit, dan spektrum emisi untuk tiap elemen akan berisi sejumlah garis.
Dimulai dari satu asumsi sederhana mengenai aturan bahwa orbit harus mematuhi aturan, model Bohr dapat menghubungkan garis spektral teramati di spektrum emisi hidrogen ke konstanta yang sebelumnya diketahui. Pada model Bohr, elektron tidak diperbolehkan untuk melepas energi secara kontinu dan menabrak nukleus: ketika mencapai orbit paling dekat yang diperbolehkan, maka akan stabil selamanya. Model Bohr tidak menjelaskan mengapa orbitnya harus dikuantisasi seperti itu, ia juga tak dapat memberikan prediksi akurat untuk atom dengan lebih dari satu elektron, atau untuk menjelaskan mengapa beberapa garis spektrum lebih cerah/terang daripada yang lain.
Meski kemudian beberapa asumsi dasar model Bohr salah, hasil kuncinya bahwa garis diskret pada spektra emisi disebabkan karena properti elektron pada atom dikuantisasi itu benar. Perilaku elektron sebenarnya berbeda dari atom Bohr.
Dualitas gelombang-partikel
Seperti cahaya yang memiliki karakteristik seperti-gelombang dan seperti-partikel, zat juga memiliki properti seperti-gelombang.
Materi/zat berperilaku seperti gelombang pertama kali didemonstrasikan secara eksperimen untuk elektron: sinar elektron dapat menunjukkan difraksi, seperti sinar cahaya atau gelombang air. Fenomena seperti-gelombang kemudian juga muncul pada atom dan bahkan molekul kecil.
Panjang gelombang, λ, diasosiasikan dengan objek apapun berhubungan dengan momentumnya, p, melalui konstanta Planck, h:
p
=
h
λ
.
{\displaystyle p={\frac {h}{\lambda }}.}
Hubungan ini, disebut hipotesis de Broglie, berlaku untuk semua zat: semua zat memiliki karakteristik partikel dan gelombang.
Konsep dualitas gelombang-partikel mengatakan bahwa tidak ada satu pun konsep klasik mengenai "partikel" atau "gelombang" yang dapat sepenuhnya menjelaskan objek skala-kuantum, baik foton maupun zat. Dualitas gelombang-partikel adalah contoh asas komplementaritas pada fisika kuantum.
= Aplikasi ke model Bohr
=De Broglie memperluas model atom Bohr dengan menunjukkan bahwa elektron pada orbitnya mengelilingi nukleus dapat dipikirkan memiliki karakteristik seperti-gelombang. Secara khusus, sebuah elektron hanya dapat diamati pada situasi yang memungkinkan standing wave di sekitar nukleus. Contoh standing wave adalah senar biola, tetap pada kedua ujungnya dan dapat digetarkan. Gelombang yang dibuat oleh senar berosilasi pada tempatnya, berpindah dari satu puncak ke lembah dengan gerak atas-bawah. Panjang gelombang standing wave berhubungan dengan panjang objek yang bergetar dan kondisi batas. Contohnya, karena senar biola tetap pada kedua ujungnya, ia dapat membawa standing wave dari panjang gelombang 2l/n, dengan l adalah panjang dan n adalah bilangan bulat. De Broglie mengatakan bahwa orbit elektron yang diperbolehkan adalah dimana kelingkaran orbit adalah panjang gelombang dengan bilangan bulat. Panjang gelombang elektron kemudian ditentukan bahwa hanya orbit Bohr pada jarak tertentu dari nukleus yang memungkinkan. Sebaliknya, jarak berapapun dari nukleus yang lebih kecil dari nilai tersebut tidak memungkinkan untuk adanya orbit. Jarak minimum yang mungkin dari nukleus disebut radius Bohr.
Perlakuan De Broglie pada peristiwa kuantum berperan sebagai titik awal untuk Schrödinger ketika ia menyusun prsamaan gelombang untuk menjelaskan peristiwa kuantum teoretis.
