- Source: Ratu Prabu Energi
PT Ratu Prabu Energi Tbk adalah sebuah perusahaan publik di Indonesia (IDX: ARTI) yang bergerak sebagai perusahaan investasi, terutama di perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang minyak dan gas bumi, ditambah jasa lainnya seperti penyewaan properti. Berkantor pusat di Ratu Prabu 1 Building, Jl. T.B. Simatupang, Cilandak, Jakarta Selatan, perusahaan ini tercatat sempat mengganti nama dan bidang usaha yang digelutinya sejak awal berdiri.
Manajemen
Komisaris Utama: Derek Maras
Komisaris Independen: Andi Sangkala
Direktur Utama: Burhanuddin Bur Maras
Direktur: Gregory Maras
Direktur: Gemilang Zaharin
Kepemilikan
PT Ratu Prabu: 33,06%
Dana Pensiun Bukit Asam: 9,38%
Publik: 57,57%
Anak usaha
PT Lekom Maras
Lekom Maras Pengabuan Inc.
PT Ratu Prabu Tiga
PT Bangadua Petroleum (45%)
PT Ratu Prabu Tiga bergerak di bidang properti, sementara anak-anak usaha lainnya bergerak di bidang migas. Dari semua usaha itu, hanya PT Lekom Maras yang aktif beroperasi. Lekom Maras bergerak pada jasa konsultasi dan tenaga teknis dan penyewaan peralatan berat seperti rig, workover untuk pengeboran migas.
Sejarah
= Arona Binasejati
=Perusahaan ini didirikan dengan nama PT Arona Binasejati pada 31 Maret 1993 dan mulai beroperasi pada tahun 1996. Arona merupakan sebuah perusahaan furnitur outdoor kayu dengan tujuan ekspor pasar Kanada dan Belanda. Kemudian, sejak pertengahan 2002, Arona memperluas usahanya dengan menargetkan berbagai negara di Asia, Amerika dan Australia seiring diversifikasi bahan bakunya dari pohon karet dan pinus. Bisnis perusahaan kemudian juga dialihkan ke PT Arona Sejati Wood Industry, yang menjadi anak perusahaannya di tahun tersebut. Pada tahun 2002, perseroan mencatat laba bersih Rp 826 juta dan penjualan Rp 43 milyar. Sejak 30 April 2003, PT Arona Binasejati telah menjadi perusahaan publik dengan tercatat di Bursa Efek Jakarta (BEJ); saham yang dilepas adalah sebesar 95 juta (48,67%) dengan harga perlembar Rp 650. Kode saham ARTI berasal dari singkatan nama perusahaan saat itu.
Perjalanan Arona setelah melakukan IPO sendiri tidak terlalu mulus, karena pergerakan sahamnya tidak terlalu baik. Malahan, menjelang akhir 2005, perusahaan ini harus terjerat kasus perdagangan di BEJ. Ceritanya, sebuah perusahaan sekuritas bernama PT Mentari Securindo hendak membeli saham Arona dan perusahaan lain bernama PT Sugi Samapersada (kini Sugih Energy) Tbk berdasar permintaan investor asing. PT Mentari sendiri membeli saham itu dari pialalang lainnya, yaitu PT Suprasurya Darmawan Sekuritas. Akan tetapi, kemudian PT Mentari gagal membayar biaya Rp 49 miliar yang diperlukan untuk transaksi itu. Trik yang disebut perdagangan semu ini diduga berusaha akan diakali dengan hanya bermodalkan Rp 10 juta. Hampir saja pihak bursa (PT Kliring Penjaminan Efek Indonesia) mengalami kerugian Rp 49 miliar, akan tetapi bisa dicegah ketika menjelang perdagangan saham ditutup. Kasus yang menyangkut beberapa pihak seperti PT BNI Sekuritas, PT Bahana Securities, PT Trimegah Sekuritas, PT Mandiri Manajemen dan tentu saja dua pialang tersebut ini menyebabkan mereka diberi denda oleh Bapepam-LK. Namun, Arona sendiri untungnya tidak diberi sanksi apapun akibat peristiwa ini.
