- Source: Rusia di sektor energi Eropa
Rusia dalam sektor energi Eropa memiliki peranan penting dalam memasok bahan bakar fosil ke negara-negara Eropa lainnya. Hingga akhir tahun 2021, Uni Eropa memasok kebutuhan minyak bumi dan gas alam mereka utamanya dari Rusia. Tetapi rantai pasok ini menjadi diperparah pasca invasi Rusia ke Ukraina. Ketergantungan Uni Eropa pada impor gas Rusia pada tahun 2021 di antaranya, Uni Eropa mengimpor lebih dari 40% dari total konsumsi gasnya, kemudian 27% impor minyak dan 46% impor batu bara dari Rusia. Setelah insiden invasi Rusia, impor dari Rusia menurun secara substansial karena pemberian sanksi dari Uni Eropa atas tindakan Rusia dan pengaruh perang terhadap perdagangan dan infrastruktur.
Sejarah
Pada akhir abad ke-19 kota-kota pertama yang telah memanfaatkan kehidupan mereka dengan suplai gas adalah Moskow, St. Petesburg, Kharkov, Kiev, Odessa, Vino, Riga, Kazan dan Tver. Pemanfaatan gas tersebut juga digunakan untuk kebutuhan industri seperti, untuk pengerasan logam, peleburan kaca, dan sebagainya. Pada tahun 1917, kota penghasil minyak terbesar di Rusia, Baku, dalam setahunnya menghabiskan total 33 juta meter kubik gas alam. Pada awal 1930-an, gas alam yang dipakai untuk perekonomian Uni Soviet mencapai 10-15 juta meter kubik, kemudian meningkat pada tahun 1940-an menjadi 3.392 juta meter kubik.
Untuk menyalurkan gas ke wilayah lain, Uni Soviet mulai mengoperasikan pipa gas pertama mereka pada tahun 1943 sepanjang 160 kilometer, yang membentang dari Bouguruslan hingga ke Kuibyshev. Uni Soviet kemudian juga membangun pipa gas kedua mereka yang melintasi Urengoi di barat laut Siberia hingga ke Uzhhorod di Ukraina pada tahun 1982-1984. Pipa yang bertujuan untuk memasok kebutuhan gas Eropa Barat tersebut memiliki total panjang sekitar 4.650 kilometer dengan menghabiskan anggaran pembuatannya mencapai 22 miliar dolar. Pada mulanya, salah satu tambang gas Uni Soviet terbesar yang terletak di Okrug Otonomi Yamalia sampai ke Nenetsia Siberia barat laut tersebut dipasok untuk kebutuhan Jerman Barat, Prancis dan Italia dengan volume mencapai 40 miliar meter kubik per tahun. Hal ini secara tidak langsung membuat Jerman dan Prancis memiliki ketergantungan sebanyak 30 persen impor gas dari Uni soviet dan 40 persen bagi Italia. Pipa gas ini pernah disabotase hingga terjadi ledakan pada akhir tahun 1982.
Pada tahun 1989, atas dasar keputusan Kementerian Industri Gas, Uni Soviet mendirikan Perusahaan Gas Negara Gazprom. Perusahaan tersebut kemudian dirombak menjadi perusahaan saham gabungan Rusia "Gazprom" (RAO "Gazprom") pada tahun 1993 dan berganti nama menjadi perusahaan saham gabungan Terbuka "Gazprom" (OAO "Gazprom") pada tahun 1998.
Pada tahun 2017, melalui pimpinan tertinggi pemasok Gazprom Rusia, Alexei Miller mengatakan bahwa harga gas alam di Eropa akan terus mengalami kenaikan akibat tingkat penyimpanan gas yang rendah ditambah dengan permintaan akan gas alam yang semakin meningkat, sehingga akan menyebabkan krisis energi di Eropa. Selain itu, harga untuk beragam mineral dan logam yang sering dijadikan sebagai bahan untuk teknologi energi bersih turut melonjak akibat meningkatnya permintaan, gangguan rantai pasok serta kekhawatiran adanya kelangkaan pasokan. Harga litium dan kobalt di pasar global naik menjadi lebih dari dua kali lipatnya dibanding tahun lalu, 2021. Sementara itu harga tembaga, nikel dan aluminium turut naik menjadi sekitar 25%-40% dari biasanya.
Produk
Salah satu penghasil sumber daya bahan bakar fosil terbesar yang menjadi bagian dari sistem utama energi global adalah Rusia, yang juga merupakan kilang minyak terbesar ketiga setelah Amerika Serikat dan Arab Saudi. Rusia juga merupakan produsen gas alam terbesar kedua di dunia setelah Amerika Serikat. Mereka memiliki cadangan gas terbesar sekaligus pengekspor gas terbesar di dunia. Pada tahun 2021 Rusia memproduksi 762 juta meter kubik gas alam dan mengekspor sekitar 210 juta meter kubik melalui pipa-pipa. DI tahun yang sama, pemerintah Rusia merilis rencana proyek pengembangan gas alam cair untuk jangka panjang, agar dapat bersaing dengan negara pengekspor gas alam cair lainnya seperti Amerika Serikat, Qatar dan Australia. Rencana tersebut mematok ekspor gas alam cair mencapai 110-190 juta meter kubik pe tahun pada tahun 2025.
