- Source: Raja Junjungan Lubis
Raja Junjungan Lubis (21 Agustus 1906 – 14 Juli 1988) adalah seorang tokoh masyarakat dan Politikus Mandailing Sumatra Indonesia yang pernah berjasa menjadi Bupati Batanggadis, Bupati Tapanuli Tengah, Wali Kota Sibolga, Gubernur Sumatera Utara, dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat. Ia terlahir dari Kedua orang tua bernama Nama Ayah : Sutan Naga Bosar Lubis ; Nama Ibu : Siti Habsyah Matondang. Pada masa kecil ia bernama : Parluhutan Lubis, Nama Keluarga : Lubis Singasoro, Nama Panggilan : Raja Junjungan, Nama Trah Keluarga : Lubis.
Kehidupan awal
Raja Junjungan Lubis lahir pada 21 Agustus 1906 di kota Huta Godang, Onderafdeeling Mandailing en Natal, Afdeeling Padangsidempuan, Karesidenan Tapanuli, Hindia Belanda. Ia memulai pendidikannya di Hollandsch-Inlandsche School (sekolah Belanda untuk penduduk pribumi), dan lulus pada tahun 1919. Ia melanjutkan studinya di Opleiding School Voor Inlandsche Ambtenaren (Sekolah Pelatihan Untuk Pegawai Negeri Sipil Pribumi), dan lulus pada tahun 1924.
Karier
Raja Junjungan Lubis memulai kariernya sebagai kepala desa Ulu Pungkut di Huta Godang dari tahun 1924 hingga 1945. Selama periode ini, ia juga ikut serta dalam hal-hal yang berkaitan dengan tradisi Tapanuli. Ia menjadi ketua Bona Bulu Sahat (Kampung Halaman Kami), sebuah lembaga adat, pada tahun 1939. Ia juga bergabung dengan Kerapatan Adat Tapanuli (Lembaga Adat Tapanuli) pada tahun 1941 sebagai ketuanya, dan pada tahun yang sama ia juga bergabung dengan Komisi Adat Tapanuli di Padangsidempuan sebagai anggota pusat.
Pada masa pendudukan Jepang di Hindia Belanda, Raja Junjungan Lubis diangkat sebagai ketua Dewan Pertahanan Daerah Mandailing Natal pada tahun 1943. Pada tahun 1945, ia diangkat sebagai Ketua Hokokai cabang Mandailing Natal, sebuah organisasi berorientasi Jepang. Pada tahun yang sama, ia diangkat menjadi anggota Syu Sangi Kai (dewan penasihat) Tapanuli. Kemudian, ia dipromosikan dan menjadi Asisten Residen Mandailing Natal, jabatan tertinggi di Mandailing Natal.
Setelah Jepang menyerah pada 15 Agustus 1945 dan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945, pada 24 Agustus 1945, pasukan Jepang di Mandailing Natal menyatakan bahwa Perang Dunia II telah berakhir. Meski Jepang tidak menyebutkan rujukan proklamasi kemerdekaan, beberapa orang di Mandailing Natal mulai menyebarkan rumor tentang proklamasi tersebut setelah kembalinya seorang anggota Heiho dari Jawa. Raja Junjungan Lubis, sebagai pejabat nomor satu di Mandailing Natal, memutuskan membentuk badan untuk menyelidiki kebenaran rumor tersebut pada 8 September 1945. Hamzah Lubis diutus oleh Junjungan Lubis ke Bukittinggi untuk menemui M. Syafei dan Adinegoro tentang kebenaran rumor tersebut. Ayub Sulaeman, Sekretaris Kota Padangsidempuan, mendapat telegram dari Adnan Kapau Gani soal proklamasi tersebut. Hamzah Lubis akan kembali pada 12 September 1945 dengan membawa salinan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia, Undang-Undang tentang Komite Nasional Indonesia, dan teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.
Raja Junjungan Lubis, selaku Ketua Dewan Pertahanan Daerah Mandailing Natal, mengundang anggota Dewan lainnya untuk membahas cara terbaik mengumumkan proklamasi kepada masyarakat dan mengesahkan undang-undang tentang Komite Nasional Indonesia. Diputuskan bahwa teks proklamasi akan disalin dan disebarkan ke seluruh Mandailing Natal. Untuk melaksanakan keputusan ini, para pemuda anggota dewan ditugasi untuk menyebarkan teks dengan bersepeda atau berjalan kaki. Keputusan lainnya adalah menggelar rapat massa untuk mengumumkan proklamasi langsung kepada masyarakat. Pasukan Jepang berusaha mencegah pertemuan massal ini, tetapi gagal. Pada tanggal 3 Oktober 1945, akhirnya diadakan rapat massal yang dihadiri oleh masyarakat Mandailing Natal dari kota dan desa. Usai rapat massa, Dewan Pertahanan Daerah diubah menjadi Pemuda Republik Indonesia.