Pengembangan mekanika kuantum modern
Pada tahun 1925, Werner Heisenberg mencoba untuk menyelesaikan salah satu masalah yang tidak terjawab oleh model Bohr, menjelaskan intensitas beda garis pada spektrum emisi hidrogen. Melalui serangkaian analogi matematika, ia menulis analogi mekanika kuantum untuk komputasi intensitas klasik. Tidak lama kemudian, kawan Heisenberg yaitu Max Born menyadari bahwa metode Heisenberg dalam menghitung kemungkinan transisi antara beda tingkat energi dapat dinyatakan dengan menggunakan konsep matematika matriks.
Pada tahun yang sama, dengan dasar dari hipotesis de Broglie, Erwin Schrödinger mengembangkan persamaan yang menjelaskan perilaku gelombang mekanika kuantum. Model matematika ini, disebut dengan Persamaan Schrödinger, adalah inti dari mekanika kuantum, menjelaskana keadaan diam yang diperbolehkan pada suatu sistem kuantum, dan menjelaskan bagaimana keadaan kuantum suatu sistem fisik berubah terhadap waktu. Gelombangnya sendiri dijelaskan dengan fungsi matematika yang dikenal dengan "fungsi gelombang". Schrödinger mengatakan bahwa fungsi gelombang memberikan "prediksi kemungkinan hasil pengukuran".
Schrödinger dapat menghitung tingkat energi hidrogen dengan memperlakukan elektron atom hidrogen sebagai gelombang klasik, berpindah dalam sebuah sumur potensial listrik yang dibuat proton. Perhitungan ini secara akurat menghitung tingkat energi model Bohr.
Bulan Mei 1926, Schrödinger membuktikan bahwa mekanika matriks Heisenberg dan mekanika gelombang miliknya menghasilkan prediksi yang sama tentang karakteristik dan perilaku elektron; secara matematis, kedua teori memiliki bentuk umum. Namun kedua orang ini tidak setuju pada interpretasi teori lawan masing-masing. Contohnya, Heisenberg menerima prediksi teoretis tentang lompatan elektron antara orbital dalam atom, namun Schrödinger berharap bahwa teori berbasis properti seperti-gelombang kontinu dapat menghindari apa yang ia sebut (dikatakan ulang oleh Wilhelm Wien) "lompatan kuantum yang tidak masuk akal."
Interpretasi Kopenhagen
Bohr, Heisenberg dan lainnya mencoba untuk menjelaskan apa maksud sebenarnya dari hasil eksperimen dan model matematika yang sudah ada. Deskripsi mereka, dikenal dengan interpretasi Kopenhagen untuk mekanika kuantum, bertujuan untuk menjelaskan hakekat realitas yang sedang digali oleh pengukuran dan dijelaskan oleh rumusan matematika mekanika kuantum.
Aturan utama interpretasi Kopenhagen adalah:
Sistem sepenuhnya dijelaskan dengan fungsi gelombang, biasanya dinyatakan dengan huruf Yunani
ψ
{\displaystyle \psi }
("psi"). (Heisenberg)
Bagaimana
ψ
{\displaystyle \psi }
berubah tiap waktu dijelaskan dengan persamaan Schrödinger.
Penjelasan hakikatnya pada dasarnya probabilistik (kemungkinan). Kemungkinan sebuah peristiwa – contohnya, dimana pada layar sebuah partikel tampil pada two slit experiment – itu berhubungan dengan kuadrat nilai absolut amplitudo fungsi gelombangnya. (aturan Born, dari Max Born, yang memberikan arti fisik ke fungsi gelombang pada interpretasi Kopenhagen: amplitudo probabilitas)
Tidak mungkin mengetahui semua nilai dari semua properti sistem pada waktu yang sama; properti yang tidak diketahui dengan presisi harus dijelaskan dengan probabilitas (asas ketidakpastian Heisenberg).
Zat, seperti energi, menunjukkan dualitas gelombang-partikel. Sebuah eksperimen dapat mendemonstrasikan properti seperti-partikel dari zat, atau properti seperti-gelombang; namun tidak bisa keduanya pada saat bersamaan (asas komplementaritas Bohr).
Alat ukurnya pada dasarnya adalah alat klasik, dan mengukur properti klasik seperti posisi dan momentum.
Penjelasan mekanika kuantum sistem besar seharusnya mendekati perkiraan penjelasan klasik (asas korespondensi Bohr dan Heisenberg).
