- Source: Sejarah provinsi di Indonesia
Berikut adalah daftar dan sejarah singkat provinsi di Indonesia atau daerah yang dipersamakan dengan provinsi yang pernah dibentuk di Negara Kesatuan Republik Indonesia mulai dari tahun 1945-sekarang (2023). Negara Indonesia dibagi dalam daerah-daerah provinsi atau daerah-daerah yang dipersamakan dengan provinsi. Daerah-daerah tersebut, baik yang bersifat otonom atau yang bersifat administrasi belaka, semuanya diatur menurut aturan yang ditetapkan dengan undang-Undang atau yang disetarakan dengan undang-undang. Selain itu Negara Indonesia mengakui dan menghormati daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang pengaturannya berbeda dengan daerah pada umumnya. Dalam perjalanan masa selama lebih dari enam puluh tahun, Negara Indonesia telah membentuk lebih dari tiga puluh provinsi atau daerah yang dipersamakan dengan provinsi. Beberapa di antaranya masih ada hingga saat ini (2022), sisanya telah dimekarkan, bahkan sebagian telah diubah bentuknya atau dibubarkan.selesai.
Regio I Sumatra
= Pembentukan awal 1 provinsi (1945–1948)
=Sumatra (administratif) (1945–1947)
Peraturan: Putusan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia 19 Agustus 1945.
Wilayah asal: Gouvernement Sumatra (Residentie Atjeh en Onderhoorigheden, Residentie Tapanoeli, Residentie Sumatra's Westkust, Residentie Benkoelen, Residentie Lampoengsche Districten, Residentie Palembang, Residentie Djambi, Residentie Riouw en Onderhoorigheden, Residentie Oostkust van Sumatra, dan Residentie Bangka en Billiton) atau Daerah Rikugun Tomi Shudan Sumatra Pemerintahan Militer Jepang
Kedudukan Pemerintahan: Medan / Bukittinggi (?) .
Lain-lain:
Pembentukan pertama.
Saat dibentuk pertama kali belum ada UU yang mengatur mengenai pemerintahan daerah sebagaimana dimaksud pasal 18 UUD (1945).
Dialihkan statusnya menjadi provinsi otonom (1947).
Sumatra (1947–1948)
Peraturan: PP No. 8 Tahun 1947 (disahkan dan diundangkan 28-14-1947).
Wilayah asal: Wilayah Provinsi Administratif Sumatra.
Kedudukan Pemerintahan: Medan.
Lain-lain:
Pembentukan pertama/Alih status dari administratif.
Saat dibentuk pertama kali belum ada UU yang mengatur mengenai pemerintahan daerah sebagaimana dimaksud pasal 18 UUD (1947).
Berdasar Perjanjian Renville wilayahnya berkurang karena didirikan/menjadi Negara Sumatra Timur, Negara Sumatera Selatan, serta Satuan Kenegaraan Riau, Satuan Kenegaraan Belitung, dan Satuan Kenegaraan Bangka (1948).
Wilayahnya dimekarkan menjadi Provinsi Sumatera Utara [I], Provinsi Sumatra Tengah [I], dan Provinsi Sumatera Selatan [I] (1948).
= Pemekaran menjadi 3 provinsi (1948–1949)
=Sumatera Utara [I] (1948–1949)
Peraturan: UU No. 10 Tahun 1948 (disahkan dan diundangkan 15 April 1948)
Wilayah asal: 1. Karesidenan Aceh, 2. Karesidenan Tapanuli, dan 3. Karesidenan Sumatra Timur.
Kedudukan Pemerintahan: Medan.
Lain-lain:
Pemekaran dari Provinsi Sumatra.
Saat dibentuk pertama kali belum ada UU yang mengatur mengenai pemerintahan daerah (1948).
Sebagian wilayahnya didirikan/menjadi Negara Sumatra Timur (1948).
Selama Periode Pemerintahan Darurat sampai akhir 1949 pemerintahannya bersifat militer.
Dibubarkan dengan Peraturan Wakil Perdana Menteri Pengganti Peraturan Pemerintah Tahun 1949 No. 8/Des/WKPM dan No. 9/Des/WKPM; Wilayahnya dibentuk (dimekarkan) menjadi Provinsi Aceh dan Provinsi Tapanuli-Sumatra Timur (1949).
Sumatra Tengah [I] (1948–1950)
Peraturan: UU No. 10 Tahun 1948 (disahkan dan diundangkan 15 April 1948).
Wilayah asal: 1. Karesidenan Sumatera Barat, 2. Karesidenan Riau, dan 3. Karesidenan Jambi.
Kedudukan Pemerintahan: Bukittinggi.
Lain-lain:
Pemekaran dari Provinsi Sumatra.
Saat dibentuk pertama kali belum ada UU yang mengatur mengenai pemerintahan daerah (1948).
Sebagian wilayahnya didirikan/menjadi Satuan kenegaraan Riau (1948).
Selama Periode Pemerintahan Darurat sampai sekitar pertengahan 1950 pemerintahannya bersifat militer.
Dibentuk ulang menjadi Provinsi Sumatra Tengah [II] tanpa pencabutan peraturan UU No. 10 Tahun 1948 (1950).
Sumatera Selatan [I] (1948–1950)
Peraturan: UU No. 10 Tahun 1948 (disahkan dan diundangkan 15 April 1948)
Wilayah asal: 1. Karesidenan Palembang, 2. Karesidenan Bengkulu, 3. Karesidenan Lampung, dan 4. Karesidenan Bangka-Biliton.
Kedudukan Pemerintahan: Palembang/Curup (sementara, masa periode Pemerintahan Darurat).
Lain-lain:
Pemekaran dari Provinsi Sumatra.
Saat dibentuk pertama kali belum ada UU yang mengatur mengenai pemerintahan daerah (1948).
Sebagian wilayahnya didirikan/menjadi Negara Sumatera Selatan, Satuan kenegaraan Belitung, dan Satuan kenegaraan Bangka (1948).
Selama Periode Pemerintahan Darurat sampai sekitar pertengahan 1950 pemerintahannya bersifat militer.
Dibentuk ulang menjadi Provinsi Sumatera Selatan [II] tanpa pencabutan peraturan UU No. 10 Tahun 1948 (1950).
= Pemekaran menjadi 5 provinsi (1949–1950)
=Aceh [I] (1949–1950)
Peraturan: Peraturan Wakil Perdana Menteri Pengganti Peraturan Pemerintah Tahun 1949 No. 8/Des/WKPM (disahkan 17 Desember 1949; berlaku 1 Januari 1950).
Wilayah asal: Keresidenan Aceh (dimaksud dalam Staatsblad 1934 No. 539) dan Kabupaten Langkat yang tidak termasuk wilayah Negara Sumatra Timur.
Kedudukan Pemerintahan: Kutaraja.
Lain-lain:
Pemekaran dari Provinsi Sumatera Utara [I].
Dibubarkan dengan Perppu No. 5 Tahun 1950; Wilayahnya digabung dengan Provinsi Tapanuli-Sumatra Timur menjadi Provinsi Sumatera Utara [II] (1950).
Tapanuli-Sumatra Timur (1949–1950)
Peraturan: Peraturan Wakil Perdana Menteri Pengganti Peraturan Pemerintah Tahun 1949 No. 9/Des/WKPM (disahkan 17 Desember 1949; berlaku 1 Januari 1950).
Wilayah asal: Karesidenan Tapanuli dan Karesidenan Sumatra Timur yang tidak termasuk wilayah Negara Sumatra Timur.
Kedudukan Pemerintahan: Sibolga.
Lain-lain:
Merupakan pemekaran dari Provinsi Sumatera Utara [I].
Dibubarkan dengan Perppu No. 5 Tahun 1950; Wilayahnya digabung dengan Provinsi Aceh menjadi Provinsi Sumatera Utara [II] (1950).
= Penggabungan kembali menjadi 3 provinsi (1950–1956)
=Sumatra Tengah [II] (1950–1957/58)
Peraturan:
Perppu No. 4 Tahun 1950 (disahkan 14 Agustus 1950; berlaku 15 Agustus 1950) jo. UU Drt No. 16 Tahun 1955.
PP RIS No. 21 Tahun 1950 (ditetapkan 14 Agustus 1950; diumumkan 16 Agustus 1950; berlaku 17 Agustus 1950).
Wilayah asal: 1. Karesidenan Sumatera Barat, 2. Karesidenan Riau, dan 3. Karesidenan Jambi.
Kedudukan Pemerintahan: Bukittinggi.
Lain-lain:
Pembentukan pertama (berdasarkan kesepakatan RIS-RI [lihat PP RIS No. 21 Tahun 1950])/Pembentukan ulang.
Dibubarkan dengan UU Drt No. 19 Tahun 1957 (ditetapkan menjadi UU No. 61 Tahun 1958). Wilayahnya dibentuk (dimekarkan) menjadi Provinsi Sumatera Barat (1957/8), Provinsi Riau (1957/8), dan Provinsi Jambi (1957/8).
Sumatera Utara [II] (1950–1956)
Peraturan:
Perppu No. 5 Tahun 1950 (disahkan 14 Agustus 1950; berlaku 15 Agustus 1950) jo. UU Drt No. 16 Tahun 1955.
PP RIS No. 21 Tahun 1950 (ditetapkan 14 Agustus 1950; diumumkan 16 Agustus 1950jj; berlaku 17 Agustus 1950).