Pada tahun 2021, Rusia berhasil mengekspor gas alam cair sebesar 40 juta meter kubik per tahun, yang menjadikannya sebagai pengekspor gas alam cair terbesar ke-4 di dunia serta, menyumbang sekitar 8% dari pasokan gas alam cair secara global. Rusia juga memiliki fasilitas produksi minyak dan gas yang sebagian besar berlokasi di Siberia barat dan timur. Pada tahun 2021, produksi minyak mentah Rusia mencapai 10,54 - 10,64 juta barel per hari, dan mengekspor sekitar 4,7 juta barel per hari ke negara-negara di dunia.
Perkembangan
Selama tiga tahun terakhir, minyak dan gas Uni Eropa bergantung pada Rusia dengan menerima pasokan hampir 40% untuk gas dan lebih dari seperempat minyaknya dari mereka. Secara global, Rusia menyumbang 12% konsumsi minyak dunia, dan sebagai produsen gas terbesar kedua setelah Amerika Serikat, Rusia menyumbang 17% konsumsi dunia. Di lingkup Eropa, lebih dari sepertiga pasokan gas benua tersebut diekspor dari Rusia. Ekspor gas lainnya yaitu 8% ke Belarusia, 5% ke Tiongkok dan Kazakhstan, dan 4% ke Jepang. Sementara dari industri minyak, Rusia mengekspor sebanyak 31% ke Tiongkok, 6% ke Korea Selatan dan Belarusia, 2% ke Jepang dan 1% ke Amerika Serikat. Menurut data statistik, Dalam seharinya, Amerika Serikat, Inggris dan Uni Eropa secara keseluruhan menghabiskan dana sebesar 700 juta dolar untuk membeli minyak dan gas dari Rusia.
Pada tahun 2009, gas alam Rusia diekspor ke negara-negara di Eropa melewati 12 pipa, di mana tiga di antaranya langsung menuju ke Finlandia, Estonia dan Latvia, sementara empat lainnya melewati Belarusia untuk dikirim ke Lituania dan Polandia, lima lainnya melintasi Ukraina menuju ke Slovakia, Rumania, Hungaria dan Polandia. Pada tahun 2011, Rusia mulai mengoperasikan jalur pipa tambahan Nord Stream 1 untuk dikirim langsung ke Jerman melalui Laut Baltik, yang pada saat peresmiannya di Jerman, dihadiri oleh Kanselir Angela Merkel dan Presiden Rusia Dmitry Medvedev. Hingga tahun 2008, Jerman dan Italia menjadi negara di uni Eropa yang mengimpor gas terbesar dari Rusia, disusul oleh Prancis, Hungaria, Republik Ceko, Polandia, Austria dan Slovakia. Rusia menjadi pemasok utama di Eropa untuk gas alam cair (LNG) pada tahun 2017. Di tahun berikutnya, sekitar 6% pasokan gas Rusia ke Eropa dikirm dalam bantuk gas alam cair.
Rusia dan Tiongkok saat ini tengah membahas empat proyek pipa gas, termasuk diantaranya adalah proyek Power of Siberia 2 yang akan menghubungkan Rusia dengan Tiongkok melalui Mongolia, rute timur jauh dari Vladivostok Rusia ke Tiongkok, rute barat yang akan menghubungkan Siberia Rusia dengan Xinjiang Tiongkok, dan yang terakhir adalah peningkatan pasokan ke Siberia yang awalnya 38 miliar menjadi 44 miliar meter kubik.
Dampak invasi Rusia ke Ukraina
Ketergantungan Eropa akan impor gas alam dari Rusia diperparah akibat invasi Rusia pada 24 Februari 2022 silam. Satu tahun sebelumnya, pada 2021, impor gas harian ke Uni Eropa melalui jalur pipa dari Rusia rata-rata mencapai 380 juta meter kubik (mcm) atau jika dikalkulasikan per tahunnya mencapai 140 miliar meter kubik (bcm) pada tahun tersebut. Di samping itu diimpor juga sekitar 15 milar meter kubik dalam bentuk liquefied natural gas (LNG) sehingga total mencapai 155 miliar meter kubik. Gas impor tersebut menyumbang sekitar 45% konsumsi gas Uni Eropa.
