- Source: Perjamuan Kudus dalam teologi Kalvinis
Di dalam teologi Kalvinis, Perjamuan Kudus atau Ekaristi adalah sakramen yang mengasupi umat Kristen secara rohani dan meneguhkan persatuan mereka dengan Kristus. Tindakan jasmani-lahiriah sakramen Perjamuan Kudus adalah makan roti dan minum anggur. Pengakuan-pengakuan iman Kalvinis, yang merupakan pernyataan-pernyataan resmi tentang keyakinan-keyakinan yang dianut gereja-gereja Kalvinis, mengajarkan bahwa tubuh dan darah Kristus sungguh-sungguh hadir di dalam sakramen Perjamuan Kudus, tetapi kehadiran tersebut tersampaikan kepada orang-orang percaya secara rohani, bukan lewat tubuh Kristus yang disantap secara jasmani. Doktrin kehadiran nyata Kalvinis kadang-kadang disebut kehadiran nyata mistis, kehadiran nyata rohani, maupun kehadiran pneumatis.
Para teolog aliran Kalvinis terdahulu seperti Yohanes Kalvin dan Hulderikus Zwingli menyanggah ajaran transubstansiasi Gereja Katolik Roma bahwa roti dan anggur Ekaristi berubah menjadi tubuh dan darah Kristus. Mereka mengajarkan bahwa keseluruhan pribadi Kristus, termasuk tubuh dan darahnya, dihadirkan bagi umat Kristen yang ikut makan roti dan minum anggur Perjamuan Kudus dengan beriman. Mereka juga tidak membenarkan ajaran Martin Luther maupun aliran Lutheran bahwa tubuh Kristus secara jasmani disantap dengan mulut dalam sakramen Perjamuan Kudus. Para teolog Kalvinis ortodoks kemudian hari melanggengkan pandangan-pandangan yang mirip dengan ajaran Yohanes Kalvin dan Hulderikus Zwingli. Pada zaman modern, Karl Barth mencetuskan pandangan simbolis bahwasanya sakramen hanya menyampaikan janji-janji Allah, bukannya sungguh-sungguh berfungsi mengaruniakan janji-janji tersebut. Teolog-teolog Kalvinis lainnya tetap mengajarkan pandangan tradisional.
Sejarah
= Latar belakang
=Dari awal kemunculan agama Kristen sampai abad ke-10, teolog-teolog Kristen memandang Ekaristi sebagai keturutsertaan Gereja di dalam pengorbanan Kristus. Kristus dipercaya hadir di dalam Ekaristi, tetapi ada beragam pendapat mengenai bagaimana kehadiran tersebut terlaksana. Para cendekiawan mazhab Antiokhia di Kekaisaran Romawi Timur maupun Hilarius dan Ambrosius di Kekaisaran Romawi Barat mengajarkan pandangan yang bersifat realis, metabolis, atau somatis, bahwasanya roti dan anggur Ekaristi berubah menjadi tubuh dan darah Kristus. Di lain pihak, Agustinus dari Hipo, teolog Gereja Barat pada abad ke-4, berpendirian bahwa Kristus sungguh-sungguh hadir di dalam roti dan anggur Ekaristi, tetapi tidak secara jasmani, karena jasadnya tetap berada di surga. Agustinus percaya bahwa Ekaristi adalah laku-santap rohani yang memungkinkan umat Kristen menjadi bagian dari tubuh Kristus. Teolog-teolog Gereja Barat pada kurun waktu tiga abad sesudah Agustinus tidak menjabarkan bagaimana Kristus hadir di dalam Ekaristi, tetapi menitikberatkan kuasa-mengubah dari sakramen Ekaristi.
Pada abad ke-9, Rabanus Maurus dan Ratramnus juga membela pandangan Agustinus tentang kehadiran nyata yang bersifat nonmetabolis. Pada Abad Pertengahan Madya dan Abad Pertengahan Akhir, pandangan metabolis semakin lama semakin dominan sehingga meredupkan pandangan nonmetabolis, sampai akhirnya pandangan metabolis dianggap sebagai satu-satunya pandangan yang ortodoks. Doktrin transubstansiasi dikembangkan pada Abad Pertengahan Madya untuk menjelaskan perubahan roti dan anggur Ekaristi menjadi tubuh dan darah Kristus. Transubstansiasi adalah keyakinan bahwa roti dan anggur Ekaristi berubah menjadi tubuh dan darah Kristus lewat cara yang hanya dapat dicerna akal budi, tetapi tidak dapat dicerap pancaindra.