Beberapa konsekuensi asas-asas ini diantaranya berikut ini.
= Asas ketidakpastian
=Misalnya diinginkan untuk mengukur posisi dan kecepatan suatu objek - contohnya mobil melewati radar kecepatan. Dapat diasumsi bahwa mobil memiliki posisi dan kecepatan yang pasti pada saat tertentu. Seberapa akurat nilainya ditentukan dari kualitas alat pengukuran - jika presisi alatnya makin baik, maka ia akan memberikan hasil yang makin mendekati nilai sebenarnya. Dapat diasumsi bahwa kecepatan kendaraan dan dan posisinya dapat didefinisikan secara operasional dan diukur simultan, sepresisi yang diinginkan.
Tahun 1927, Heisenberg membuktikan bahwa asumsi terakhir ini tidak benar. Mekanika kuantum menunjukkan bahwa pasangan properti fisika tertentu, seperti contohnya posisi dan kecepatan, tidak dapat diukur secara simultan, tidak juga didefinisikan dalam hal operasional: semakin presisi satu properti diukur atau didefinisikan dalam hal operasional, maka properti lainnya makin tidak presisi. Pernyataan ini dikenal dengan asas ketidakpastian. Asas ketidakpastian tidak hanya pernyataan tentang akurasi alat pengukuran, tetapi, lebih jauh, tentang hakikat konsep besaran terukur – asumsi bahwa mobil dapat didefinisikan posisi dan kecepatannya secara simultan tidak bisa digunakan pada mekanika kuantum. Pada skala mobil dan orang, ketidakpastian ini dapat diabaikan, tetapi jika berurusan dengan atom dan elektron, pengaruhnya besar.
Heisenberg memberikan ilustrasi, pengukuran posisi dan momentum elektron menggunakan foton cahaya. Dalam mengukur posisi elektron, makin tinggi frekuensi foton, yang makin akurat adalah pengukuran posisi dampak foton pada elektron, tapi distubansi elektron lebih besar. Hal ini karena dari akibat kontak dengan foton, elektron menyerap sejumlah energi acak, menyebabkan pengukuran [[momentum]nya menjadi semakin tak menentu. Dengan foton pada frekuensi lebih rendah, distrubansi (dan ketidakpastian) pada momentum menjadi lebih kecil, tetapi begitu juga akurasi pengukuran posisi dari dampak.
Asas ketidakpastian menunjukkan secara matematis bahwa perkalian ketidakpastian pada posisi dan momentum sebuah partikel (momentum adalah kecepatan x massa) tidak pernah lebih kecil dari nilai tertentu, dan nilai ini berhubungan dengan konstanta Planck.
= Eigenstate dan eigenvalue
=Akibat asas ketidakpastian, pernyataan tentang baik posisi maupun momentum partikel hanya dapat ditentukan dengan probabilitas bahwa posisi atau momentum akan memiliki sejumlah nilai numerik. Maka, sangat penting untuk merumuskan dengan jelas perbedaan antara keadaan seseatu yang tak dapat ditentukan dan keadaan seseatu yang memiliki nilai pasti.
Menurut percobaan Stern-Gerlach, spin atom disekitar sumbu vertikal memiliki 2 eigenstate: atas dan bawah. Sebelum diukur, kita hanya dapat mengatakan bahwa tiap atom individu memiliki probabilitas yang sama untuk ditemukan pada keadaan spin atas atau spin bawah. Proses pengukuran menyebabkan fungsi gelombang berkurang menjadi satu dari 2 keadaan.
Eigenstate spin di sekitar sumbu vertikal bukanlah simultan eigenstate spin di sekitar sumbu horizontal, atom ini memiliki probabilitas yang sama ditemukan memiliki nilai spin di sekitar sumbu horizontal. Pengukuran spin di sekitar sumbu horizontal dapat memungkinkan atom yang tadinya spin atas menjadi spin bawah: pengukuran spin di sekitar sumbu horizontal meniadakan fungsi gelombangnya menjadi salah satu eigenstate pengukuran ini, yang berarti tidak lagi berada pada eigenstate spin di sekitar sumbu vertikal, sehingga nilainya bisa lain.