Wilayah asal: 1. Karesidenan Aceh, 2. Karesidenan Tapanuli, dan 3. Karesidenan Sumatra Timur.
Kedudukan Pemerintahan: Medan.
Lain-lain:
Pembentukan pertama (berdasarkan kesepakatan RIS-RI [lihat PP RIS No. 21 Tahun 1950])/Pembentukan ulang.
Perppu No. 5 Tahun 1950 dicabut dan diganti dengan UU No 24 Tahun 1956; Wilayahnya dibentuk (dimekarkan) menjadi Provinsi Aceh [II] (1956) dan Provinsi Sumatera Utara [III] (1956).
Sumatera Selatan [II] (1950–sekarang)
Peraturan:
Perppu No. 3 Tahun 1950 (disahkan 14 Agustus 1950; berlaku 15 Agustus 1950), jo. UU Drt No. 16 Tahun 1955 (keduanya ditetapkan menjadi UU No. 25 Tahun 1959 [disahkan 26 Juni 1959; diundangkan 4 Juli 1959 ]); jo. Perppu No. 3 Tahun 1964 (ditetapkan menjadi UU No. 14 tahun 1964); jo. UU No. 9 Tahun 1967; jo. UU No. 27 Tahun 2000.
PP RIS No. 21 Tahun 1950 (ditetapkan 14 Agustus 1950; diumumkan 16 Agustus 1950; berlaku 17 Agustus 1950)
Wilayah asal: 1. Karesidenan Palembang, 2. Karesidenan Bengkulu, 3. Karesidenan Lampung, dan 4. Karesidenan Bangka-Biliton.
Kedudukan Pemerintahan: Palembang.
Lain-lain:
Pembentukan pertama (berdasarkan kesepakatan RIS-RI [lihat PP RIS No. 21 Tahun 1950])/Pembentukan ulang.
Sebagian wilayahnya dimekarkan menjadi: 1. Provinsi Lampung (1964), 2. Provinsi Bengkulu (1967), dan 3. Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (2000).
= Pemekaran menjadi 4 provinsi (1956–1957)
=Sumatera Utara [III] (1956–sekarang)
Peraturan: UU No 24 Tahun 1956 (disahkan 29 November 1956; diundangkan 7 Desember 1956)
Wilayah asal: 1. Karesidenan Tapanuli dan 2. Karesidenan Sumatra Timur [meliputi wilayah: Kabupaten Tapanuli Tengah, Kabupaten Tapanuli Utara, Kabupaten Tapanuli Selatan, Kabupaten Nias, Kabupaten Langkat, Kabupaten Karo, Kabupaten Deli-Serdang, Kabupaten Simelungun, Kabupaten Asahan, Kabupaten Labuhan Batu (dimaksud dalam UU Drt No. 7 Tahun 1956); Kota Besar Medan, Kota Besar Pematang Siantar, Kota Besar Sibolga (dimaksud dalam UU Drt No. 8 Tahun 1956); Kota Kecil Tanjung Balai, Kota Kecil Binjai, dan Kota Kecil Tebing Tinggi (termaksud dalam UU Drt No. 9 Tahun 1956).
Kedudukan Pemerintahan: Medan.
Lain-lain: Pemekaran dan pembentukan ulang dari Provinsi Sumatera Utara [II].
Aceh [II] (1956–sekarang)
Peraturan:
Undang-Undang No 24 Tahun 1956 (disahkan 29 November 1956; diundangkan 7 Desember 1956).
jo. Keputusan Perdana Menteri Republik Indonesia Nomor 1/Missi/1959.
jo. UU No 44 Tahun 1999.
UU No 18 Tahun 2001 (dicabut dan digantikan dengan nomor 5).
jo. UU No 11 Tahun 2006.
Nomenklatur yang digunakan:
Provinsi Aceh Darussalam (1956–1959).
Daerah Istimewa Aceh/Provinsi Daerah Istimewa Aceh (1959–2001).
Provinsi Istimewa Aceh (1999 — belum pernah digunakan).
Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (2001–2009).
Provinsi Aceh (2009–sekarang).
Wilayah asal: 1. Kabupaten Aceh Besar, 2. Kabupaten Pidie, 3. Kabupaten Aceh Utara, 4. Kabupaten Aceh Timur, 5. Kabupaten Aceh Tengah, 6. Kabupaten Aceh Barat, 7. Kabupaten Aceh Selatan (dimaksud dalam UU Drt No. 7 Tahun 1956); dan 8. Kota Besar Kutaraja (dimaksud dalam UU Drt No. 8 Tahun 1956).
Kedudukan Pemerintahan: Kutaraja (berganti nama menjadi Kota Banda Aceh).
Lain-lain:
Pemekaran dari Provinsi Sumatera Utara [II].
Diberi status Daerah Istimewa dengan Keputusan Perdana Menteri Republik Indonesia Nomor 1/Missi/1959 tentang Keistimewaan Provinsi Aceh; Nomenklaturnya diubah menjadi Daerah Istimewa Aceh (1959).
Status Daerah Istimewa diperkuat dengan UU No 44 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Keistimewaan Provinsi Daerah Istimewa Aceh (1999).
Diberi Otonomi Khusus dengan UU No 18 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Daerah Istimewa Aceh sebagai Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam; Nomenklaturnya diubah menjadi Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (2001).
Status Keistimewaan dan Otonomi Khusus diatur kembali dengan UU No 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (2006).
= Pemekaran menjadi 7 provinsi (1957–1964)
=Jambi (1957/58–sekarang)
Peraturan: UU Drt No. 19 Tahun 1957 [disahkan 9 Agustus 1957; diundangkan 10 Agustus 1957 ] (ditetapkan menjadi UU No. 61 Tahun 1958 [disahkan 25 Juli 1958; diundangkan 31 Juli 1958 ])
Wilayah asal: 1. Daerah Swatantra Tingkat II Batanghari, 2. Daerah Swatantra Tingkat II Merangin; 3. Sebagian Daerah Swatantra Tingkat II Pesisir/Kerinci yang meliputi wilayah Kecamatan-kecamatan: 1. Kerinci Hulu 2. Kerinci Tengah dan 3. Kerinci Hilir (termaksud dalam UU No. 12 tahun 1956); dan Kotapraja Jambi (termaksud dalam UU No. 9 tahun 1956).
Kedudukan Pemerintahan: Jambi.
Lain-lain: Pemekaran dari Provinsi Sumatra Tengah [II].
Riau (1957/58–sekarang)
Peraturan: UU Drt No. 19 Tahun 1957 [disahkan 9 Agustus 1957; diundangkan 10 Agustus 1957 ] (ditetapkan menjadi UU No. 61 Tahun 1958 [disahkan 25 Juli 1958; diundangkan 31 Juli 1958]).
Wilayah asal: 1. Daerah Swatantra Tingkat II Bengkalis, 2. Daerah Swatantra Tingkat II Kampar, 3. Daerah Swatantra Tingkat II Inderagiri, dan 4. Daerah Swatantra Tingkat II Kepulauan Riau (termaksud dalam UU No. 12 tahun 1956), 5. Kotapraja Pakanbaru (termaksud dalam UU No. 8 tahun 1956).
Kedudukan Pemerintahan (asal): Tanjung Pinang.
Kedudukan Pemerintahan (sekarang): Kota Pekanbaru.
Lain-lain:
Pemekaran dari Provinsi Sumatra Tengah [II].
Sebagian wilayahnya dimekarkan menjadi Provinsi Kepulauan Riau (2002).
Sumatera Barat (1957/58–sekarang)
Peraturan: UU Drt No. 19 Tahun 1957 [disahkan 9 Agustus 1957; diundangkan 10 Agustus 1957 ] (ditetapkan menjadi UU No. 61 Tahun 1958 [disahkan 25 Juli 1958; diundangkan 31 Juli 1958 ]), jo. UU No. 17 Tahun 2022 (disahkan dan diundangkan pada 25 Juli 2022)
Wilayah asal: 1. Daerah Swatantra Tingkat II Agam; 2. Daerah Swatantra Tingkat II Padang/Pariaman; 3. Daerah Swatantra Tingkat II Solok; 4. Daerah Swatantra Tingkat II Pasaman; 5. Daerah Swatantra Tingkat II Sawahlunto/Sijunjung; 6. Daerah Swatantra Tingkat II Limapuluh Kota; 7. Daerah Swatantra Tingkat II Pesisir Selatan/Kerinci, dikurangi dengan wilayah Kecamatan-kecamatan; 1.Kerinci Hulu, 2.Kerinci Tengah dan, 3.Kerinci Hilir; dan 8. Daerah Swatantra Tingkat II Tanah Datar, (termaksud dalam UU No. 12 tahun 1956); 9. Kotapraja Bukit Tinggi dan 10. Kotapraja Padang (termaksud dalam UU No. 9 tahun 1956); 11. Kotapraja Sawahlunto; 12. Kotapraja Padang panjang; 13. Kotapraja Solok dan 14. Kotapraja Payakumbuh (termaksud dalam UU No. 8 tahun 1956).
Kedudukan Pemerintahan (asal): Bukittinggi.
Kedudukan Pemerintahan (sekarang): Kota Padang.
Lain-lain: Pemekaran dari Provinsi Sumatra Tengah [II].
