- Source: Terapi manual
Terapi manual atau disebut juga terapi manipulatif adalah keterampilan khusus yang dimiliki oleh seorang fisioterapis atau terapis fisik untuk penatalaksanaan masalah neuromuskuloskeletal dengan menggunakan pendekatan teknik manual (menggunakan tangan) dan latihan terapi yang bertujuan untuk mengurangi rasa sakit, meningkatkan jangkauan sendi, perkembangan perbaikan jaringan, dan meningkatkan ekstensibilitas, stabilitas, dan fungsi otot serta sendi. Terapi manual ini didasari oleh bukti klinis dan saintifik serta dibatasi oleh faktor biopsikososial dari tiap individu pasien.
Terapi manual telah disebutkan di dalam naskah medis Huangdi Neijing pada zaman Kaisar Tiongkok Huang Di 2598 SM, di dalam papirus Edwin Smith Mesir Kuno 4000 tahun yang lalu, di dalam pahatan Thailand kuno, naskah medis Yunani dan India kuno hingga di dalam naskah medis Hippokrates.
Efek yang ditimbulkan oleh terapi manual adalah mengurangi rasa nyeri dengan cara mengubah konsentrasi mediator inflamasi, peningkatan kadar serotonin dan endorfin yang berperan di dalam penurunan ambang batas rasa nyeri, menghasilkan hipoalgesia melalui eksitasi sistem saraf simpatis, penurunan denyut jantung dan tekanan darah sebagai respons atas berkurangnya stres, memberikan efek imitatif cannabis yang timbul dari peningkatan kadar kanabinoid endogen, dan memiliki efek desensitisasi dengan cara mengambil alih memori nyeri dan menggantikannya dengan memori baru.
Tiga unsur yang terdapat dalam terapi manual adalah unsur fisiologis, psikologis, dan biomekanikal.
Ada banyak teknik dasar di dalam terapi manual, di antaranya adalah pemijatan dan mobilisasi jaringan lunak, stabilisasi sendi, manipulasi sendi, traksi manual, teknik energi otot atau muscle energy techniques (MET), teknik dorongan dengan kecepatan tinggi amplitudo rendah atau high velocity low amplitude (HVLA), dan drainase kelenjar getah bening atau manual lymph drainage (MLD).
Beberapa ahli terapis fisik membuat metode pendekatan terapi manual yang dipakai hingga saat ini. Metode tersebut antara lain metode Kaltenborn-Evjenth, metode Maitland (Australia), metode Paris, metode Mulligan, metode mobilisasi saraf oleh Robert Elvey, David Butler serta Michael Shacklock, dan metode McKenzie. Brian McKenzie juga mengembangkan sistem klasifikasi terapi manual untuk nyeri leher dan nyeri punggung bawah.
Indikasi terapi manual adalah nyeri leher akut atau kronis, nyeri punggung akut atau kronis, sakit kepala, kelainan sendi temporomandibula, nyeri panggul, nyeri lutut, nyeri pergelangan kaki, nyeri bahu, dan fibromialgia. Kontraindikasi terapi manual adalah fraktur, ketidakstabilan sendi, artritis akibat infeksi, tumor, ankilosing spondilitis, kelainan inflamasi akut, penyakit saraf dengan kemungkinan kompresi saraf tulang belakang, mielopati akibat sindrom kauda ekuina, osteoporosis, spondilolisis dengan spondilolistesis, stenosis spina, adanya destruksi akibat metastasis pada daerah yang bermasalah, dan saat tidak tersedia diagnosis yang jelas tentang kelainan sendi yang diderita.
Meskipun terapi manual digunakan secara luas di seluruh dunia dan terbukti mengurangi keluhan penderita, terdapat perdebatan di antara praktisi kesehatan tentang efikasi terapi ini. Beberapa praktisi meyakini perbaikan kondisi penderita timbul dari efek plasebo akibat kemampuan persuasi yang diberikan oleh terapis fisik.