Usai mengumumkan proklamasi, pemerintah Mandailing Natal ditugaskan membentuk Komite Nasional Indonesia. Setelah melalui musyawarah, pemerintah memutuskan pembentukan Panitia Nasional Indonesia harus dilaksanakan di ibu kota Tapanuli, Tarutung. Sebagian besar tokoh Tapanuli, seperti Ferdinand Lumban Tobing, Abdul Hakim Harahap, dan Sutan Naga, sudah berada di Tarutung, sehingga pemerintah Mandailing Natal memutuskan untuk mengirimkan utusan ke Tapanuli. Junjungan Lubis ditunjuk sebagai delegasi Mandailing Natal.
Pada 12 September 1945, Raja Junjungan Lubis, Kari Oesman, dan Fachruddin Nasution diberangkatkan dari Padangsidempuan ke Tarutung. Junjungan Lubis bersama delegasi lainnya menunjuk Abdul Hakim Harahap sebagai formatur Komite Nasional Indonesia Tapanuli. Raja Junjungan Lubis menjadi anggota Komite Nasional Indonesia Tapanuli.
Pada masa Revolusi Nasional Indonesia, Raja Junjungan Lubis diangkat sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat Sumatera mewakili Tapanuli. Dewan Perwakilan Rakyat dilantik pada 17 April 1946, dan dibubarkan setelah anggota Dewan Perwakilan Rakyat Sumatera Utara dibentuk pada 13 Desember 1948. Raja Junjungan Lubis juga merangkap jabatan sebagai Bupati Batanggadis sejak 30 Agustus 1947 hingga 12 Desember 1949. Ia juga diangkat sebagai Kepala Staf Urusan Sipil pada tahun 1949, dan pada 16 Agustus 1949 diangkat sebagai koordinator urusan sipil di Tapanuli. Setelah mengundurkan diri sebagai Bupati Batanggadis, jabatannya digantikan oleh Fachruddin Nasution, dan menjadi Wakil Gubernur Militer Tapanuli dan Sumatera Timur. Sebagai wakil gubernur, dia terlibat dalam perundingan antara Belanda dan Indonesia dan terlibat dalam penyelesaian konflik antara pejuang nakal di Sumatera Utara.
Setelah Revolusi Nasional Indonesia berakhir, Raja Junjungan Lubis diangkat oleh Gubernur Sumatera Utara sebagai Bupati Tapanuli Selatan — terdiri dari Angkola Sipirok, Padang Lawas, Mandailing Natal — pada tahun 1951. Selama masa jabatannya, ia membuat 6 kecamatan baru di Tapanuli Selatan. Pada tanggal 1 Februari 1954, dia dipindahkan oleh Gubernur Sutan Mohammad Amin Nasution ke Tapanuli Tengah, dan menjadi Bupati Tapanuli Tengah. Sebagai Bupati Tapanuli Tengah, ia juga merangkap jabatan sebagai Wali Kota Sibolga — ibu kota Tapanuli Tengah — pada tanggal 11 Februari 1954. Ia mengundurkan diri sebagai Wali Kota Sibolga pada 31 Desember 1957, dan mengundurkan diri sebagai Bupati Tapanuli Tengah pada 1 Agustus 1958.
Sebagai Gubernur Sumatera Utara
Pada tanggal 1 April 1960, Raja Junjungan Lubis dilantik menjadi Gubernur Sumatera Utara menggantikan Zainal Abidin.
Selama masa jabatannya, kelompok separatis Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) secara resmi menyerah di Sumatera Utara. Upacara penyerahan prajurit PRRI digelar di Padang Lawas. Upacara dipimpin oleh Kolonel Abdul Manaf Lubis dari TNI Angkatan Darat dan Kapten Hasibuan dari PRRI. Upacara tersebut dihadiri oleh Lubis dan Karnadi, Kepala Kepolisian Sumatera Utara.
Karena Raja Junjungan Lubis secara politik independen, Raja Junjungan Lubis ditentang oleh Partai Komunis Indonesia.(PKI) Partai tersebut menggelar aksi unjuk rasa dan demonstrasi untuk memberhentikan pegawai sipil non-kiri dan aparat pemerintah. Demonstrasi dan demonstrasi tersebut berujung pada demonstrasi untuk menggulingkan Raja Junjungan Lubis dari jabatannya. Seiring demonstrasi semakin besar, pemerintah pusat mengambil tindakan dengan memberhentikan secara hormat Raja Junjungan Lubis dari jabatannya pada 25 April 1963. Ia digantikan oleh penjabat gubernur Eny Karim.
Kehidupan selanjutnya
Pada 28 Oktober 1971, Raja Junjungan Lubis dilantik menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat mewakili Tapanuli Selatan. Masa jabatan dewan berakhir pada 1 Oktober 1977.