= Asas pengecualian Pauli
=Tahun 1924, Wolfgang Pauli mengajukan derajat kebebasan kuantum baru (atau bilangan kuantum), dengan 2 kemungkinan nilai, untuk menyelesaikan inkonsistensi antara spektra molekuler teramati dan prediksi mekanika kuantum. Secara khusus, spektrum atom hidrogen memiliki doublet, atau sepasang garis yang bedanya sedikit, dimana hanya satu garis yang diharapkan. Pauli merumuskan asas pengecualiannya ini, menyatakan bahwa "Tidak ada sebuah atom pada keadaan kuantum dimana 2 elektron didalamnya memiliki set bilangan kuantum yang sama."
Setahun kemudian, Uhlenbeck dan Goudsmit mengidentifikasi derajat kebebasan Pauli dengan properti yang disebut spin yang efeknya diamati di percobaan Stern–Gerlach.
= Aplikasinya ke atom hidrogen
=Model atom Bohr secara utamanya adalah seperti planet, dengan elektron mengorbit mengelilingi proton. Namun, asas ketidakpastian mengatakan bahwa elektron tidak memiliki lokasi dan kecepatan yang pasti seperti planet. Namun, elektron dikatakan menempati orbital atom. Sebuah orbital adalah "awan" dari kemungkinan lokasi dimana elektron dapat ditemukan, sebuah distribusi kemungkinan dan bukan lokasi presisi. Tiap orbital adalah 3 dimensi, bukan orbit 2 dimensi, dan sering digambarkan dengan ruang 3 dimensi dimana probabilitasnya 95% menemukan elektron.
Schrödinger dapat menghitung tingkat energi hidrogen dengan memperlakukan elektron atom hidrogen sebagai gelombang, dinyatakan dengan "fungsi gelombang" Ψ, dalam sebuah sumur potensial listrik, V, yang dibuat oleh proton. Penyelesaian persamaan Schrödinger adalah distribusi kemungkinan posisi dan lokasi elektron. Orbital mungkin dapat memiliki range bentuk yang berbeda dalam 3 dimensi. Energi tiap orbital yang beda dapat dihitung, dan secara akurat sama dengan tingkat energi pada model Bohr.
Dalam gambaran Schrödinger, tiap elektron memiliki 4 karakteristik:
Penunjukan "orbital", mengindikasikan apakah gelombang partikel yang satu lebih dekat ke nukleus dengan energi lebih rendah atau lebih jauh ke nukleus dengan energi yang lebih tinggi;
"Bentuk" orbital;
"Kemiringan" orbital, menentukan momen magnetik orbital di sekitar sumbu-z.
"Spin" elektron.
Nama keseluruhan dari properti ini adalah keadaan kuantum elektron. Keadaan kuantum hanya dapat dijelaskan dengan memberikan nomor ke tiap properti; hal ini dinamakan bilangan kuantum elektron. Keadaan kuantum elektron dijelaskan dengan fungsi gelombangnya. Asas ketidakpastian Pauli mengatakan bahwa tidak ada 2 elektron dalam satu atom memiliki nilai yang sama pada keempat properti ini.
Properti pertama yang menjelaskan orbital adalah bilangan kuantum utama, n, yang sama dengan model Bohr. n melambangkan tingkat energi setiap orbital. Nilai dari n adalah bilangan bulat:
n
=
1
,
2
,
3
…
{\displaystyle n=1,2,3\ldots }
Bilangan kuantum berikutnya, bilangan kuantum azimut, dilambangkan l, menjelaskan bentuk orbit. Bentuk ini akibat dari momentum sudut dari orbital. Momentum sudut melambangkan resistensi sebuah benda berputar terhadap akselerasi atau deselerasi dibawah pengaruh gaya luar. Bilangan kuantum azimut melambangkan momentum sudut orbital sebuah elektron disekitar nukleusnya. Nilai yang mungkin untuk l adalah bilangan bulat dari 0 sampai n − 1 (dimana n adalah bilangan kuantum utama elektron):
l
=
0
,
1
,
…
,
n
−
1.