= Pemekaran menjadi 8 provinsi (1964–1967)
=Lampung (1964–sekarang)
Peraturan: Perppu No. 3 Tahun 1964 [disahkan dan diundangkan 13 Februari 1964; berlaku surut 1 Januari 1964 ] (ditetapkan menjadi UU No. 14 tahun 1964 [disahkan dan diundangkan 23 September 1964; berlaku surut 1 Januari 1964 ])
Wilayah asal: 1. Daerah Tingkat II Lampung Utara, 2. Daerah Tingkat II Lampung Tengah, 3. Daerah Tingkat II Lampung Selatan, dan Kotapraja Tanjungkarang-Telukbetung (termaksud dalam UU 28 Tahun 1959).
Kedudukan Pemerintahan: Tanjungkarang-Telukbetung (berganti nama menjadi Kota Bandar Lampung).
Lain-lain: Pemekaran dari Provinsi Sumatera Selatan [II] .
= Pemekaran menjadi 9 provinsi (1967–2000)
=Bengkulu (1967–sekarang)
Peraturan: UU No. 9 Tahun 1967 (disahkan dan diundangkan 12 September 1967).
Wilayah asal: 1. Kabupaten Bengkulu Utara, 2. Kabupaten Bengkulu Selatan, 3. Kabupaten Rejang Lebong; dan 4. Kotamadya Bengkulu (termaksud dalam UU 28 Tahun 1959).
Kedudukan Pemerintahan: Bengkulu.
Lain-lain: Pemekaran dari Provinsi Sumatera Selatan [II] .
= Pemekaran menjadi 11 provinsi (2000–2002)
=Kepulauan Bangka Belitung (2000–sekarang)
Peraturan: UU No. 27 Tahun 2000 (disahkan dan diundangkan 4 Desember 2000)
Wilayah asal: 1. Kabupaten Bangka, 2. Kabupaten Belitung; dan 3. Kota Pangkal Pinang (termaksud dalam UU 28 Tahun 1959).
Kedudukan Pemerintahan: Kota Pangkal Pinang.
Lain-lain: Pemekaran dari Provinsi Sumatera Selatan [II] .
= Pemekaran menjadi 10 provinsi (2002–sekarang)
=Kepulauan Riau (2002–sekarang)
Peraturan: UU No. 25 Tahun 2002 (disahkan dan diundangkan 25 Oktober 2002).
Wilayah asal: 1. Kabupaten Kepulauan Riau (dimaksud dalam UU No. 12 Tahun 1956), 2. Kabupaten Karimun, 3. Kabupaten Natuna, 4. Kota Batam (dimaksud dalam UU No. 53 Tahun 1999 jo. UU No. 13 Tahun 2000), dan 5. Kota Tanjung Pinang (dimaksud dalam UU No. 5 Tahun 2001).
Kedudukan Pemerintahan: Tanjung Pinang.
Lain-lain: Pemekaran dari Provinsi Riau.
Regio II Kalimantan
= Pembentukan awal (1945–1950)
=Kalimantan (Administratif) [I] (1945–1946)
Peraturan: Putusan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia 19 Agustus 1945.
Wilayah asal: Gouvernement Borneo yang meliputi Residentie Westerafdeeling van Borneo dan Residentie Zuider en Oostafdeeling van Borneo, yang juga bagian dari Daerah Kaigun Armada Selatan Kedua Pemerintahan Militer Jepang.
Kedudukan Pemerintahan: Bandjarmasin (?).
Lain-lain:
Pembentukan Pertama.
Saat dibentuk pertama kali belum ada UU yang mengatur mengenai pemerintahan daerah sebagaimana dimaksud pasal 18 UUD (1945)
Berdasar Perundingan Linggarjati wilayah Provinsi Kalimantan tidak lagi masuk dalam wilayah de facto Republik Indonesia (1946).
Di wilayahnya didirikan Satuan Kenegaraan Daerah Istimewa Kalimantan Barat, Satuan Kenegaraan Dayak Besar, Satuan Kenegaraan Daerah Banjar, Satuan Kenegaraan Kalimantan Tenggara, dan Satuan Kenegaraan Kalimantan Timur (1946).
Kalimantan (Administratif) [II] (1950–1953)
Peraturan: PP RIS No. 21 Tahun 1950 (ditetapkan 14 Agustus 1950; diumumkan 16 Agustus 1950; berlaku 17 Agustus 1950).
Wilayah asal: Wilayah Karesidenan Kalimantan Barat, Karesidenan Kalimantan Selatan, dan Karesidenan Kalimantan Timur (meliputi wilayah bekas: Satuan Kenegaraan Daerah Istimewa Kalimantan Barat, Satuan Kenegaraan Dayak Besar, Satuan Kenegaraan Daerah Banjar, Satuan Kenegaraan Kalimantan Tenggara, dan Satuan Kenegaraan Kalimantan Timur).
Kedudukan Pemerintahan: Bandjarmasin (?).
Lain-lain:
Pembentukan pertama (berdasarkan kesepakatan RIS-RI)/Pembentukan ulang.
Dialihkan statusnya menjadi provinsi otonom (1953).
Kalimantan (1953–1956)
Peraturan: UU Drt No. 2 Tahun 1953 (disahkan 7 Januari 1953; diundangkan 13 Januari 1953; berlaku 7 Januari 1953).
Wilayah asal: Wilayah Provinsi [Administratif] Kalimantan (meliputi wilayah: 1. Karesidenan Kalimantan Barat, 2. Karesidenan Kalimantan Selatan, dan 3. Karesidenan Kalimantan Timur).
Kedudukan Pemerintahan: Bandjarmasin.
Lain-lain:
Pembentukan Pertama/Alih status dari administratif.
Dibubarkan dengan UU No. 25 Tahun 1956; Wilayahnya dibentuk (dimekarkan) menjadi Provinsi Kalimantan Barat (1956), Kalimantan Selatan (dan Provinsi Kalimantan Tengah) (1956 (7/8)), dan Provinsi Kalimantan Timur (1956).
= Pemekaran menjadi 3 provinsi (1956–1957)
=Kalimantan Barat (1956–sekarang)
Peraturan: UU No. 25 Tahun 1956 (disahkan 19 November 1956; diundangkan 7 Desember 1956) jo. UU Drt No. 10 Tahun 1957 (ditetapkan menjadi UU No. 21 Tahun 1958).
Wilayah asal: 1. Kabupaten Sambas, 2. Kabupaten Pontianak, 3. Kabupaten Ketapang, 4. Kabupaten Sanggau, 5. Kabupaten Sintang, 6. Kabupaten Kapuas-Hulu; dan 7. Kota Besar Pontianak (tersebut dalam UU Drt No. 3 tahun 1953).
Kedudukan Pemerintahan: Pontianak.
Lain-lain: Pemekaran dari Provinsi Kalimantan.
Kalimantan Selatan (1956–sekarang)
Peraturan: UU No. 25 Tahun 1956 (disahkan 19 November 1956; diundangkan 7 Desember 1956) jo. UU Drt No. 10 Tahun 1957 (ditetapkan menjadi UU No. 21 Tahun 1958) jo. UU No. 27 Tahun 1959.
Wilayah asal: 1. Kabupaten Banjar, 2. Kabupaten Hulusungai-Selatan, 3. Kabupaten Hulusungai-Utara, 4. Kabupaten Barito, 5. Kabupaten Kapuas, 6. Kabupaten Kotawaringin, 7. Kabupaten Kotabaru, dan 8. Kota Besar Banjarmasin (tersebut dalam UU Drt No. 3 tahun 1953).
Kedudukan Pemerintahan: Banjarmasin.
Lain-lain:
Pemekaran dari Provinsi Kalimantan.
Sebagian wilayahnya dimekarkan menjadi Provinsi Kalimantan Tengah (1957/8).
Mengalami pengurangan wilayah yaitu Daerah Swatantra Tingkat II Pasir (hasil pemekaran Daerah Swatantra Tingkat II Kotabaru) diserahkan kepada Provinsi Kalimantan Timur (1959).
= Pemekaran menjadi 4 provinsi (1957–2012)
=Kalimantan Tengah (1957/8–sekarang)
Peraturan: UU Drt No. 10 Tahun 1957 [disahkan 7 Mei 1957; diundangkan 23 Mei 1957 ] (ditetapkan menjadi UU No. 21 Tahun 1958 [disahkan 17 Juni 1958; diundangkan 2 Juli 1958 ]) jo. UU No. 25 Tahun 1956.
Wilayah asal: 1. Daerah Swatantra Tingkat II Barito, 2. Daerah Swatantra Tingkat II Kapuas, dan 3. Daerah Swatantra Tingkat II Kotawaringin (tersebut dalam UU Drt No. 3 tahun 1953).
Kedudukan Pemerintahan (sementara): Banjarmasin.
Kedudukan Pemerintahan: Pahandut (1956)/Palangkaraya (1957).
Lain-lain: Pemekaran dari Provinsi Kalimantan Selatan (atau Provinsi Kalimantan [?]).
Kalimantan Timur (1956–sekarang)
Peraturan: UU No. 25 Tahun 1956 (disahkan 17 Juni 1958; diundangkan 2 Juli 1958) jo. UU Drt No. 10 Tahun 1957 (ditetapkan menjadi UU No. 21 Tahun 1958) jo. UU No. 27 Tahun 1959 jo. UU No. 20 Tahun 2012 (disahkan 16 November 2012; diundangkan 17 Juli 2012).
Wilayah asal: 1. Daerah Istimewa Kutai, 2. Daerah Istimewa Berau, dan 3. Daerah Istimewa Bulongan (tersebut dalam UU Drt No. 3 tahun 1953).
