- Source: Perang Bar Kokhba
Perang Bar Kokhba (132-135 M; bahasa Ibrani: מרד בר כוכבא, mered bar kokhba) melawan Kekaisaran Romawi, yang juga dikenal sebagai Perang Yahudi-Romawi Kedua atau Pemberontakan Kedua Yahudi (dari tiga Perang Yahudi-Romawi), adalah pemberontakan besar kedua oleh orang-orang Yahudi dari Iudaea. Sumber-sumber lain menyebutnya Revolusi Ketiga, karena dihitung pula kerusuhan-kerusuhan 115-117, Perang Kitos, yang ditindas oleh Jenderal Quintus Lucius Quietus yang memerintah provinsi ini pada waktu itu.
Latar belakang
Setelah penghancuran Yerusalem pada 70 M sebagai akibat dari gagalnya Perang Besar Yahudi, Sanhedrin di Yamnia (atau Yavne) memberikan bimbingan rohani bagi bangsa Yahudi, baik di Yudea maupun di seluruh diaspora.
Penguasa Romawi mengambil langkah-langkah untuk mengawasi provinsi yang suka memberontak itu. Bukannya menempatkan seorang prokurator, mereka menempatkan seorang praetor sebagai gubernur serta menempatkan pula satu legiun penuh, X Fretensis.
Pada 130 M, Kaisar Hadrianus mengunjungi reruntuhan Yerusalem. Kaisar yang mulanya bersimpati terhadap orang-orang Yahudi itu, menjanjikan untuk membangun kembali kota itu, namun orang-orang Yahudi merasa dikhianati ketika mereka mengetahui bahwa ia bermaksud membangun kembali kota paling suci orang Yahudi ini sebagai sebuah metropolis kafir, dan sebuah kuil kafir yang baru yang akan dibangun di atas Bait Suci Kedua akan dipersembahkan kepada dewa Yupiter.
Satu legiun tambahan, VI Ferrata, ditempatkan di provinsi itu untuk memelihara ketertiban dan pekerjaan yang dilakukan pada 131 M, setelah gubernur Yudea Tineius Rufus melakukan upacara peletakan batu pertama Aelia Capitolina, nama baru yang direncanakan untuk kota itu. "Menggangsir Bait Allah" adalah sebuah pelanggaran keagamaan yang membuat banyak orang Yahudi melakukan perlawanan terhadap penguasa Romawi. Ketegangan-ketegangan semakin meningkat ketika Hadrianus melarang sunat (brit milah), yang olehnya, seorang Helenis fanatik, dipandang sebagai mutilasi. Sebuah mata uang Romawi yang bertulisan Aelia Capitolina dikeluarkan pada 132 M.
Pemberontakan
Rabi Akiba, seorang ahli kitab Yahudi meyakinkan pihak Sanhedrin untuk mendukung pemberontakan yang direncanakan, dan menganggap pemimpin yang terpilih, Simon Bar Kokhba, sebagai Mesias Yahudi, menurut ayat dari Kitab Bilangan 24:17: "bintang terbit dari Yakub". Bar Kokhba dalam bahasa Aram berarti "Putra Bintang".
Pada saat itu, agama Kristen masih merupakan sebuah sekte kecil dari Yudaisme, dan kebanyakan sejarawan percaya bahwa klaim mesianik yang diberikan kepada Bar Kokhba inilah yang mengasingkan banyak orang Kristen yang percaya bahwa Mesias sejati adalah Yesus, dan dengan tajam memperdalam skisma antara Yudaisme dengan orang Kristen-Yahudi. Komunitas Kristen di Yerusalem segera meninggalkan kota itu pada hari menjelang pengepungan Yerusalem pada 70 M.
Para pemimpin mesianik Yahudi dengan cermat merencanakan pemberontakan kedua untuk menghindari berbagai kesalahan yang telah merugikan Pemberontakan Besar Yahudi 60 tahun sebelumnya. Pada tahun 132 M, pemberontakan Bar Kokhba dengan cepat menyebar dari Modi'in di seberang wilayah Yudea, dan memotong jalur mundur pasukan-pasukan pengawal Romawi di Yerusalem.