{\displaystyle l=0,1,\ldots ,n-1.}
Bentuk tiap orbital biasanya mengacu ke huruf dan bukan bilangan kuantum azimutnya. Bentuk pertama (l=0) dilambangkan dengan huruf s (diambil dari "sphere" (bola)). Bentuk berikutnya dilambangkan dengan huruf p dan bentuknya seperti dumbbell. Orbital lainnya memiliki bentuk yang lebih kompleks (lihat orbital atom), dan dilambangkan dengan huruf d, f, g, dll.
Bilangan kuantum ketiga, bilangan kuantum magnetik, menjelaskan momen magnetik elektron, dan dilambangkan dengan ml (atau sederhananya m). Nilai yang mungkin untuk ml adalah bilangan bulat dari −l sampai l (dengan l adalah bilangan kuantum azimut dari elektron):
m
l
=
−
l
,
−
(
l
−
1
)
,
…
,
0
,
1
,
…
,
l
.
{\displaystyle m_{l}=-l,-(l-1),\ldots ,0,1,\ldots ,l.}
Bilangan kuantum magnetik mengukur komponen momentum sudut pada arah tertentu. Pemilihan arahnya acak, biasanya arah-z yang dipilih.
Bilangan kuantum keempat, bilangan kuantum spin (berkaitan dengan "orientasi" spin elektron) dilambangkan dengan ms, yang nilainya +½ atau −½.
Kimiawan Linus Pauling menulis, sebagai contoh:
Pada kasus untuk atom helium dengan 2 elektron pada orbital 1s, asas ketidakpastian Pauli mengatakan bahwa kedua elektron berbeda pada nilai salah satu bilangan kuantum. Nilai n, l, dan ml sama. Maka salah satu nilai ms adalah +½ dan elektron lainnya adalah −½."
Bilangan ini meletakkan struktur dasar dan simetri orbital atom, dan cara bagaimana elektron mengisinya, mendorong pengaturan pada tabel periodik. Cara bagaimana orbital atom pada atom berbeda bergabung untuk membentuk orbital molekuler menunjukkan struktur dan kekuatan ikatan kimia antar atom-atom.
Persamaan gelombang Dirac
Tahun 1928, Paul Dirac memperluas Persamaan Pauli yang menjelaskan spinning electron, dihubungkan ke relativitas khusus. Hasilnya adalah teori yang berhubungan dengan peristiwa, seperti kecepatan ketika elektron mengorbit nukleus, mendekati kecepatan cahaya. Dengan menggunakan interaksi elektromagnetik paling sederhana, Dirac dapat memprediksi nilai momen magnetik dihubungkan dengan spin elektron, dan menemukan nilai pengamatan dari eksperimen, dimana nilainya terlalu besar jika dibandingkan dengan bola bermuatan berputar yang dikemukakan di fisika klasik. Ia dapat penyelesaian untuk garis spektrum atom hidrogen, dan untuk menulis ulang dari rumus Sommerfeld untuk fine structure dari spektrum hidrogen.
Persamaan Dirac kadang-kadang menghasilkan nilai negatif untuk energi, dimana kemudian ia mengajukan solusinya: ia mengemukakan adanya antielektron dan vakum dinamis. Ini akan berarah menuju teori medan kuantum.
Elektrodinamika kuantum
Elektrodinamika kuantum adalah nama teori kuantum dari gaya elektromagnetik. Untuk memahaminya diperlukan pemahaman pada elektromagnetisme. Elektromagnetisme dapat disebut "elektrodinamika" karena merupakan interaksi dinamis antara gaya magnet dan listrik. Elektromagnetisme dimulai dengan muatan listrik.
Aplikasi
Aplikasi mekanika kuantum diantaranya laser, transistor, mikroskop elektron, dan Magnetic Resonance Imaging. Sebuah bidang khusus aplikasi mekanika kuantum berhubungan dengan fenomena kuantum makroskopik seperti helium superfluida dan superkonduktor. Studi semikonduktor mengarah ke penemuan dioda dan transistor, komponen yang tak dapat dipisahkan dari elektronika modern.