Peninggalan
Cucu Raja Junjungan Lubis, Rinaldo Basrah Lubis, bersama Cucu Raja Junjungan Lubis, Ashwin Pulungan (dari Ibu Hj.Lumongga Lubis) bersama Juara Lubis (dari papa Efman Lubis) dan Zulfi Harahap (dari Ibu Tapi Nyala Lubis) bersama semua keluarga meminta kepada Gubernur Sumatera Utara Edy Rahmayadi agar makam Junjungan Lubis direvitalisasi dan direstorasi. Rahmayadi mengaku telah berkonsultasi dengan pakar pariwisata untuk menjadikan makam tersebut sebagai situs pusaka. Termasuk mengusulkan agar PEMDA SUMUT untuk melakukan renovasi Rumah Bagas Godang Raja Junjungan Lubis di Huta Godang berikut kelengkapannya berupa peninggalan leluhur berbagai bentuk senjata senjata perang dan pertahanan diri seperti banyak jenis tombak beragam bentuk dan banyak pedang aneka bentuk serta buku buku tulisan tangan keluarga berisi ragam pesan pesan leluhur dari pusaka garis turunan trah Raja Junjungan Lubis yang pernah ikut berjuang dalam menentang serta melawan penjajahan Belanda.
Kehidupan religius
Raja Junjungan Lubis adalah seorang Muslim yang taat. Edy Rahmayadi mengatakan bahwa Raja Junjungan Lubis adalah salah satu tokoh yang menyebarkan dan mengembangkan Islam di Tapanuli Selatan.
Penghargaan
= Medali
=Medali Peringatan Perjuangan Kemerdekaan
Medali Pelayanan Panjang Sipil, Kelas 2
Medali Sapta Marga
= Lainnya
=Penghargaan dari pemerintah atas keberhasilan pelaksanaan sensus di Sumatera Utara (1960)
Surat penghargaan dari Komandan Antar Daerah Sumatera (1970)
Gelar Veteran Pejuang Kemerdekaan dari Menteri Pertahanan dan Keamanan (1981)
Sertifikat penghargaan dari Ketua Dewan Pengurus Golkar karena memenangkan Golkar dalam pemilihan umum legislatif Indonesia 1982 (1982)
Sumber:
Catatan
Rujukan
Bibliografi
General Elections Institution (1972), Riwayat Hidup Anggota-Anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat Hasil Pemilihan Umum 1971, Jakarta: General Elections Institution
Tuk Wan Haria, Muhammad (2006), Gubernur Sumatera dan Para Gubernur Sumatera Utara [Governor of Sumatra and Governors of North Sumatra], Medan: Library and Regional Archives Bureau of North Sumatra, ISBN 9789791521208
Tim Penyusun (1984), Sejarah Perjuangan Mobile Brigade Kepolisian R.I. Sumatera Utara/Aceh Tahun 1945—1961 [History of the Mobile Brigade of the North Sumatra/Aceh Indonesian Police from 1945—1961], Medan: Yayasan Penampungan Pejuang Polri Sumatera Utara
Information Bureau of North Sumatra (1953), Republik Indonesia: Propinsi Sumatera Utara, Medan: Ministry of Information
Soeyono, Nana Nurliana (1983), Dr. Ferdinand Lumban Tobing, Jakarta: Ministry of Education and Culture
Sipahutar, Evi Nenta (2012), FUNGSI DAN STRUKTUR TARI ANAK YANG DIIRINGI MUSIK SIKAMBANG DALAM UPACARA ADAT PERKAWINAN MASYARAKAT PESISIR SIBOLGA TAPANULI TENGAH DI KECAMATAN SIBOLGA KOTA [Function and Structure of Children's Dance Accompanied by Sikambang Music in the Traditional Wedding Ceremony of the Coastal Sibolga Populace, Central Tapanuli, in the Urban Sibolga Subdistrict] (PDF), Medan: University of North Sumatra, diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2020-07-16, diakses tanggal 2020-12-02
Tim Penyusun (1976), Sumatera Utara membangun, 1, Medan: Pemerintah Daerah Sumatera Utara
Kata Kunci Pencarian:
- Raja Junjungan Lubis
- Lubis
- Daftar Bupati Tapanuli Selatan
- Daftar Bupati Tapanuli Tengah
- Daftar Wakil Gubernur Sumatera Utara
- Radjamin Purba
- Ulung Sitepu
- Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Tapanuli Tengah
- Sia Marinus Simanjuntak
- Rakutta Sembiring Brahmana
- Raja Junjungan Lubis
- 1963 North Sumatra gubernatorial election
- List of governors of North Sumatra
- Radjamin Purba
- Zainal Abidin (governor)
- Eny Karim
- List of vice governors of North Sumatra
- Ulung Sitepu