"Era penebusan Israel"
Sebuah negara Yahudi yang berdaulat dipulihkan selama dua setengah tahun sesudah itu. Administrasi sipil yang fungsional dipimpin oleh Simon Bar Kokhba, yang mengambil gelar Nasi Israel (penguasa atau pangeran Israel). "Era penebusan Israel" diumumkan, kontrak-kontrak ditandatangani dan mata uang dicetak dengan tulisan yang sesuai (sebagian dicetak di atas mata uang perak Romawi).
Rabi Akiba memimpin Sanhedrin. Ritual keagamaan Yahudi dirayakan dan korbanot (penyerahan kurban) dilakukan kembali di altar. Sejumlah upaya dilakukan untuk memulihkan Bait Allah di Yerusalem.
Reaksi Romawi
Pemberontakan ini mengejutkan orang-orang Romawi. Hadrianus memanggil jenderalnya Sextus Julius Severus dari Britania, dan pasukan-pasukan dipanggil bahkan dari tempat-tempat yang jauh seperti Danube. Besarnya pasukan Romawi yang dikerahkan untuk menghadapi kaum pemberontak ini lebih besar daripada yang dipimpin oleh Titus Flavius 60 tahun sebelumnya, nanum korban yang jatuh di pihak Romawi begitu hebat sehingga laporan para jenderal kepada Senat Romawi menghilangkan rumusan yang lazim "Aku dan pasukanku sehat wal'afiat."
Perjuangan ini berlangsung selama 3 tahun hingga akhirnya dihancurkan pada musim panas tahun 135. Setelah kehilangan Yerusalem, Bar Kokhba dan sisa-sisa pasukannya mengundurkan diri ke benteng Betar, yang kemudian juga dikepung. Sejumlah pemberontak terbunuh di sana, sementara yang lain-lainnya menghilang di gua-gua yang berhadapan dengan Laut Mati. Talmud Yerusalem mengatakan bahwa jumlah orang yang terbunuh sangat besar, orang Romawi "terus membunuh sampai hidung kuda mereka tersumbat darah", dan selama 17 tahun sesudahnya, orang Romawi melarang orang Yahudi menguburkan orang-orang yang mati di Betar.
Akibat perang dan awal Diaspora Yahudi yang lainnya
Menurut Cassius Dio, 580.000 orang Yahudi terbunuh, 50 kota benteng dan 985 desa diratakan dengan tanah.
Hadrianus berusaha membasmi Yudaisme, yang dipandangnya sebagai penyebab pemerontakan yang terus-menerus. Ia melarang hukum Taurat, kalender Yahudi dan menghukum mati para ahli Yudaisme. Gulungan suci dibakar dalam sebuah upacara di Gunung Bait Allah. Di bekas tempat kudus Bait Allah, ia menempatkan dua buah patung: patung dewa Yupiter, dan patung dirinya sendiri. Untuk menghapuskan setiap ingatan tentang Yudea, ia menghapus nama itu dari peta dan menggantinya dengan nama "Syria Palaestina", sebagai suatu peringatan yang menghina bagi orang-orang Yahudi akan musuhnya pada zaman kuno, orang-orang Filistin, yang saat itu sudah lama musnah. Ia membangun kembali Yerusalem sebagai sebuah polis Romawi yang bernama Aelia Capitolina, dan orang-orang Yahudi dilarang memasukinya. Belakangan mereka diizinkan meratapi kekalahan mereka yang memalukan setahun sekali pada Tisha B'Av (lihat Tembok Barat, atau 'Tembok Ratapan'). Orang Yahudi tetap tersebar selama hampir dua ribu tahun. Setelah diusirnya orang-orang Yahudi dari Spanyol pada 1492 sebagai akibat dari Inkuisisi Spanyol (juga pada Tisha B'Av), Kerajaan Ottoman yang sedang bangkit menyambut orang-orang Yahudi, dan bersama penaklukannya ke wilayah-wilayah di sekitar Palestina pada 1517, Kerajaan itu, (di bawah Suleiman) mulai mengizinkan orang Yahudi dalam jumlah yang terus bertambah untuk kembali ke 'Palestina'. Orang-orang Yahudi membangun kembali Negara Israel pada 1948. Betar menjadi lambang perlawanan Yahudi.