Namun, tidak lama kemudian, Arona mengalami krisis internal karena mengalami kesulitan memperoleh bahan baku kayu, salah satunya karena penindakan pembalakan liar yang membuatnya terpaksa menaikkan harga barang. Penjualan dan operasional Arona pun jatuh dan pada September 2006, mencatatkan rugi yang cukup fantastis, yaitu sebesar Rp 8,8 triliun. Asetnya pun merosot, dari Rp 365 miliar menjadi Rp 173 miliar. Belum lagi hutang-hutang ke beberapa perusahaan, seperti Bank Niaga. Akhirnya, pukulan telak pun didapatkan ketika anak usahanya yang langsung bergerak di industri furnitur, PT Arona Sejati Wood Industry, dinyatakan pailit oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat akibat hutang Rp 22 juta di tanggal 3 Juli 2007. Akibat semua peristiwa ini, sejak 30 Maret 2007, Arona menghentikan seluruh operasional pembuatan furnitur dan memecat karyawannya. Perdagangan sahamnya pun sempat disuspensi pihak BEJ akibat penghentian operasional itu, dan sempat muncul kabar bahwa PT Arona Binasejati Tbk akan di-delisting dari pencatatan di bursa saham pada September 2007. Setelah itu, bisnis Arona hanya melakukan restrukturisasi terhadap usahanya dan utangnya, seperti pelepasan anak usaha PT Falak Jaya Furnitama.
= Ratu Prabu Energi
=Seorang pebisnis di bidang perminyakan, Burhanuddin (Bur) Maras, kemudian menawarkan diri untuk membeli PT Arona yang sedang sekarat. Sebagai realisasinya, pada 4 Juli 2008, PT Arona Binasejati Tbk berganti nama menjadi PT Ratu Prabu Energi Tbk, dan pada saat yang sama juga mengganti bisnisnya dari industri furnitur ke bidang perminyakan. Dalam saat yang sama, diadakan rights issue sebesar Rp 686 miliar dimana perusahaan Bur Maras, yaitu PT Ratu Prabu akan menjadi pengendali perusahaan, dan dananya digunakan menjadi penyertaan di perusahaan Bur Maras, yaitu PT Lekom Maras pada 14 Juli 2008. Lekom Maras sendiri didirikan pda tahun 1975, dan bergerak dalam bidang teknisi, kontraktor dan pertambangan migas. Maka, bisa dikatakan PT Lekom Maras sudah mengalami backdoor listing. Bur Maras sendiri didudukan sebagai direktur utama perusahaan ini. Diharapkan, Ratu Prabu bisa untung Rp 144 miliar dari sebelumnya merugi Rp 30 miliar, dari hasil produksi migas Lekom Maras yang naik dari 1.500 menjadi 3.000 barel minyak bumi dan 5-6 juta kubik gas bumi yang ada di Sumatera Selatan dan Cirebon. Ekspansi juga direncanakan dengan akuisisi sejumlah perusahaan migas di beberapa daerah senilai US$ 150 juta, akuisisi PT Bangadua Petroleum senilai US$ 15 juta, dan di Vietnam serta Myanmar senilai US$ 300 juta.
Pada tahun 2008, Ratu Prabu mencatatkan keuntungan Rp 25,6 miliar. Tercatat, sebuah perusahaan kontraktor pertambangan, yaitu PT Indo Asia Resources dilepas pada tahun 2011 (dan kemudian mengambilalih anak usahanya yang bergerak di bidang tambang emas dan batu bara). Kemudian, di samping menjalankan bisnis migas, Ratu Prabu mulai mengembangkan bisnis properti. Pasda tahun 2012, diakuisisi PT Besma Agung Properti yang kemudian dijadikan anak usaha Ratu Prabu yang fokus di bidang properti. Sebenarnya, upaya pemisahan bisnis properti ini sudah direncanakan sejak 2009, namun ditunda karena perubahan fokus perusahaan. Bisnis properti itu meliputi bangunan seperti gedung perkantoran Ratu Prabu 1 dan 2, hotel dan apartemen Ratu Prabu 3, dan beberapa bisnis lainnya. Walaupun pada 2014 pendapatan Ratu Prabu masih 75% berasal dari migas, namun sektor properti dianggap menjanjikan. Pada tahun tersebut juga, diadakan rights issue kembali sebesar Rp 730 miliar yang dananya akan digunakan salah satunya untuk pengembangan bisnis properti. Meskipun sempat mencatatkan penurunan keuntungan pada 2016, namun sebuah perusahaan Singapura Northcliff Capital Ltd. menjanjikan akan memberikan pendanaan bagi Ratu Prabu (yang kemudian dibatalkan).