= Reformasi Protestan
=Martin Luther, tokoh utama Reformasi Protestan sekaligus pemimpin gerakan Protestan yang kemudian hari disebut aliran Lutheran, menolak doktrin transubstansiasi tetapi tetap percaya bahwa Kristus hadir secara jasmani "di balik tampilan roti dan anggur". Martin Luther berpendirian bahwa perkataan yang diucapkan Kristus pada malam penetapan sakramen Ekaristi, yakni kalimat "inilah tubuhku", dapat dimaknai secara harfiah. Ia percaya bahwa setiap orang yang makan dan minum dalam perayaan Ekaristi (disebut "Perjamuan Kudus" oleh umat Protestan) secara lahiriah menyantap tubuh Kristus dan meminum darahnya, bagaimana pun keadaan imannya.
Hulderikus Zwingli, teolog pertama aliran Kalvinis, juga menolak pandangan transubstansiasi, tetapi juga tidak sependapat dengan Martin Luther, karena ia berpendirian bahwa tubuh Kristus tidak hadir secara jasmani di dalam Ekaristi. Hulderikus Zwingli percaya bahwa pribadi Kristus yang seutuhnya (jasad maupun roh) dihadirkan kepada orang-orang percaya di dalam Perjamuan Kudus, tetapi bukan lewat cara tubuh Kristus disantap dengan mulut. Pandangan ini disebut "kehadiran nyata mistis", maksudnya orang-orang yang turut makan roti dan minum anggur Perjamuan Kudus mengalami kehadiran Allah secara langsung. Sebutan lainnya adalah "kehadiran nyata rohani", karena Kristus hadir melalui rohnya. Hulderikus Zwingli juga tidak percaya kalau sakramen Ekaristi sungguh-sungguh memberi kasih karunia, tetapi tanda-tanda lahiriah roti dan anggur adalah bukti nyata kasih karunia Allah dan menggugah kenangan akan wafat Kristus.
Yohanes Kalvin, salah seorang teolog Kalvinis terdahulu yang sangat berpengaruh, percaya bahwa Perjamuan Kudus memberi makan umat Kristen dengan santapan rohani berupa persatuan dengan Kristus. Ia percaya bahwa di dalam Perjamuan Kudus, umat Kristen menyantap tubuh Kristus, yang ia pahami sebagai mukjizat yang tak terjelaskan. Yohanes Kalvin mengajarkan bahwa Perjamuan Kudus meneguhkan janji-janji yang disampaikan kepada umat Kristen lewat pemberitaan Injil. Bagi Yohanes Kalvin, Perjamuan Kudus bertujuan menggugah hati orang untuk memuji Allah dan mengasihi sesama. Ia percaya bahwa umat Kristen perlu mengambil bagian dalam kemanusiaan Kristus di dalam Perjamuan Kudus maupun mengambil bagian dalam rohnya, dan bahwasanya roti dan anggur sungguh-sungguh menghadirkan, bukan sekadar melambangkan atau mewakili, tubuh dan darah Kristus. Yohanes Kalvin membicarakan penyampaian yang berlangsung di dalam Perjamuan Kudus sebagai sesuatu yang bersifat rohani, dalam arti bersumber dari Roh Kudus. Ajaran Yohanes Kalvin tentang Perjamuan Kudus diikuti banyak tokoh lain di dalam aliran Kalvinis, antara lain Martinus Bucer dan Petrus Martir Vermigli. Sama dengan Hulderikus Zwingli dan bertolak belakang dari Martin Luther, Yohanes Kalvin tidak percaya bahwa Kristus hadir secara jasmani di dalam roti dan anggur Ekaristi. Ia mengajarkan bahwa Kristus tetap berada di surga, dan orang-orang percaya bersekutu dengan Kristus di dalam Perjamuan Kudus karena diangkat kepada Kristus, bukan karena Kristus turun mendapati mereka. Yohanes Kalvin percaya bahwa roti dan anggur Perjamuan Kudus dipakai Allah sebagai sarana penyampai janji-janji yang dilambangkan roti dan anggur tersebut. Pandangan ini disebut instrumentalisme simbolis.
Henrikus Bullinger, pengganti Hulderikus Zwingli, melangkah lebih jauh daripada pendahulunya itu dengan mengajarkan bahwa ada kesatuan antara sakramen Perjamuan Kudus dan kasih karunia yang tersimbolisasi di dalam roti dan anggur. Pandangan Henrikus Bullinger tidak identik dengan pandangan Yohanes Kalvin karena ia tidak memandang sakramen-sakramen penting artinya dalam penyampaian kasih karunia. Pandangan Henrikus Bullinger kemudian hari disebut "paralelisme simbolis", karena tindakan menyantap Kristus secara batiniah dipercaya terjadi bersamaan dengan tindakah makan roti dan minum anggur secara lahiriah, tetapi tidak ada hubungan sebab-akibat di antara keduanya.