Kedudukan Pemerintahan: Samarinda.
Lain-lain:
Pemekaran dari Provinsi Kalimantan.
Mengalami penambahan wilayah yaitu Daerah Swatantra Tingkat II Pasir (hasil pemekaran Daerah Swatantra Tingkat II Kotabaru) dari Provinsi Kalimantan Selatan (1959).
Sebagian wilayahnya dimekarkan menjadi Provinsi Kalimantan Utara.
= Pemekaran menjadi 5 provinsi (2012–sekarang)
=Kalimantan Utara (2012–sekarang)
Peraturan: UU No. 20 Tahun 2012 (disahkan 16 November 2012; diundangkan 17 Juli 2012).
Wilayah asal: (1) Kabupaten Bulungan (tersebut dalam Undang-Undang Nomor 27 Tahun 1959); (2) Kota Tarakan (tersebut dalam Undang-Undang Nomor 29 Tahun 1997); (3) Kabupaten Nunukan; (4) Kabupaten Malinau (keduanya tersebut dalam Undang-Undang Nomor 47 Tahun 1999); dan (5) Kabupaten Tana Tidung (tersebut dalam Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2007)
Kedudukan Pemerintahan: Tanjung Selor
Lain-lain:
Pemekaran dari Provinsi Kalimantan Timur
Wilayahnya merupakan wilayah tradisional Daerah Istimewa Bulongan (tersebut dalam UU Drt No. 3 tahun 1953) (?).
= Pemekaran menjadi 6 Provinsi (2024)
=Ibu Kota Nusantara (2024)
Regio III Jawa
= Pembentukan awal 3 provinsi (1945–1950)
=Jawa Barat (Administratif) (1945–[1947(?)])
Peraturan: Putusan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia 19 Agustus 1945.
Wilayah asal: Wilayah Provinsi Jawa Barat Hindia Belanda (1. Karesidenan Bantam (Banten), 2. Karesidenan Batavia (Jakarta), 3. Karesidenan Buitenzorg (Bogor), 4. Karesidenan Priangan (Bandung), dan 5. Karesidenan Cheribon (Cirebon)[?])
Kedudukan Pemerintahan: Jakarta/Bandung (?).
Lain-lain:
Pembentukan pertama.
Saat dibentuk pertama kali belum ada UU yang mengatur mengenai pemerintahan daerah sebagaimana dimaksud pasal 18 UUD (1945).
Setelah agresi militer I sebagian besar wilayahnya diduduki Belanda (1947).
Berdasarkan Perjanjian Renville wilayahnya berkurang dan hanya tinggal sebagian dari wilayah karesidenan Banten (1948).
Sebagian wilayahnya didirikan Negara Pasundan dan Distrik Federal Jakarta (1948).
Jawa Tengah (Administratif) (1945–[1947(?)])
Peraturan: Putusan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia 19 Agustus 1945.
Wilayah asal: Wilayah Provinsi Jawa Tengah Hindia Belanda (1. Karesidenan Semarang, 2. Karesidenan Rembang, 3. Karesidenan Pekalongan, 4. Karesidenan Banyumas, dan 5. Karesidenan Kedu).
Kedudukan Pemerintahan: Semarang (?).
Lain-lain:
Pembentukan pertama.
Saat dibentuk pertama kali belum ada UU yang mengatur mengenai pemerintahan daerah sebagaimana dimaksud pasal 18 UUD (1945).
Setelah agresi militer I sebagian besar wilayahnya diduduki Belanda (1947).
Berdasarkan Perjanjian Renville wilayahnya berkurang dan hanya tinggal sebagian dari wilayah karesidenan Kedu, Rembang, dan Semarang (1948).
Di wilayahnya didirikan Satuan Kenegaraan Jawa Tengah (1948).
Jawa Timur (Administratif) (1945–[1947(?)])
Peraturan: Putusan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia 19 Agustus 1945.
Wilayah asal: Wilayah Provinsi Jawa Timur Hindia Belanda (1. Karesidenan Surabaya, 2. Karesidenan Madura, 3. Karesidenan Besuki, 4. Karesidenan Malang, 5. Karesidenan Kediri, 6. Karesidenan Madiun, dan 7. Karesidenan Bojonegoro.).
Kedudukan Pemerintahan: Surabaya (?).
Lain-lain:
Pembentukan pertama.
Saat dibentuk pertama kali belum ada UU yang mengatur mengenai pemerintahan daerah sebagaimana dimaksud pasal 18 UUD (1945).
Setelah agresi militer I sebagian besar wilayahnya diduduki Belanda (1947).
Berdasarkan Perjanjian Renville wilayahnya berkurang dan hanya tinggal Karesidenan Madiun, Karesidenan Kediri, dan sebagian dari wilayah karesidenan Bojonegoro (1948).
Di wilayahnya didirikan Negara Jawa Timur dan Negara Madura (1948).
= Pembentukan ulang menjadi 4 provinsi (1950–1961)
=Jawa Barat (1950–sekarang)
Peraturan:
UU No. 11 Tahun 1950 (disahkan dan diundangkan 4 Juli 1950; berlaku 15 Agustus 1950).
PP RIS No. 21 Tahun 1950 (ditetapkan 14 Agustus 1950; diumumkan 16 Agustus 1950; berlaku 17 Agustus 1950).
Wilayah asal: 1. Karesidenan Serang, 2. Karesidenan Jakarta, 3. Karesidenan Bogor, 4. Karesidenan Priangan, dan 5. Karesidenan Cirebon.
Kedudukan Pemerintahan: Bandung.
Lain-lain:
Pembentukan pertama (berdasarkan kesepakatan RIS-RI [lihat PP RIS No. 21 Tahun 1950])/Pembentukan ulang.
Sebagian wilayahnya dimekarkan menjadi Provinsi Banten (2000).
Jawa Tengah (1950–sekarang)
Peraturan:
UU No. 10 Tahun 1950 (disahkan dan diundangkan 4 Juli 1950; berlaku 15 Agustus 1950) jo. UU Drt No. 5 Tahun 1957 (ditetapkan menjadi UU No. 18 Tahun 1958).
PP RIS No. 21 Tahun 1950 (ditetapkan 14 Agustus 1950; diumumkan 16 Agustus 1950; berlaku 17 Agustus 1950).
Wilayah asal: 1. Karesidenan Semarang, 2. Karesidenan Pati, 3. Karesidenan Pekalongan, 4. Karesidenan Banyumas, 5. Karesidenan Kedu, dan 6. Karesidenan Surakarta.
Kedudukan Pemerintahan: Semarang.
Lain-lain:
Pembentukan pertama (berdasarkan kesepakatan RIS-RI [lihat PP RIS No. 21 Tahun 1950])/Pembentukan ulang.
Wilayah bekas Kesunanan Surakarta termasuk exclave Kotagede serta Imogiri dan Praja Mangkunegaran termasuk exclave Ngawen (yang keduanya telah dibubarkan dan wilayahnya dijadikan Karesidenan Istimewa Surakarta pada 1946) dimasukkan menjadi wilayah Provinsi Jawa Tengah (1950).
Terjadi pengurangan wilayah yaitu wilayah exclave Kotagede, Imogiri, dan Ngawen diserahkan pada Daerah Istimewa Yogyakarta (1957/8).
Jawa Timur (1950–sekarang)
Peraturan:
UU No. 2 Tahun 1950 (disahkan 3 Maret 1950, diundangkan 4 Maret 1950, berlaku 15 Agustus 1950) jo. UU No. 18 Tahun 1950.
PP RIS No. 21 Tahun 1950 (ditetapkan 14 Agustus 1950; diumumkan 16 Agustus 1950; berlaku 17 Agustus 1950).
Wilayah asal:
Kedudukan Pemerintahan: Surabaya.
Lain-lain: Pembentukan pertama (berdasarkan kesepakatan RIS-RI [lihat PP RIS No. 21 Tahun 1950])/Pembentukan ulang.
Daerah Istimewa Yogyakarta (1950–sekarang)
Peraturan: UU No. 3 Tahun 1950 (disahkan 3 Maret 1950, diundangkan 4 Maret 1950, berlaku 15 Agustus 1950), jo. UU No. 19 Tahun 1950, jo. UU No. 9 Tahun 1955; jo. UU Drt No. 5 Tahun 1957 (ditetapkan menjadi UU No. 18 Tahun 1958).
Nomenklatur yang digunakan:
Daerah Istimewa Yogyakarta (1950-1965, 2012-sekarang).
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (1965-2012).
Provinsi Istimewa Yogyakarta (1999 belum pernah digunakan).
Wilayah asal: Daerah Kesultanan Yogyakarta dan Daerah [Kepangeranan] Pakualaman
Kedudukan Pemerintahan: Yogyakarta
Lain-lain:
Pembentukan pertama/penurunan status kesultanan dan kepangeranan dari negara protektorat dalam lingkungan RI menjadi daerah istimewa setingkat provinsi dalam lingkungan RI).
Mengalami penambahan wilayah dari exclave Provinsi Jawa Tengah yaitu Kotagede, Imogiri, dan Ngawen (1957/8).
Penurunan status dari daerah istimewa setingkat provinsi menjadi provinsi biasa (1965).