Pada tahun 2018, Ratu Prabu sempat menjadi sorotan khalayak dan media massa ketika pada awal 2018, Bur Maras mengumumkan bahwa pihaknya menawarkan ingin membangun LRT dalam 3 rute (Kota-Sudirman, Daan Mogot dan menuju bandara Soekarno-Hatta) sepanjang 111 km dalam periode 2020-2025. Proyek itu direncanakan memakan biaya Rp 378-405 triliun, tidak melibatkan pemerintah dan menurut Bur sudah diminati oleh beberapa perusahaan asing untuk bekerjasama. LRT yang direncanakan akan diperpanjang menjadi 400 km itu kemudian disampaikan PT Ratu Prabu Energi ke Wakil Gubernur DKI Jakarta saat itu, Sandiaga Uno yang dikabarkan cukup antusias. Pihak Ratu Prabu Energi mengklaim rencana pembangunan LRT dilakukan untuk membangkitkan bisnis perusahaan yang belakangan lesu akibat penurunan harga minyak. Bagaimanapun, rencana Bur tersebut, selain menjadi bahasan politik, juga disangsikan sejumlah pihak dikarenakan kondisi keuangan ARTI yang terbilang kecil (aset Rp 2,53 triliun dan laba Rp 2,23 miliar pada kuartal III 2017) dibanding megaproyek LRT yang mencapai ratusan triliun rupiah. Meskipun kemudian Bur Maras mengklarifikasi bahwa yang akan melakukannya adalah PT Ratu Prabu (anak usaha PT Ratu Prabu Energi Tbk, perusahaan yang berbeda), namun isu tersebut sudah kadung tersebar. Belakangan, walaupun sudah mengklaim proyeknya sudah masuk tahap administrasi di Pemprov DKI pada Juli 2018 dan menargetkan konstruksi pada paruh kedua 2019, namun LRT Ratu Prabu ini kemudian menghilang tanpa alasan yang jelas.
Bagaimanapun, bisa dikatakan bisnis Bur Maras ini belakangan cukup terseok-seok dalam usahanya. Pada 2020 dan 2022, sahamnya sempat terancam di-delisting karena suspensi akibat beberapa kali terlambat menyampaikan laporan keuangan. Kelesuan bisnisnya sendiri ditunjukkan dari harga sahamnya yang sudah beberapa waktu berada di harga terendah, yaitu Rp 50. Pada tahun 2019 dan 2020, ARTI tercatat merugi mencapai Rp 957 dan 987 miliar dan pendapatannya pada 2020 menjadi Rp 32,8 miliar, turun sekitar 81%. Penurunan ini karena usaha perminyakan perusahaan terpaksa dihentikan akibat pandemi COVID-19. Untuk mengatasi masalah ini, pihak Ratu Prabu Energi berencana untuk terjun ke bisnis transportasi dengan mobil listrik dan bus listrik bekerjasama dengan perusahaan Tiongkok, dan melakukan private placement Rp 743 miliar dengan mengonversi sejumlah hutang menjadi saham dalam rangka restrukturisasi hutang perusahaan.
Rujukan
Pranala luar
Situs resmi
Kata Kunci Pencarian:
- Ratu Prabu Energi
- Komponen Indeks Harga Saham Gabungan
- Daftar perusahaan yang tercatat di Bursa Efek Indonesia
- Banten
- Indeks Harga Saham Gabungan
- Sugih Energy
- Daftar skandal pembohongan publik di Indonesia
- Parwati
- Dukungan dalam pemilihan umum Presiden Indonesia 2024
- Daftar tokoh Jawa
- IDX Composite
- List of Arab Indonesians