Pengakuan-pengakuan iman Kalvinis, yakni pernyataan-pernyataan resmi tentang keyakinan-keyakinan yang dianut gereja-gereja Kalvinis, mengikuti pandangan yang mengatakan bahwa Kristus sungguh-sungguh hadir di dalam Perjamuan Kudus. Ada yang sehaluan dengan Yohanes Kalvin dengan percaya bahwa tanda-tanda lahiriah roti dan anggur penting artinya dalam penyampaian kasih karunia, dan ada pula yang sehaluan dengan pandangan paralelisme simbolis dari Henrikus Bullinger. Beberapa jemaat Kalvinis penutur bahasa Jerman tampaknya ragu-ragu menganggap sakramen sebagai sarana penyampai kasih karunia, tetapi semuanya berpendirian bahwa ada kesatuan antara tanda-tanda lahiriah sakramen Perjamuan Kudus dengan kasih karunia batiniah yang dilambangkannya. Para teolog Kalvinis ortodoks juga mempertahankan keyakinan akan kehadiran nyata Kristus di dalam Perjamuan Kudus, sembari memungkiri ajaran Lutheran bahwa tubuh Kristus hadir secara lokal.
= Zaman Modern
=Bagi Friedrich Schleiermacher, teolog Kalvinis abad ke-18 yang berpengaruh, pendirian-pendirian Kalvinis tentang kehadiran Kristus di dalam Ekaristi semuanya bermasalah, dan berharap akan ada upaya untuk merumuskan suatu penjelasan baru mengenai doktrin ini. Friedrich Schleiermacher menitikberatkan fungsi Perjamuan Kudus sebagai peneguh persatuan umat Kristen dengan Kristus maupun persatuan antarsesama umat Kristen.
Pada abad ke-19, doktrin Perjamuan Kudus menjadi pokok kontroversi di antara John Williamson Nevin dan Charles Hodge, dua orang teolog Kalvinis Amerika. John Nevin, yang dipengaruhi teolog Lutheran Jerman, Isaak August Dorner, mengemukakan di dalam tulisannya bahwa melalui Perjamuan Kudus, umat Kristen secara mistis dipersatukan dengan pribadi Kristus yang seutuhnya, dan bahwa persatuan ini terjadi melalui tubuh Kristus. Charles Hodge menganggap John Nevin menitikberatkan gagasan persatuan mistis secara berlebihan. Ia berpendapat bahwa apabila umat Kristen dikatakan bersekutu dengan Kristus di dalam Perjamuan Kudus, maksudnya adalah jasa Kristus sebagai kurban penebus dosa-dosa mereka, bukan persatuan mistis dengan tubuh Kristus. Charles Hodge juga mengajarkan bahwa tidak ada apa pun yang disampaikan di dalam Perjamuan Kudus yang tidak disampaikan di dalam pewartaan firman Allah. Umat Presbiterian Amerika pada umumnya sependapat dengan Charles Hodge. Para kongregasionalis Kalvinis abad ke-19 yang mengikuti ajaran teologi New England pada umumnya menganut pandangan memorialisme simbolis tentang Perjamuan Kudus.
Karl Barth, teolog Kalvinis abad ke-20, tidak mengikuti keyakinan aliran Kalvinis bahwa sakramen-sakramen dipakai Allah sebagai sarana-sarana kasih karunia. Ia justru menganggap Perjamuan Kudus murni bersifat simbolis dan berfungsi mewartakan janji-janji Allah. Pandangan Karl Barth ini disebut memorialisme simbolis karena Karl Barth menganggap sakramen-sakramen berfungsi sebagai peringatan wafat Kristus. Donald Baillie, teolog Kalvinis abad ke-20 lainnya, berpendirian mirip Yohanes Kalvin. Donald Baillie mengemukakan bahwa meskipun Allah itu mahahadir, Ia hadir lewat cara yang istimewa di dalam Perjamuan Kudus karena Ia hadir lantaran iman dari orang-orang percaya. Kehadiran Kristus bahkan lebih nyata bagi orang-orang percaya di dalam Perjamuan Kudus ketimbang di dalam realitas fisik.