Meski pada saklar lampu yang sederhana, quantum tunneling sangatlah penting, jika tidak maka elektron pada arus listrik tidak dapat menembus halangan potensial yang terdiri dari lapisan oksida. Chip memori kilat pada USB flash drive juga menggunakan quantum tunnelling, untuk menghapus memori selnya.
Daftar pustaka
Bernstein, Jeremy (2005). "Max Born and the quantum theory". American Journal of Physics. 73 (11): 999. Bibcode:2005AmJPh..73..999B. doi:10.1119/1.2060717.
Beller, Mara (2001). Quantum Dialogue: The Making of a Revolution. University of Chicago Press.
Bohr, Niels (1958). Atomic Physics and Human Knowledge. John Wiley & Sons]. ASIN B00005VGVF. ISBN 0-486-47928-5. OCLC 530611.
de Broglie, Louis (1953). The Revolution in Physics. Noonday Press. LCCN 53010401.
Bronner, Patrick; Strunz, Andreas; Silberhorn, Christine; Meyn, Jan-Peter (2009). "Demonstrating quantum random with single photons". European Journal of Physics. 30 (5): 1189–1200. Bibcode:2009EJPh...30.1189B. doi:10.1088/0143-0807/30/5/026.
Einstein, Albert (1934). Essays in Science. Philosophical Library. ISBN 0-486-47011-3. LCCN 55003947.
Feigl, Herbert; Brodbeck, May (1953). Readings in the Philosophy of Science. Appleton-Century-Crofts. ISBN 0-390-30488-3. LCCN 53006438.
Feynman, Richard P. (1949). "Space-Time Approach to Quantum Electrodynamics" (PDF). Physical Review. 76 (6): 769–789. Bibcode:1949PhRv...76..769F. doi:10.1103/PhysRev.76.769.
Feynman, Richard P. (1990). QED, The Strange Theory of Light and Matter. Penguin Books. ISBN 978-0-14-012505-4.
Fowler, Michael (1999). The Bohr Atom. University of Virginia.
Heisenberg, Werner (1958). Physics and Philosophy. Harper and Brothers. ISBN 0-06-130549-9. LCCN 99010404.
Lakshmibala, S. (2004). "Heisenberg, Matrix Mechanics and the Uncertainty Principle". Resonance-Journal of Science Education. 9 (8): 46–56.
Liboff, Richard L. (1992). Introductory Quantum Mechanics (edisi ke-2nd).
Lindsay, Robert Bruce; Margenau, Henry (1957). Foundations of Physics. Dover. ISBN 0-918024-18-8. LCCN 57014416.
McEvoy, J. P.; Zarate, Oscar (1996). Introducing Quantum Theory. ISBN 1-874166-37-4.
Nave, Carl Rod (2005). "Quantum Physics". HyperPhysics. Georgia State University.
Peat, F. David (2002). From Certainty to Uncertainty: The Story of Science and Ideas in the Twenty-First Century. Joseph Henry Press.
Reichenbach, Hans (1944). Philosophic Foundations of Quantum Mechanics. University of California Press. ISBN 0-486-40459-5. LCCN a44004471.
Schlipp, Paul Arthur (1949). Albert Einstein: Philosopher-Scientist. Tudor Publishing Company. LCCN 50005340.
Scientific American Reader, 1953.
Sears, Francis Weston (1949). Optics (edisi ke-3rd). Addison-Wesley. ISBN 0-19-504601-3. LCCN 51001018.
Shimony, A. (1983). "(title not given in citation)". Foundations of Quantum Mechanics in the Light of New Technology (S. Kamefuchi et al., eds.). Tokyo: Japan Physical Society. hlm. 225. ; cited in: Popescu, Sandu; Daniel Rohrlich (1996). "Action and Passion at a Distance: An Essay in Honor of Professor Abner Shimony". arΧiv:quant-ph/9605004 [quant-ph].
Tavel, Morton; Tavel, Judith (illustrations) (2002). Contemporary physics and the limits of knowledge. Rutgers University Press. ISBN 978-0-8135-3077-2.
Van Vleck, J. H.,1928, "The Correspondence Principle in the Statistical Interpretation of Quantum Mechanics", Proc. Natl. Acad. Sci. 14: 179.
