- Source: Tasyabbuh
Tasyabbuh ( bahasa Arab: التشبه, translit. At-Tasyabbuh) adalah istilah dalam Islam yang merujuk pada tindakan meniru atau menyerupai adat, kebiasaan, atau praktik dari orang atau kelompok non-Muslim. Secara harfiah, tasyabbuh berasal dari kata bahasa Arab "syabbah" dan "syabbih," yang berarti "menyerupai" atau "meniru." Dalam konteks syariah, tasyabbuh dianggap sebagai perbuatan yang menyamai atau meniru hal-hal yang bukan bagian dari ajaran Islam, baik dalam bentuk kebiasaan, pakaian, ritual, maupun cara hidup tertentu. Konsep ini sering dibahas oleh para ulama dalam konteks menjaga keaslian identitas Islam dan menghindari pengaruh budaya luar yang dianggap bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam.
Larangan dalam Al-Qur’an dan Hadis
Larangan tasyabbuh berakar pada beberapa hadis Nabi Islam Muhammad. Salah satu hadis yang sering dijadikan dasar adalah sabdanya:
"Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk golongan mereka"
Hadis ini biasanya digunakan untuk mengingatkan umat Muslim agar tidak meniru kebiasaan atau adat-istiadat yang berasal dari kelompok non-Muslim atau yang bertentangan dengan ajaran Islam.
Di dalam Al-Qur’an, Allah SWT telah berfirman dalam surat Ar Rum ayat 31-32:
"Dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang musyrik (menyekutukan Allah), yaitu orang-orang yang memecah-belah agama mereka dan menjadi beberapa golongan. Setiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan mereka."
Dalam ayat lain Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu katakan Raa’ina, tetapi katakanlah, Unzurna, dan dengarkanlah. Dan orang-orang kafir akan mendapat azab yang pedih.”
Beberapa ulama juga mengaitkan larangan tasyabbuh dengan prinsip Al-Wala' wal Bara' (loyalitas dan sikap berlepas diri). Prinsip ini mendorong umat Islam untuk menunjukkan loyalitas penuh kepada Allah dan Rasul-Nya, serta menjauhkan diri dari segala sesuatu yang melibatkan tradisi atau kebiasaan yang dianggap bisa merusak iman atau merusak identitas Islam.
Contoh Tasyabbuh
Pandangan mengenai apa yang termasuk tasyabbuh bervariasi di kalangan ulama. Beberapa contoh yang sering diangkat dalam diskusi mengenai tasyabbuh adalah:
Perayaan dan Ritual Non-Islam
Perayaan seperti Natal, Halloween, atau Tahun Baru sering kali dianggap sebagai bentuk tasyabbuh jika dirayakan oleh umat Muslim, karena perayaan-perayaan tersebut berasal dari budaya atau agama lain.
Pakaian dan Gaya Hidup
Pakaian atau gaya hidup yang mencerminkan budaya non-Muslim, seperti mengenakan simbol-simbol agama lain atau mengikuti mode yang dianggap tidak sesuai dengan syariat, kadang dianggap sebagai tasyabbuh.
Ucapan dan Sapaan
Mengucapkan salam atau ungkapan yang khas dari agama lain, misalnya “Merry Christmas” pada perayaan Natal, juga bisa dianggap sebagai tasyabbuh bagi sebagian ulama.
Mengucapkan atau merayakan Hari Kelahiran seperti “Selamat Ulang Tahun” juga dianggap sebagai tasyabbuh, sebagaimana sebagian ulama berpendapat bahwa tradisi perayaan kelahiran dalam Islam pertama kali diperkenalkan oleh golongan Syi’ah Fathimiyah pada abad ke-4 Hijriyah.
= Tasyabbuh dalam Kehidupan Modern
=Dalam dunia yang semakin global, tasyabbuh menjadi topik yang semakin relevan di kalangan Muslim. Modernisasi dan globalisasi telah menyebabkan interaksi budaya yang sangat luas, sehingga umat Muslim dihadapkan pada berbagai adat dan praktik dari budaya lain. Dalam konteks ini, beberapa ulama menyarankan pendekatan yang lebih fleksibel dan kontekstual, dengan tetap mempertahankan prinsip-prinsip dasar Islam tanpa harus menolak semua aspek budaya luar.
Pentingnya konsep tasyabbuh adalah untuk mendorong umat Islam agar memelihara identitas Islam mereka dan berhati-hati dalam mengikuti budaya atau kebiasaan yang bisa mengarah pada pengaburan keyakinan dan nilai-nilai Islam.
Perbedaan pendapat Ulama
Pemahaman tentang tasyabbuh bervariasi di antara para ulama. Sebagian ulama berpendapat bahwa tasyabbuh harus dihindari sepenuhnya, terutama dalam hal-hal yang bersifat ritual atau keagamaan dari kelompok non-Muslim. Sementara itu, beberapa ulama yang lain memandang bahwa tidak semua hal yang berasal dari budaya luar harus dianggap sebagai tasyabbuh, terutama jika hal tersebut sudah menjadi praktik umum yang tidak secara khusus terkait dengan agama tertentu, seperti teknologi, ilmu pengetahuan, atau cara berpakaian yang umum.
Para ulama juga menekankan pentingnya niat di balik perbuatan. Misalnya, jika seseorang meniru budaya luar dengan tujuan yang murni dan tidak ada niat untuk mengikuti agama lain atau bertentangan dengan Islam, maka tindakan tersebut mungkin tidak termasuk dalam kategori tasyabbuh. Beberapa ulama kontemporer berpendapat bahwa selagi praktik tersebut tidak melanggar prinsip-prinsip dasar Islam dan tidak menunjukkan pengingkaran terhadap identitas Islam, maka praktik tersebut dapat diterima.