Makna
Di dalam pengakuan-pengakuan iman Kalvinis, Perjamuan Kudus adalah perjamuan santapan rohani. Makan tubuh dan minum darah Kristus di dalam sakramen Perjamuan Kudus dipercaya menguatkan umat Kristen secara rohani. Orang-orang percaya sudah mengimani bahwa mereka bersatu dengan Kristus, tetapi Perjamuan Kudus berguna memperdalam dan memperkuat persatuan itu. Perjamuan Kudus juga adalah cara memperingati serta mewartakan wafat dan kebangkitan Kristus. Orang-orang yang menghadiri Perjamuan Kudus hendaknya mengungkapkan rasa syukur dan memuji Allah atas kematian-Nya maupun buah-buah kematian-Nya. Perjamuan Kudus dipercaya meneguhkan keyakinan umat Kristen akan keselamatan mereka dan persatuan mereka dengan Kristus, yang sudah dikaruniakan kepada mereka di dalam pewartaan kabar baik. Perjamuan Kudus juga dipercaya mempererat persatuan antarsesama umat Kristen. Perjamuan Kudus mengimbau umat Kristen untuk mengasihi dan taat kepada Kristus, serta hidup berdampingan dengan rukun.
Pengakuan-pengakuan iman Kalvinis menolak ajaran Gereja Katolik bahwa Ekaristi adalah korban pendamaian, atau korban yang dipersembahkan untuk meredakan murka Allah dan beroleh pengampunan dosa. Pengakuan-pengakuan iman Kalvinis sebaliknya mengajarkan bahwa tubuh Kristus hanya diterima, bukan dipersembahkan kembali kepada Allah sebagai korban. Pengakuan-pengakuan iman Kalvinis kadang-kadang memang menyebut Perjamuan Kudus sebagai korban pengucapan syukur atas anugerah pendamaian yang sudah diterima. Pada abad ke-20, teolog Kalvinis Skotlandia, Thomas F. Torrance, mengembangkan doktrin korban Ekaristi. Ia berpendapat bahwa pribadi Kristus tidak dapat dipisahkan dari karya penebusannya, dan bahwa Ekaristi menghubungkan orang-orang percaya dengan wafat-pengorbanan Kristus.
Di dalam gereja-gereja Kalvinis, hanya orang-orang beriman Kristen saja yang dibenarkan mengambil bagian dalam Perjamuan Kudus. Selain itu, orang-orang yang hendak mengambil bagian dianjurkan untuk memeriksa batin dan mempersiapkan diri untuk menerima sakramen Perjamuan Kudus, antara lain dengan memastikan apakah yang bersangkutan menginsafi keberdosaannya dan memiliki iman kepada Kristus agar diampuni dosa-dosanya. Umat Kristen dapat saja meragukan keselamatan mereka, tetapi setidaknya sadar akan dosa yang sudah mereka perbuat dan memiliki kehendak untuk beriman.
Kehadiran Kristus
Pengakuan-pengakuan iman Kalvinis mengajarkan bahwa tubuh sejati dan darah sejati Kristus sungguh-sungguh hadir dalam Perjamuan Kudus. Sehubungan dengan apa yang diterima orang-orang percaya di dalam Perjamuan Kudus, aliran Kalvinis tidak sependapat dengan Gereja Katolik maupun aliran Lutheran. Pengakuan-pengakuan iman Kalvinis mengajarkan bahwa orang-orang yang turut mengambil bagian dalam Perjamuan Kudus, sebagaimana yang dinyatakan di dalam Pengakuan Iman Belgika, turut mengambil bagian dalam "tubuh alami Kristus yang sesungguhnya dan darah Kristus yang sesungguhnya". Meskipun demikian, pengakuan-pengakuan iman Kalvinis memungkiri penjelasan Lutheran dan Katolik berkenaan dengan tindakan makan roti dan minum anggur Perjamuan Kudus. Berbeda dari Gereja Katolik, pengakuan-pengakuan iman Kalvinis mengajarkan bahwa roti dan anggur Perjamuan Kudus tidak berubah menjadi tubuh dan darah Kristus (transubstansiasi). Berbeda dari aliran Lutheran, pengakuan-pengakuan iman Kalvinis tidak mengajarkan bahwa orang-orang yang mengambil bagian dalam Perjamuan Kudus secara jasmani makan tubuh dan minum darah Kristus dengan mulut mereka (bahasa Latin: manducatio oralis). Pengakuan-pengakuan iman Kalvinis justru mengajarkan bahwa di dalam Perjamuan Kudus, Kristus hadir dalam keseluruhan kodratnya (ilahi sekaligus insani), dan disantap orang-orang percaya secara rohani (bahasa Latin: manducatio spiritualis). Tubuh dan darah Kristus tetap merupakan unsur-unsur jasmani, tetapi disampaikan secara rohani kepada orang-orang yang mengambil bagian dalam Perjamuan Kudus.