Westmoreland; Benjamin Schumacher (1998). "Quantum Entanglement and the Nonexistence of Superluminal Signals". arΧiv:quant-ph/9801014 [quant-ph].
Wheeler, John Archibald; Feynman, Richard P. (1949). "Classical Electrodynamics in Terms of Direct Interparticle Action". Reviews of Modern Physics. 21 (3): 425–433. Bibcode:1949RvMP...21..425W. doi:10.1103/RevModPhys.21.425.
Wieman, Carl; Perkins, Katherine (2005). "Transforming Physics Education". Physics Today. 58 (11): 36. Bibcode:2005PhT....58k..36W. doi:10.1063/1.2155756.
Catatan
Referensi
Bacaan lebih lanjut
The following titles, all by working physicists, attempt to communicate quantum theory to lay people, using a minimum of technical apparatus.
Jim Al-Khalili (2003) Quantum: A Guide for the Perplexed. Weidenfield & Nicholson. ISBN 978-1780225340
Chester, Marvin (1987) Primer of Quantum Mechanics. John Wiley. ISBN 0-486-42878-8
Brian Cox and Jeff Forshaw (2011) The Quantum Universe. Allen Lane. ISBN 978-1-84614-432-5
Richard Feynman (1985) QED: The Strange Theory of Light and Matter. Princeton University Press. ISBN 0-691-08388-6
Ford, Kenneth (2005) The Quantum World. Harvard Univ. Press. Includes elementary particle physics.
Ghirardi, GianCarlo (2004) Sneaking a Look at God's Cards, Gerald Malsbary, trans. Princeton Univ. Press. The most technical of the works cited here. Passages using algebra, trigonometry, and bra–ket notation can be passed over on a first reading.
Tony Hey and Walters, Patrick (2003) The New Quantum Universe. Cambridge Univ. Press. Includes much about the technologies quantum theory has made possible. ISBN 978-0521564571
Vladimir G. Ivancevic, Tijana T. Ivancevic (2008) Quantum leap: from Dirac and Feynman, across the universe, to human body and mind. World Scientific Publishing Company. Provides an intuitive introduction in non-mathematical terms and an introduction in comparatively basic mathematical terms. ISBN 978-9812819277
N. David Mermin (1990) "Spooky actions at a distance: mysteries of the QT" in his Boojums all the way through. Cambridge Univ. Press: 110–176. The author is a rare physicist who tries to communicate to philosophers and humanists. ISBN 978-0521388801
Roland Omnès (1999) Understanding Quantum Mechanics. Princeton Univ. Press. ISBN 978-0691004358
Victor Stenger (2000) Timeless Reality: Symmetry, Simplicity, and Multiple Universes. Buffalo NY: Prometheus Books. Chpts. 5–8. ISBN 978-1573928595
Martinus Veltman (2003) Facts and Mysteries in Elementary Particle Physics. World Scientific Publishing Company. ISBN 978-9812381491
J. P. McEvoy and Oscar Zarate (2004). Introducing Quantum Theory. Totem Books. ISBN 1-84046-577-8
Pranala luar
"Microscopic World – Introduction to Quantum Mechanics." by Takada, Kenjiro, Emeritus professor at Kyushu University
Quantum Theory. at encyclopedia.com
The spooky quantum Diarsipkan 2011-09-30 di Wayback Machine.
The Quantum Exchange (tutorials and open source learning software).
Atoms and the Periodic Table
Single and double slit interference Diarsipkan 2011-11-25 di Wayback Machine.
Time-Evolution of a Wavepacket in a Square Well An animated demonstration of a wave packet dispersion over time.
Experiments with single photons Diarsipkan 2012-10-27 di Wayback Machine. An introduction into quantum physics with interactive experiments
Carroll, Sean M. "Quantum Mechanics (an embarrassment)". Sixty Symbols. Brady Haran for the University of Nottingham.
Comprehensive animations
Kata Kunci Pencarian:
- Mekanika kuantum
- Pengantar mekanika kuantum
- Bilangan kuantum
- Komputer kuantum
- Bilangan kuantum azimut
- Bilangan kuantum utama
- Teleportasi kuantum
- Keadaan kuantum
- Interpretasi atas mekanika kuantum
- Persamaan Schrödinger