= Pemekaran menjadi 5 provinsi (1961–2000)
=Daerah Khusus Ibukota Jakarta (1961–sekarang)
Peraturan:
UU Drt RIS No. 20 Tahun 1950 [disahkan dan diundangkan 13 Mei 1950; berlaku surut 31 Maret 1950 ] (ditetapkan menjadi UU No. 1 Tahun 1956 [disahkan 7 Februari 1956; berlaku 10 Februari 1956 ]).
UU Pnps No. 2 Tahun 1961 jo. UU Pnps No. 15 Tahun 1963 dan UU No. 10 Tahun 1964 (semuanya dicabut dengan nomor 3).
UU No. 11 Tahun 1990 (dicabut dengan nomor 4).
UU No. 34 Tahun 1999 (dicabut dengan nomor 5).
jo. UU No. 29 Tahun 2007.
Nomenklatur yang digunakan:
Kotapraja Jakarta Raya (1950–1961).
Daerah Khusus Ibukota Jakarta Raya (1961–1964).
Jakarta/ Ibu kota Negara Republik Indonesia Jakarta (1964–1990).
Daerah Khusus Ibukota Jakarta (1990–1999).
Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta (1999-sekarang).
Wilayah asal: Wilayah-wilayah yang dimaksud dalam Keputusan Presiden Republik Indonesia Serikat No. 125 tahun 1950 (Kota Batavia ditambah Kota Kebayoran dan Kota Meester Cornelis/Jatinegara [?])
Kedudukan Pemerintahan (sekarang): Kota Administrasi Jakarta Pusat
Lain-lain:
Berasal dari Distrik Federal Jakarta (Pasal 50 Konstitusi RIS 1949).
Pada mulanya berbentuk kota.
Disetarakan dengan provinsi dengan nomenklatur Pemerintahan Daerah Khusus Ibu kota Jakarta Raya (1961).
Dibentuk sebagai provinsi otonom dengan nomenklatur Daerah Khusus Ibu kota Jakarta (1990).
Dinyatakan sebagai daerah [otonomi] khusus karena sebagai Ibu kota Negara dengan nomenklatur Provinsi Daerah Khusus Ibu kota Jakarta (1999).
Kekhususan [otonomi] diatur kembali dengan UU No. 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibu kota Jakarta Sebagai Ibu kota Negara Kesatuan Indonesia (2007).
= Pemekaran menjadi 6 provinsi (2000–sekarang)
=Banten (2000-sekarang)
Peraturan: UU No. 23 Tahun 2000 (disahkan dan diundangkan 17 Oktober 2000).
Wilayah asal: 1. Kabupaten Serang, 2. Kabupaten Pandeglang, 3. Kabupaten Lebak, dan 4. Kabupaten Tangerang (dimaksud dalam UU No. 14 Tahun 1950), 5. Kota Tangerang (dimaksud dalam UU No. 2 Tahun 1993), 6. Kota Cilegon (dimaksud dalam UU No. 15 Tahun 1999) dan 7.Kota Tangerang Selatan (Dimaksud dalam UU No.51 Tahun 2008).
Kedudukan Pemerintahan (asal): Serang, sebagai sebagian wilayah Kabupaten Serang.
Kedudukan Pemerintahan (sekarang): Kota Serang
Lain-lain: Pemekaran dari Provinsi Jawa Barat.
Regio IV Nusa Tenggara
= Pembentukan awal 1 provinsi (1945–1950)
=Sunda Kecil (Administratif) (1945–1946)
Peraturan: Putusan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia 19 Agustus 1945.
Wilayah asal: Wilayah den Kleine Soenda-eilanden dari Gouvernements de Groote Oost meliputi Residentie Bali en Lombok dan Residentie Timor en Onderhoorigheden, yang juga Daerah Kaigun Armada Selatan Kedua Pemerintahan Militer Jepang.
Kedudukan Pemerintahan: Singaraja (?)
Lain-lain:
Pembentukan Pertama.
Saat dibentuk pertama kali belum ada UU yang mengatur mengenai pemerintahan daerah sebagaimana dimaksud pasal 18 UUD (1945).
Berdasar Persetujuan Linggarjati wilayah Provinsi Sunda Kecil tidak lagi masuk dalam wilayah de facto Republik Indonesia (1946).
Wilayahnya menjadi bagian dari Negara Indonesia Timur (1946).
= Pembentukan ulang (1950–1958)
=Nusa Tenggara (Administratif) (1950–1958)
Peraturan: PP RIS No. 21 Tahun 1950 (ditetapkan 14 Agustus 1950; diumumkan 16 Agustus 1950; berlaku 17 Agustus 1950).
Nomenklatur yang digunakan:
Sunda Kecil (1950-1954/8).
Nusa Tenggara (1954/8-1958).
Wilayah asal: 1. Daerah Bali, 2. Daerah Lombok, 3. Daerah Sumbawa, 4. Daerah Flores, 5. Daerah Sumba, dan 6. Daerah Timor dan kepulauan di sekitarnya Negara Indonesia Timur.
Kedudukan Pemerintahan: Singaraja (?).
Lain-lain:
Pembentukan pertama (berdasarkan kesepakatan RIS-RI)/Pembentukan ulang.
Mengalami pergantian nomenklatur dari Provinsi Sunda Kecil menjadi Provinsi Nusa Tenggara berdasarkan UU Drt No. 9 Tahun 1954 (ditetapkan menjadi UU No. 8 Tahun 1958) (1954/8).
Wilayahnya dibentuk (dimekarkan) menjadi Provinsi Bali, Provinsi Nusa Tenggara Barat, dan Provinsi Nusa Tenggara Timur tanpa ada pembubaran secara jelas (1958).
= Pemekaran menjadi 3 provinsi (1958–1976)
=Bali (1958–sekarang)
Peraturan: UU No. 64 Tahun 1958 (disahkan 11 Agustus 1958; diundangkan 14 Agustus 1958).
Wilayah asal: Daerah Bali (sebagai dimaksud dalam pasal 14 ayat 1 sub 6 dari Staatsblad 1946 No. 143).
Kedudukan Pemerintahan (asal): Singaraja.
Kedudukan Pemerintahan (sekarang): Kota Denpasar.
Lain-lain: Pemekaran dari Provinsi Administratif Nusa Tenggara [atau Pembentukan pertama dari wilayah Negara Indonesia Timur (?)].
Wilayah asal: 1. Daerah Bali, 2. Daerah Lombok, 3. Daerah Sumbawa, 4. Daerah Flores, 5. Daerah Sumba, dan 6. Daerah Timor dan kepulauan di sekitarnya Negara Indonesia Timur.
Kedudukan Pemerintahan: Singaraja (?).
Lain-lain:
Pembentukan pertama (berdasarkan kesepakatan RIS-RI)/Pembentukan ulang.
Mengalami pergantian nomenklatur dari Provinsi Sunda Kecil menjadi Provinsi Nusa Tenggara berdasarkan UU Drt No. 9 Tahun 1954 (ditetapkan menjadi UU No. 8 Tahun 1958) (1954/8).
Wilayahnya dibentuk (dimekarkan) menjadi Provinsi Bali, Provinsi Nusa Tenggara Barat, dan Provinsi Nusa Tenggara Timur tanpa ada pembubaran secara jelas (1958).
Nusa Tenggara Barat (1958–sekarang)
Peraturan: UU No. 64 Tahun 1958 (disahkan 11 Agustus 1958; diundangkan 14 Agustus 1958).
Wilayah asal: 1. Daerah Lombok dan 2. Daerah Sumbawa (sebagai dimaksud dalam pasal 14 ayat 1 sub 7 dan 8 dari Staatsblad 1946 No. 143).
Kedudukan Pemerintahan: Mataram.
Lain-lain: Pemekaran dari Provinsi Administratif Nusa Tenggara [atau Pembentukan pertama dari wilayah Negara Indonesia Timur (?)].
Nusa Tenggara Timur (1958–sekarang)
Peraturan: UU No. 64 Tahun 1958 (disahkan 11 Agustus 1958; diundangkan 14 Agustus 1958).
Wilayah asal: 1. Daerah Flores; 2. Daerah Sumba; dan 3. Daerah Timor dan kepulauannya (sebagai dimaksud dalam pasal 14 ayat 1 sub 9, 10, dan 11 dari Staatsblad 1946 No. 143).
Kedudukan Pemerintahan: Kupang.
Lain-lain: Pemekaran dari Provinsi Administratif Nusa Tenggara [atau Pembentukan pertama dari wilayah Negara Indonesia Timur (?)].
= Penggabungan menjadi 4 provinsi (1976–1999)
=Timor Timur (1976–1999)
Peraturan: UU No. 7 Tahun 1976 (disahkan dan diundangkan 17-07-1976).
Wilayah asal: wilayah bekas koloni Portugis di Timor.
Kedudukan Pemerintahan: Dili.
Lain-lain:
Pembentukan pertama berdasar Proklamasi Rakyat Timor Timur di Balibo tanggal 30 November 1975 dan Petisi Rakyat dari koalisi partai pro-integrasi Pemerintah Sementara Timor Timur di Dili tanggal 31 Mei 1976 pasca aneksasi wilayah Indonesia ke wilayah yang bukan bekas bagian Hindia Belanda.
Mendapat kemerdekaan tahun 2002, melalui referendum tahun 1999 berdasar Resolusi 1246 Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa.
= Kembali menjadi 3 provinsi (1999–sekarang)
=Bali
Nusa Tenggara Barat
Nusa Tenggara Timur
Regio V Sulawesi
= Awal pembentukan (1945–1960)
=Sulawesi (Administratif) [I] (1945–1946)
Peraturan: Putusan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia 19 Agustus 1945.