Para sejarahwan Yahudi modern kini menganggap Perang Bar Kokhba sebagai peristiwa sejarah yang menentukan. Kehancuran hebat dan kematian yang diakibatkan oleh pemberontakan ini telah membuat banyak ahli menetapkan waktu permulaan diaspora Yahudi pada tahun 135, bukan waktu yang dianut secara tradisional yaitu kehancuran Bait Allah pada tahun 70 M. Mereka mencatat bahwa, berbeda dengan keadaan setelah revolusi yang dicatat oleh Yosefus, mayoritas penduduk Yahudi di Yudea dibunuh, dibuang, atau dijual dalam perbudakan, setelah Perang Bar Kokhba dan pimpinan agama dan politik Yahudi ditindas dengan jauh lebih brutal dan total. Setelah pemberontakan itu, kekuasaan Yahudi beralih kepada komunitas Yahudi Babel dan para sarjananya. Yudea tidak akan lagi menjadi pusat keagamaan, budaya, atau kehidupan politik Yahudi lagi hingga masa modern, meskipun orang Yahudi tetap tinggal di sana, dan perkembangan keagamaan yang penting masih terjadi di sana. Yang terpenting adalah tradisi kabala dari kota Safed, di Galilea.
Akhir revolusi yang penuh kehancuran ini juga menyebabkn perubahan-perubahan besar dalam pemikiran keagamaan Yahudi. Mesianisme dijadikan abstrak dan dirohanikan, dan pemikiran politik rabinik menjadi sangat berhati-hati dan konservatif. Talmud, misalnya, menyebut Bar Kokhba sebagai "Ben Kusiba", sebuah istilah menghina yang digunakan untuk menunjukkan bahwa ia adalah Mesias yang palsu. Posisi rabinik yang sangat ambivalen mengenai mesianisme, seperti yang diungkapkan paling terkenal dalam tulsan Rambam (juga dikenal sebagai Maimonides) "Surat kepada Yemen" tampaknya asal usulnya dalam usaha untuk menghadapi trauma dari pemberontakan mesianik yang gagal ini.
Namun pada masa pasca-rabinik, Perang Bar Kokhba menjadi lambang perlawanan nasional yang gagah berani. Kelompok pemuda Betar mengambil namanya dari kubu pertahanan terakhir Bar Kokhba, dan David Ben-Gurion, perdana menteri pertama Israel, mengambil nama Ibraninya dari salah seorang jenderal Bar Kokhba.
Sumber-sumber
Sayangnya, peristiwa-peristiwa ini tidak mempunyai tokoh sejarahwan terkemuka seperti Yosefus Flavius. Sumber-sumber terbaik yang diakui adalah Cassius Dio, Roman History (Buku 69) dan Aelius Spartianus, Life of Hadrian (dalam Sejarah Augustus).
Penemuan Naskah Laut Mati telah menyoroti sejumlah data historis yang baru.
Referensi
Bacaaan lebih lanjut
Yohannan Aharoni & Michael Avi-Yonah, "The MacMillan Bible Atlas", edisi revisi, hlm. 164-165 (1968 & 1977 oleh Carta Ltd.).
Pranala luar
(Inggris)David Pileggi, "The Bar Kochva letters" Diarsipkan 2005-11-20 di Wayback Machine.: penemuan papirus
Kata Kunci Pencarian:
- Perang Bar Kokhba
- Simon bar Kokhba
- Peperangan Romawi–Yahudi
- Wadi Murabba'at
- Gua Surat
- Yudea
- Rabi Akiba
- Sejarah Israel
- Israel
- Simon