Pasca penyerangan militer Rusia ke Ukraina pada 24 Februari 2022 silam, harga gas alam Eropa mulai melonjak hingga 50% setiap harinya mencapai 44 dolar per juta satuan panas Britania (BTU). Selang dua bulan kemudian, perusahaan energi terbesar Rusia, Gazprom, mengumumkan akan menghentikan ekspor gas alamnya ke Polandia dan Bulgaria per 26 April 2022 dengan alasan kedua negara tersebut menolak membayar pasokan dengan mata uang rubel Rusia. Kemudian pada 21 Mei, Rusia mulai menghentikan semua ekspor gasnya ke Finlandia dengan alasan yang sama yang terjadi pada Polandia dan Bulgaria. Dan untuk pertama kalinya sejak 2008, harga minyak Brent Blend naik menjadi di atas 130 dolar per barel yang di duga akibat penundaan potensi pengembalian minyak mentah Iran ke pasar global dan karena Amerika Serikat bersama sekutu Eropa berencana memberlakukan kebijakan pelarangan impor minyak Rusia.
Beberapa publikasi mengutarakan pendapat bahwa konflik antara Rusia dan Ukraina yang saat ini sedang terjadi dapat mengganggu pasokan gas ke Eropa dan mengkhawatirkan risiko pengalihan jalur pipa gas, sehingga Uni Eropa perlu berkoordinasi untuk mengelola pasokan energi mereka. Selama bulan-bulan ke belakang, Rusia telah membatasi ekspor gas pada tingkatan volume yang semestinya ke Eropa. Mereka berencana beralih ke Tiongkok untuk menyatukan kerja sama energi dan ekonomi secara umum, dengan meningkatkan ekspor batu bara menjadi 100 juta ton, di samping sebagai salah satu jalan yang diambil Rusia untuk mengatasi sanksi internasional akibat invasi.
Alternatif gas Eropa
Menanggapi dampak yang akan terjadi di sektor energi akibat invasi Rusia, Komisi Eropa berencana untuk membuat proyek induk jangka panjang agar Eropa dapat terbebas dari ekspor gas Rusia sebelum akhir dekade dari tahun 2022.
Pada Februari 2022 Komisi Eropa menerbitkan serangkaian diskusi untuk menetapkan tujuan Uni Energi Eropa yang salah satunya adalah untuk mengamankan pasokan energi Eropa dan mendiversifikasikan pasokan gas dari Rusia. Diskusi pada Februari tersebut menyimpulkan akan adanya penguatan jalur alternatif dan sumber pasokan gas serta menjalin hub regional untuk menghadapi potensi gangguan mendatang, termasuk di antaranya adalah; mengimpor gas dari Afrika Utara dan Timur Tengah, mengimpor Liquefield Natural Gas (LNG) dari Amerika Serikat dan Afrika Timur serta mengoptimalkan proyek Koridor Gas Selatan lewat Azerbaijan, Kazakhstan, dan Turkmenistan. Beberapa wilayah yang menjadi alternatif sumber minyak dan gas untuk Uni Eropa adalah Irak, Iran, Kurdistan, Aljazair, Libya, Mesir, Israel, Azerbaijan, Turkmenistan dan Turki.
Per 1 Oktober 2022, Uni Eropa memberlakukan kebijakan penyimpanan gas, yang menetapkan penyimpanan gas di seluruh Uni Eropa setidaknya mencapai 90 persen, naik 10 persen pada draf kebijakan sebelumnya. Komisi Eropa juga mengusulkan rencana terobosan dua arah yang dikenal sebagai RePowerEU untuk mengantisipasi ketergantungan terhadap gas Rusia. Komisi Eropa akan menerapkan Rencana 10 Poin yang mencakup pasokan gas, sistem kellistrikan dan sektor penggunaan akhir. Implementasi tersebut setidaknya dapat menurunkan sekitar 50 miliar meter kubik ketrgantungan gas Eropa terhadap Rusia setiap tahunnya. Rencana 10 Poin Komisi Eropa meliputi: tidak ada kontrak pasokan gas baru dengan Rusia, mengganti pasokan Rusia dengan gas dari sumber alternatif, memperkenalkan kewajiban penyimpana gas minimun untuk meningkatkan ketahanan pasar, mempercepat penyebaran proyek energi tenaga angin dan surya terbarukan, memaksimalkan pembangkitan dari sumber rendah emisi yang ada meliputi bioenergi dan nuklir, menrapkan langkah-langkah jangka pendek untuk melindungi konsumen listrik yang rentan dari harga tinggi,mempercepat penggantian boiler gas dengan pompa panas, mempercepat peningkatan efisiensi energi pada gedung dan industri, mendorong penyesuaian termostat sementara kepada konsumen dan poin terakhir adalah meningkatkan upaya untuk mendiversifikasi dan mendekarbonisasi sumber fleksibilitas sistem tenaga.
Referensi
Kata Kunci Pencarian:
- Rusia di sektor energi Eropa
- Rusia
- Krisis energi global 2021–2022
- Finlandia
- Kazakhstan
- Uni Soviet
- REPowerEU
- Perang Rusia–Ukraina
- EU Energy Union Strategy
- Laut Hitam
- List of international presidential trips made by Joko Widodo