Wilayah asal: Daerah Kaigun Armada Selatan Kedua / Wilayah der Insel Celebes dari Gouvernements de Groote Oost yang meliputi Residentie Celebes en Onderhoorigheden dan Residentie Manado.
Kedudukan Pemerintahan: Makassar/Menado (?).
Lain-lain:
Pembentukan Pertama.
Saat dibentuk pertama kali belum ada UU yang mengatur mengenai pemerintahan daerah sebagaimana dimaksud pasal 18 UUD (1945).
Berdasarkan Perundingan Linggarjati wilayah Provinsi Sulawesi tidak lagi masuk dalam wilayah de facto Republik Indonesia (1946).
Wilayahnya menjadi bagian dari Negara Indonesia Timur (1946).
Sulawesi (Administratif) [II] (1950–1960)
Peraturan: PP RIS No. 21 Tahun 1950 (ditetapkan 14 Agustus 1950; diumumkan 16 Agustus 1950; berlaku 17 Agustus 1950).
Wilayah asal: 1. Daerah Sulawesi Selatan, 2. Daerah Minahasa, 3. Daerah Sangihe dan Talaud, 4. Daerah Sulawesi Utara, dan 5. Daerah Sulawesi Tengah Negara Indonesia Timur.
Kedudukan Pemerintahan: Makassar/Menado (?)
Lain-lain:
Pembentukan pertama (berdasarkan kesepakatan RIS-RI).
Wilayahnya dimekarkan menjadi Provinsi Administratif Sulawesi Selatan dan Provinsi Administratif Sulawesi Utara (1960).
= Pemekaran menjadi 2 provinsi (1960–1964)
=Sulawesi Utara (Administratif) (1960)
Peraturan: Peraturan Presiden No. 5 Tahun 1960 (disahkan dan diundangkan 31 Maret 1960).
Wilayah asal: Daerah-Daerah Tingkat II/Kotapraja dimaksud dalam UU No. 29 Tahun 1959 pasal 1 ayat (1) nomor 1-10 (yaitu: 1. Kotapraja Menado, 2. Daerah Tingkat II Kepulauan Sangihe dan Talaud, 3. Daerah Tingkat II Minahasa, 4. Daerah Tingkat II Bolaang Mongondow, 5. Daerah Tingkat II Gorontalo, 6. Daerah Tingkat II Donggala, 7. Daerah Tingkat II Buol-Toli-Toli, 8. Kotapraja Gorontalo, 9. Daerah Tingkat II Poso, dan 10. Daerah Tingkat II Banggai.
Kedudukan Pemerintahan: Menado (?).
Lain-lain:
Pemekaran dari Provinsi Administratif Sulawesi.
Dialihkan statusnya menjadi provinsi otonom dengan nomenklatur Provinsi Sulawesi Utara-Tengah (1960).
Sulawesi Selatan (Administratif) (1960)
Peraturan: Peraturan Presiden No. 5 Tahun 1960 (disahkan dan diundangkan 31 Maret 1960).
Wilayah asal: Daerah-Daerah Tingkat II/Kotapraja dimaksud dalam UU No. 29 Tahun 1959 pasal 1 ayat (1) nomor 11-37 (yaitu: 11. Kotapraja Makassar, 12.Daerah Tingkat II Pangkajene dan Kepulauan, 13. Daerah Tingkat II Maros, 14. Daerah Tingkat II Gowa, 15. Daerah Tingkat II Jeneponto, 16. Daerah Tingkat II Takalar, 17. Daerah Tingkat II Luwu, 18. Daerah Tingkat II Tana Toraja, 19. Daerah Tingkat II Bone, 20. Daerah Tingkat II Wajo, 21. Daerah Tingkat II Soppeng, 22. Daerah Tingkat II Bonthain, 23. Daerah Tingkat II Bulukumba, 24. Daerah Tingkat II Sinjai, 25. Daerah Tingkat II Selayar, 26. Kotapraja Parepare, 27.Daerah Tingkat II Barru, 28. Daerah Tingkat II Sidenreng-Rappang, 29. Daerah Tingkat II Pinrang, 30. Daerah Tingkat II Enrekang, 31. Daerah Tingkat II Majene, 32. Daerah Tingkat II Mamuju, 33. Daerah Tingkat II Polewali-Mamasa, 34. Daerah Tingkat II Buton, 35. Daerah Tingkat II Muna, 36. Daerah Tingkat II Kendari, dan 37. Daerah Tingkat II Kolaka).
Kedudukan Pemerintahan: Makassar (?).
Lain-lain:
Pemekaran dari Provinsi Administratif Sulawesi.
Dialihkan statusnya menjadi provinsi otonom dengan nomenklatur Provinsi Sulawesi Selatan-Tenggara (1960).
= Pemekaran menjadi 4 provinsi (1964–1999)
=Sulawesi Selatan (1960/4–sekarang)
Peraturan: UU No. 47 Prp Tahun 1960 (disahkan dan diundangkan 13 Desember 1960) jo. Perppu No. 2 Tahun 1964 (ditetapkan menjadi UU No. 13 Tahun 1964).
Nomenklatur yang digunakan:
Provinsi Sulawesi Selatan-Tenggara (1960-1964).
Provinsi Sulawesi Selatan (1964–sekarang).
Wilayah asal: Provinsi Administratif Sulawesi Selatan (meliputi: 1. Kotapraja Makassar, 2.Daerah Tingkat II Pangkajene dan Kepulauan, 3. Daerah Tingkat II Maros, 4. Daerah Tingkat II Gowa, 5. Daerah Tingkat II Jeneponto, 6. Daerah Tingkat II Takalar, 7. Daerah Tingkat II Luwu, 8. Daerah Tingkat II Tana Toraja, 9. Daerah Tingkat II Bone, 10. Daerah Tingkat II Wajo, 11. Daerah Tingkat II Soppeng, 12. Daerah Tingkat II Bonthain, 13. Daerah Tingkat II Bulukumba, 14. Daerah Tingkat II Sinjai, 15. Daerah Tingkat II Selayar, 16. Kotapraja Parepare, 17.Daerah Tingkat II Barru, 18. Daerah Tingkat II Sidenreng-Rappang, 19. Daerah Tingkat II Pinrang, 20. Daerah Tingkat II Enrekang, 21. Daerah Tingkat II Majene, 22. Daerah Tingkat II Mamuju, 23. Daerah Tingkat II Polewali-Mamasa, 24. Daerah Tingkat II Buton, 25. Daerah Tingkat II Muna, 26. Daerah Tingkat II Kendari, dan 27. Daerah Tingkat II Kolaka [dimaksud dalam UU No. 29 Tahun 1959])
Kedudukan Pemerintahan: Makassar.
Lain-lain:
Pembentukan pertama/Alih status Provinsi Administratif Sulawesi Selatan.
Sebagian wilayahnya dimekarkan menjadi Provinsi Sulawesi Tenggara (1964) dan Provinsi Sulawesi Barat (2004).
Sulawesi Tengah (1964–sekarang)
Peraturan: Perppu No. 2 Tahun 1964 [disahkan dan diundangkan 13 Februari 1964; berlaku surut 1 Januari 1964 ] (ditetapkan menjadi UU No. 13 Tahun 1964 [disahkan dan diundangkan 23 September 1964; berlaku surut 1 Januari 1964 ]) jo. UU No. 47 Prp Tahun 1960.
Wilayah asal: Daerah Tingkat II Buol-Toli-Toli, Daerah Tingkat II Donggala, Daerah Tingkat II Poso dan Daerah Tingkat II Banggai (dimaksud dalam UU No. 29 Tahun 1959).
Kedudukan Pemerintahan: Palu.
Lain-lain: Pemekaran dari Provinsi Sulawesi Utara-Tengah.
Sulawesi Tenggara (1964–sekarang)
Peraturan: Perppu No. 2 Tahun 1964 [disahkan dan diundangkan 13 Februari 1964; berlaku surut 1 Januari 1964 ] (ditetapkan menjadi UU No. 13 Tahun 1964 [disahkan dan diundangkan 23 September 1964; berlaku surut 1 Januari 1964 ]) jo. UU No. 47 Prp Tahun 1960.
Wilayah asal: Daerah Tingkat II Kendari, Daerah Tingkat II Kolaka, Daerah Tingkat II Muna, dan Daerah Tingkat II Buton (dimaksud dalam UU No. 29 Tahun 1959).
Kedudukan Pemerintahan: Kendari.
Lain-lain: Pemekaran dari Provinsi Sulawesi Selatan-Tenggara.
Sulawesi Utara (1960/4–sekarang)
Peraturan: UU No. 47 Prp Tahun 1960 [disahkan dan diundangkan 13 Desember 1960 ] jo. Perppu No. 2 Tahun 1964 (ditetapkan menjadi UU No. 13 Tahun 1964).
Nomenklatur yang digunakan:
Provinsi Sulawesi Utara-Tengah (1960-1964).
Provinsi Sulawesi Utara (1964 – sekarang).
Wilayah asal: Wilayah Provinsi Administratif Sulawesi Utara (meliputi: [dimaksud dalam UU No. 29 Tahun 1959]).
Kedudukan Pemerintahan: Menado.
Lain-lain:
Pembentukan pertama/Alih status Provinsi Administratif Sulawesi Utara.