Baca juga
Resepsionisme
Pembaptisan dalam teologi Kalvinis
Rujukan
Kepustakaan
Ayres, Lewis; Humphries, Thomas (2015). "Augustine and the West to ad 650". Dalam Boersma, Hans; Levering, Matthew. Oxford Handbook of Sacramental Theology. Oxford: Oxford University Press. hlm. 156–169. doi:10.1093/oxfordhb/9780199659067.013.6. ISBN 978-0-19-965906-7.
Gerrish, B. A. (July 1966). "The Lord's Supper in the Reformed Confessions". Theology Today. 23 (2): 224–243. doi:10.1177/004057366602300208.
Holifield, E. Brooks (2015). "Sacramental Theology in America: Seventeenth–Nineteenth Centuries". Dalam Boersma, Hans; Levering, Matthew. Oxford Handbook of Sacramental Theology. Oxford: Oxford University Press. hlm. 380–395. doi:10.1093/oxfordhb/9780199659067.013.24. ISBN 978-0-19-965906-7.
Horton, Michael S. (2008). People and Place: A Covenant Ecclesiology. Louisville, Kentucky: Westminster John Knox. ISBN 978-0-664-23071-5.
Hunsinger, George (2015). "The Lord's Supper in Twentieth-Century and Contemporary Protestant Theology". Dalam Boersma, Hans; Levering, Matthew. Oxford Handbook of Sacramental Theology. Oxford: Oxford University Press. hlm. 410–416. doi:10.1093/oxfordhb/9780199659067.013.4. ISBN 978-0-19-965906-7.
Letham, Robert (2001). The Lord's Supper: Eternal Word in Broken Bread. Phillipsburg, New Jersey: P&R. ISBN 978-0-87552-202-9.
Levy, Ian Christopher (2015). "The Eucharist in the Fourteenth and Fifteenth Centuries". Dalam Boursma, Hans; Levering, Matthew. The Oxford Handbook of Sacramental Theology. Oxford: Oxford University Press. doi:10.1093/oxfordhb/9780199659067.013.1. ISBN 978-0-19-965906-7.
Mentzer, Raymond A. (2013). "Reformed Liturgical Practices". Dalam Wandel, Lee Palmer. A Companion to the Eucharist in the Reformation. Brill's Companions to the Christian Tradition. 46. Leiden, Negeri Belanda: Brill. hlm. 231–250. doi:10.1163/9789004260177_013. ISBN 978-90-04-26017-7.
Opitz, Peter (2016). "Huldrych Zwingli". Dalam Nimmo, Paul T.; Fergusson, David A. S. The Cambridge Companion to Reformed Theology. New York: Cambridge University Press. ISBN 978-1-107-02722-0.
Riggs, John (2015). The Lord's Supper in the Reformed Tradition. Louisville, Kentucky: Westminster John Knox. ISBN 978-0-664-26019-4.
Rohls, Jan (1998) [1987]. Theologie reformierter Bekenntnisschriften [Reformed Confessions: Theology from Zurich to Barmen] (dalam bahasa Jerman). Diterjemahkan John Hoffmeyer. Louisville, Kentucky: Westminster John Knox. ISBN 0-664-22078-9.
Swain, Scott R. (2015). "Lutheran and Reformed Sacramental Theology: Seventeenth–Nineteenth Centuries". Dalam Boursma, Hans; Levering, Matthew. The Oxford Handbook of Sacramental Theology. Oxford: Oxford University Press. doi:10.1093/oxfordhb/9780199659067.013.16. ISBN 978-0-19-965906-7.
Venema, Cornelius P. (2001). "The Doctrine of the Lord's Supper in the Reformed Confessions" (PDF). Mid-America Theological Journal. 12: 135–199.
Yelton, Jeff (2019). Wine in the Lord's Supper: in which it is proved from the Holy Scriptures and plain reason that true wine, the fermented juice of grapes, should be used in the sacrament.
Kata Kunci Pencarian:
- Perjamuan Kudus dalam teologi Kalvinis
- Perjamuan Kudus
- Calvinisme
- Protestanisme
- Gereja Lutheran
- Hosti
- Teologi Yohanes Calvin
- Kekristenan
- Sakramen Ekaristi (Gereja Katolik)
- Petrus Martir Vermigli