Sebagian wilayahnya dimekarkan menjadi Provinsi Gorontalo (2000).
= Pemekaran menjadi 6 provinsi (2000–sekarang)
=Gorontalo (2000–sekarang)
Peraturan: UU No. 38 Tahun 2000 (disahkan dan diundangkan 22 Desember 2000).
Wilayah asal: 1. Kabupaten Gorontalo, 2. Kota Gorontalo (dimaksud dalam UU No. 29 Tahun 1959]), dan 3. Kabupaten Boalemo (dimaksud UU No. 50 Tahun 1999).
Kedudukan Pemerintahan: Kota Gorontalo.
Lain-lain: Pemekaran dari Provinsi Sulawesi Utara.
Sulawesi Barat (2004–sekarang)
Peraturan: UU No. 26 Tahun 2004 (disahkan dan diundangkan 22 September 2004).
Wilayah asal: 1. Kabupaten Majene, 2. Kabupaten Polewali Mamasa, 3. Kabupaten Mamuju (dimaksud dalam UU No. 29 Tahun 1959), 4. Kabupaten Mamasa (dimaksud dalam UU No. 11 Tahun 2002), dan 5. Kabupaten Mamuju Utara (dimaksud dalam UU No. 7 Tahun 2003)
Kedudukan Pemerintahan asal: Mamuju.
Lain-lain: Pemekaran dari Provinsi Sulawesi Selatan.
Regio VI Maluku–Papua
= Awal pembentukan (1945–1956)
=Maluku (Administratif) [I] (1945-1946)
Peraturan: Putusan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia 19 Agustus 1945.
Wilayah asal: Wilayah Residentie Molukken Gouvernements de Groote Oost (Afdeling Tual, Afdeling Ambiona, Afdeling Ternate, Afdeling Westkust Nieuw Guinea, dan Afdeling Nordkust Nieuw Guinea [?]).
Kedudukan Pemerintahan: Ambon, Jakarta (de facto)
Lain-lain:
Pembentukan pertama.
Saat dibentuk pertama kali belum ada UU yang mengatur mengenai pemerintahan daerah sebagaimana dimaksud pasal 18 UUD (1945)
Berdasar Perundingan Linggarjati wilayah Provinsi Maluku [I] tidak lagi masuk dalam wilayah de facto Republik Indonesia (1946).
Wilayahnya menjadi bagian dari Negara Indonesia Timur.
Maluku (Administratif) [II] (1950-1957)
Peraturan: PP RIS No. 21 Tahun 1950 (ditetapkan 14 Agustus 1950; diumumkan 16 Agustus 1950; berlaku 17 Agustus 1950).
Wilayah asal: Daerah Maluku Utara, dan Daerah Maluku Selatan (sebagai dimaksud dalam pasal 14 ayat 1 sub 12 dan 13 dari Staatsblad 1946 No. 143) serta Karesidenan Nieuw Guinea (sebagai dimaksud dalam pasal 1 ayat 2 dari Staatsblad 1946 No. 143).
Kedudukan Pemerintahan: Ambon.
Lain-lain:
Pembentukan pertama (berdasarkan kesepakatan RIS-RI).
Sebagian wilayahnya dimekarkan menjadi Provinsi Irian Barat (otonom) (1956)
Mengalami pengurangan wilayah yaitu Distrik Maba dan Gebe dari Kawedanan Weda diserahkan kepada Provinsi Irian Barat [I] (1956/7/8).
Dialihkan statusnya menjadi provinsi otonom (1957).
= Penggabungan Irian Barat dan Alih Status Provinsi Otonom Maluku (1956–1962)
=Irian Barat [I] (1956/7/8-1962)
Peraturan: UU No. 15 Tahun 1956 (disahkan dan diundangkan 16 Agustus 1956) jo. UU Drt No. 20 Tahun 1957 [disahkan dan diundangkan 10 Agustus 1957; berlaku surut 16 Agustus 1956 ] (ditetapkan menjadi UU No. 23 Tahun 1958 [disahkan 17 Juni 1958; diundangkan 4 Juli 1958; berlaku surut 16 Agustus 1956 ]).
Wilayah asal: Wilayah Irian Barat dan Kawedanaan Tidore, serta Distrik Weda dan Distrik Petani (sebagian wilayah Kawedanan Weda).
Kedudukan Pemerintahan: Tidore.
Lain-lain:
Pembentukan pertama/pemekaran dari Provinsi Administratif Maluku.
Mendapat tambahan wilayah yaitu Distrik Maba dan Distrik Gebe dari Provinsi Administratif Maluku sehingga wilayahnya meliputi Irian Barat serta Kawedanaan Tidore dan seluruh Kawedanan Weda (1957/8).
Dibubarkan dan dibentuk ulang pada 1962.
Maluku (1957/8-sekarang)
Peraturan: UU Drt No. 22 Tahun 1957 [disahkan dan diundangkan 10 Agustus 1957 ] (ditetapkan menjadi UU No. 20 Tahun 1958 [disahkan 17 Juni 1958; diundangkan 1 Juli 1958 ]) jo. Penetapan Presiden No. 1 Tahun 1962.
Wilayah asal: Wilayah Provinsi Maluku termaksud dalam PP RIS No.21 tahun 1950 jis. pasal 1 dan pasal 2 ayat 2 UU No. 15 tahun 1956 jo. UU Drt No. 20 Tahun 1957 yang wilayahnya meliputi: 1. Wilayah Daerah Maluku Utara (termaksud dalam pasal 14 ayat 1 sub 6 dari Staatsblad 1946 No. 143 jo. UU NIT No.44 tahun 1950 jo. UU No.15 Tahun 1956 jo. UU Drt No. 20 Tahun 1957); 2. Wilayah Daerah Maluku Tengah, dan 3. Wilayah Daerah Maluku Tenggara (termaksud dalam PP No.35 Tahun 1952 jo. PP No.3 Tahun 1955); serta 4. Wilayah Daerah Ambon (termaksud dalam PP No. 15 Tahun 1955).
Kedudukan Pemerintahan: Ambon.
Lain-lain:
Pembentukan pertama/Alih status dari administratif.
Mengalami penambahan wilayah yaitu Kawedanan Tidore dan Kawedanan Weda dari Provinsi Irian Barat [I] yang dibubarkan (1962).
Sebagian wilayahnya dimekarkan menjadi Provinsi Maluku Utara (1999).
= Pembentukan ulang Irian Barat (1962–1969)
=Irian Barat [II] (1962-1969)
Peraturan: Penetapan Presiden No. 1 Tahun 1962 (disahkan dan diundangkan 1 Januari 1962) jo. Penetapan Presiden No. 1 Tahun 1963 (disahkan dan diundangkan 21 Februari 1963) jo. Keputusan Presiden Nomor 57 tahun 1963.
Nomenklatur yang digunakan:
Provinsi Irian Barat Bentuk Baru (1962-1963).
Provinsi Irian Barat (1963-1969).
Wilayah asal: Residentie Nieuw Guinea menurut konstruksi a la van Mook.
Kedudukan Pemerintahan: Kotabaru.
Lain-lain:
Pembentukan ulang Provinsi Irian Barat [I] , dengan perubahan wilayah.
Pemerintahan Perjuangan di bawah Presiden/Panglima Tertinggi Angkatan Perang Republik Indonesia/Panglima Besar Pembebasan Irian Barat atas wilayah sengketa (?) (1962-1963).
Pemerintahan Sipil Sementara Indonesia atas wilayah sengketa sejak 1 Mei 1963.
= Alih Status Otonom di Papua (1969–1999)
=Papua (1969–sekarang)
Peraturan:
UU No. 12 Tahun 1969 (disahkan dan diundangkan 10 September 1969) jo. UU No. 45 Tahun 1999.
jo. UU No. 21 Tahun 2001 jo. Perppu No. 1 Tahun 2008 (ditetapkan menjadi UU No. 35 Tahun 2008).
Nomenklatur yang digunakan:
Provinsi Irian Barat (1969-1973).
Provinsi Irian Jaya (1973-2001).
Provinsi Irian Jaya Timur (1999 – secara de facto belum pernah digunakan).
Provinsi Papua (2001-sekarang).
Wilayah asal: 1. Kabupaten Jayapura (wilayah Kepala Pemerintahan Setempat Jayapura, Nimboran, Mamberamo, Keerom, Sarmi, dan Dafonsoro); 2. Kabupaten Biak Numfor (wilayah Kepala Pemerintahan Setempat Biak, Numfor, dan Supiori); 3. Kabupaten Manokwari (wilayah Kepala Pemerintahan Setempat Manokwari, Ransiki, Wasior dan Bintuni); 4. Kabupaten Sorong (wilayah Kepala Pemerintahan Setempat Sorong, Raja Ampat, Teminabuan, dan Ayamaru); 5. Kabupaten Fak-Fak (wilayah Kepala Pemerintahan Setempat Fak-Fak, Kaimana, dan Mimika); 6. Kabupaten Merauke (wilayah Kepala Pemerintahan Setempat Merauke, Tanah Merah, Mindiptana, Agats, dan Mapi/Kepi); 7. Kabupaten Jayawijaya (wilayah Kepala Pemerintahan Setempat Baliem, Bokondini, Tiom, dan Oksibil); 8. Kabupaten Paniai (wilayah Kepala Pemerintahan Setempat Nabire, Tinggi, Enarotali, dan Ilaga); dan 9. Kabupaten Japen Waropen (wilayah Kepala Pemerintahan Setempat Yapen dan Waropen).
Kedudukan Pemerintahan: Jayapura.
Lain-lain:
Dibentuk setelah Penentuan Pendapat Rakyat berdasarkan Perjanjian New York 1962.
Merupakan penyempurnaan Pemerintahan Sementara Indonesia di Nederlands Nieuw Guinea.
Nama Provinsi Irian Barat berubah menjadi Provinsi Irian Jaya (1973).
Provinsi Irian Jaya sebagian wilayahnya dimekarkan menjadi Provinsi Irian Jaya Barat dan Provinsi Irian Jaya Tengah; Nama Provinsi Irian Jaya diubah menjadi Provinsi Irian Jaya Timur. Secara de facto pemekaran dan pergantian nama tidak dapat dilaksanakan (1999).
Provinsi Irian Jaya memperoleh Otonomi Khusus dan berganti nama menjadi Provinsi Papua (2001).
Sebagian wilayahnya dimekarkan menjadi Provinsi Irian Jaya Barat sebagai pelaksanaan pemekaran tahun 1999 yang tertunda (2003).
Sebagian wilayahnya dimekarkan menjadi Provinsi Papua Tengah, Provinsi Papua Pegunungan, dan Provinsi Papua Selatan pada tahun 2022.
= Pemekaran Irian Jaya/Papua menjadi 3 provinsi dan Maluku menjadi 2 provinsi (1999–2003)
=Irian Jaya Tengah (1999 de jure)
Peraturan: UU No. 45 Tahun 1999 (disahkan dan diundangkan pada 4 Oktober 1999).
Wilayah asal: 1. Kabupaten Biak Numfor, 2. Kabupaten Yapen Waropen, 3. Kabupaten Nabire (dimaksud dalam UU No. 12 Tahun 1969); 4. Kabupaten [Administratif] Paniai (dimaksud dalam PP No. 52 Tahun 1996); dan 5. Kabupaten [Administratif] Mimika (dimaksud dalam PP No. 54 Tahun 1996).
Kedudukan Pemerintahan: Timika (Sebagian wilayah dari Kabupaten Mimika).
Lain-lain: Secara de facto Provinsi Irian Jaya Tengah belum pernah terbentuk.
Maluku Utara (1999–sekarang)
Peraturan: UU No. 46 Tahun 1999 (disahkan dan diundangkan 4 Oktober 1999).
Wilayah asal: 1. Kabupaten Maluku Utara (sebagaimana dimaksud dalam UU Drt No. 23 Tahun 1957 [ditetapkan menjadi UU No. 60 Tahun 1958]); 2. Kabupaten Halmahera Tengah (sebagaimana dimaksud dalam UU No. 6 Tahun 1990); dan 3. Kota Ternate (sebagaimana dimaksud dalam UU No. 11 Tahun 1999).
Kedudukan Pemerintahan (de jure): Sofifi (sebagian wilayah Kecamatan Oba, Kabupaten Halmahera Tengah).
Kedudukan Pemerintahan (de facto): Kota Ternate
Lain-lain: Merupakan pemekaran dari Provinsi Maluku.
Papua Barat (1999/2003–sekarang)
Peraturan:
UU No. 45 Tahun 1999 (disahkan dan diundangkan pada 4 Oktober 1999).
jo. Perppu No. 1 Tahun 2008 [disahkan dan diundangkan 16 April 2008 ] (ditetapkan menjadi UU No. 35 Tahun 2008 [disahkan dan diundangkan 25 Juli 2008 ]) jo. UU No. 21 Tahun 2001.
Nomenklatur yang digunakan:
Provinsi Irian Jaya Barat (1999/2003–2007).
Provinsi Papua Barat (2007–sekarang).
Wilayah asal: 1. Kabupaten Sorong, 2. Kabupaten Manokwari, 3. Kabupaten Fak-Fak (dimaksud dalam UU No. 12 Tahun 1969); dan 4. Kota [Administratif] Sorong (dimaksud dalam PP No. 31 Tahun 1996).
Kedudukan Pemerintahan: Manokwari (sebagian wilayah yang berada di Kabupaten Manokwari).
Lain-lain:
Merupakan pemekaran dari Provinsi Irian Jaya/Papua.
Dibentuk secara de jure tahun 1999.
Pembentukan secara de facto baru dilaksanakan tahun 2003.
Berdasar PP No. 24 Tahun 2007 Provinsi Irian Jaya Barat berganti nomenklaturnya menjadi Provinsi Papua Barat (2007).
Otonomi Khusus Papua ditegaskan meliputi juga Papua Barat dengan Perppu No. 1 Tahun 2008 yang ditetapkan menjadi UU No. 35 Tahun 2008 (2008).
Sebagian wilayahnya dimekarkan menjadi Provinsi Papua Barat Daya pada 2022.
= Pembatalan Irian Jaya Tengah dan pembentukan ulang Papua Barat (2003–2022)
=Pembatalan Irian Jaya Tengah, secara de Facto belum terbentuk
Wilayah Irian Jaya Tengah kembali ke Provinsi Papua
Provinsi Irian Jaya Barat berganti nomenklaturnya menjadi Provinsi Papua Barat (2007).
= Pemekaran Papua menjadi 6 provinsi (2022–sekarang)
=Papua Tengah (1999/2022–sekarang)
Peraturan:
UU No. 45 Tahun 1999 (disahkan dan diundangkan pada 4 Oktober 1999)
UU No. 15 Tahun 2022 (disahkan dan diundangkan pada 25 Juli 2022)
Wilayah asal: 1. Kabupaten Nabire (dimaksud dalam UU No. 12 Tahun 1969), 2. Kabupaten Mimika, 3. Kabupaten Paniai, 4. Kabupaten Puncak Jaya (dimakud dalam UU No. 45 Tahun 1999), 5. Kabupaten Puncak (dimaksud dalam UU No. 7 Tahun 2008), 6. Kabupaten Dogiyai (dimaksud dalam UU No. 8 Tahun 2008), 7. Kabupaten Intan Jaya (dimaksud dalam UU No. 54 Tahun 2008), 8. Kabupaten Deiyai (UU No. 55 Tahun 2008)
Kedudukan Pemerintahan: Nabire / Timika
Lain-lain:
Merupakan pemekaran dari Provinsi Papua.
Dibentuk secara de jure pada 1999 sebagai Irian Jaya Tengah, dibatalkan oleh DPRD Irian Jaya pada 2000
Tahun 2003 dilakukan pemekaran secara sepihak oleh Andreas Anggaibak (Ketua DPRD Mimika), Jacobus Muyapa (Ketua DPRD Paniai), dan Philip Wona (Bupati Yapen Waropen)
Papua Selatan (2022–sekarang)
Peraturan: UU No. 14 Tahun 2022 (disahkan dan diundangkan pada 25 Juli 2022)
Wilayah Asal: 1. Kabupaten Merauke (dimaksud dalam UU No. 12 Tahun 1969), 2. Kabupaten Asmat, 3. Kabupaten Mappi, 4. Kabupaten Boven Digoel (dimaksud dalam UU No. 26 Tahun 2002)
Kedudukan pemerintahan: Merauke
Lain-lain: Seluruh Kabupaten di Papua Selatan merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten Merauke sejak tahun 2002.
Papua Pegunungan (2022–sekarang)
Peraturan: UU No. 16 Tahun 2022 (disahkan dan diundangkan pada 25 Juli 2022)
Wilayah Asal: 1. Kabupaten Jayawijaya (dimaksud dalam UU No. 12 Tahun 1969), 2. Kabupaten Yahukimo, 3. Kabupaten Tolikara, 4. Kabupaten Pegunungan Bintang (dimaksud dalam UU No. 26 Tahun 2002), 5. Kabupaten Mamberamo Tengah (dimaksud dalam UU No. 3 Tahun 2008), 6. Kabupaten Yalimo (dimaksud dalam UU No. 4 Tahun 2008), 7. Kabupaten Lanny Jaya (dimaksud dalam UU No. 5 Tahun 2008), 8. Kabupaten Nduga (dimaksud dalam UU No. 6 Tahun 2008)
Kedudukan pemerintahan: Wamena
Lain-lain: Seluruh Kabupaten di Papua Pegunungan merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten Jayawijaya sejak tahun 2002.
Papua Barat Daya (2022–sekarang)
Peraturan: UU No. 29 Tahun 2022
Kedudukan pemerintahan: Sorong
Lain-lain: Merupakan pemekaran dari Provinsi Papua Barat.
Lihat pula
Sejarah Pemerintahan Daerah Indonesia
Pemerintahan Daerah
Sejarah Indonesia
Hindia Belanda
Daftar provinsi Indonesia
Referensi
Kata Kunci Pencarian:
- Provinsi di Indonesia
- Sejarah provinsi di Indonesia
- Sejarah Indonesia
- Sejarah Indonesia (1945–1949)
- Garis waktu sejarah Indonesia
- Era Demokrasi Liberal (1950–1959)
- Daftar ibu kota provinsi di Indonesia
- Sejarah pemerintahan daerah di Indonesia
- Banten
- Jawa Tengah
- Regency (Indonesia)
- City status in Indonesia
- List of mosques in Indonesia
- Papua (province)
- 2023–24 Liga 3 (Indonesia)
- 2024 Indonesian regional and municipal elections
- Religion in Indonesia
- Culture of Indonesia
- Palu
- Western New Guinea