Definisi
Terapi manual atau disebut juga terapi manipulatif adalah keterampilan khusus yang dimiliki oleh seorang fisioterapis atau terapis fisik untuk penatalaksanaan masalah neuromuskuloskeletal dengan menggunakan pendekatan teknik manual (menggunakan tangan) dan latihan terapi yang bertujuan untuk mengurangi rasa sakit, meningkatkan jangkauan sendi, perkembangan perbaikan jaringan, dan meningkatkan ekstensibilitas, stabilitas, dan fungsi otot serta sendi.
Sejarah
Dokumentasi tentang terapi manual termuat di dalam papirus Edwin Smith Mesir kuno sekitar 4000 tahun yang lalu dan di dalam pahatan Thailand kuno. Penyebutan teknik pemijatan yang paling tua ada di dalam naskah medis Huangdi Neijing yang dibuat di zaman Kaisar Cina Huang Ti 2598 SM. Naskah Yunani dan India kuno, termasuk yang dibuat oleh Hippokrates menggambarkan pemijatan sebagai terapi yang efektif untuk luka yang timbul saat melakukan olahraga.
Selain pemijatan, Hippokrates juga menyebutkan teknik traksi dan manipulasi punggung serta reposisi tulang belakang yang mengalami dislokasi dan untuk pengobatan skoliosis. Claudius Galen, seorang dokter ahli bedah Romawi menuliskan teknik Hippokrates dengan disertai ilustrasi di dalam catatan medisnya. Ibnu Sina dari Bagdad juga melakukan hal yang sama di dalam bukunya The Book of Healing.
Friar Thomas menuliskan teknik manipulasi untuk tungkai di dalam bukunya The Complete Bone Setter pada tahun 1656 dan di akhir tahun 1674, Johannes Scultetus memasukkan teknik manipulasi Hippokrates di dalam bukunya The Surgeon's Storehouse.
Terapi manual tidak banyak lagi dilakukan ketika Sir Percival Pott (1714-1788) menyebutkan bahwa penerapan terapi tersebut pada kasus tuberkulosis tulang belakang (penyakit Pott) bukan saja tidak berguna, tetapi juga berbahaya untuk dilakukan. Namun, meskipun demikian Sarah Mapp (sekitar abad ke-18) dan Sir Albert Baker (sekitar abad ke-20) tetap menganjurkan terapi manual untuk masalah tulang di wilayah Inggris. Di Amerika Serikat, Waterman Sweet menerbitkan esai yang berjudul An Essay on the Science of Bone Setting pada tahun 1829 yang tetap merekomendasikan penggunaan terapi manual.
Pada tahun 1828, seorang dokter dari Glasgow bernama Thomas Brown mempopulerkan konsep iritasi spinal. Brown mengemukakan bahwa permasalahan saraf tulang belakang dapat diatasi dengan iritasi spinal tanpa harus melibatkan terapi seperti penggunaan alat patri (solder), lintah, dan pelepuhan kulit yang sering dilakukan saat itu. Teori iritasi spinal ini didukung oleh dr. Isaac Parrish dari Philadelphia dalam artikelnya di The American Journal of Medical Sciences. Dengan diterimanya teori kedua dokter ini, osteopati (yang ditemukan oleh Andrew Taylor Still pada tahun 1874) dan kiropraktik (yang ditemukan oleh Daniel David Palmer pada tahun 1895) sebagai bagian dari terapi manual dapat diterima secara luas.
Manipulasi spinal telah dipraktikkan oleh orang Bali di Indonesia, orang Hawaii dengan teknik pijat lomilomi, Jepang, Cina, India, dukun-dukun di daerah Asia Tengah, dukun tulang di Nepal, Rusia, dan Norwegia.
Efek terapi
= Mediator biomekanis
=Pemilihan jenis terapi manual yang akan diberikan kepada seorang penderita, menentukan hasil yang akan didapatkan. Kesalahan dalam memilih terapi yang tepat memiliki potensi untuk menimbulkan efek samping negatif bahkan berbahaya bagi penderita. Hal yang mendasari pemilihan terapi manual yang akan dilakukan adalah koreksi kelainan biomekanis yang dideteksi selama pemeriksaan fisik.
Secara umum, terapi manual menargetkan sendi, saraf, dan otot. Beberapa metode terapi manual yang memanfaatkan tekanan mekanis terbukti meningkatkan ekstensibilitas jaringan sehingga memperbaiki pergerakan sendi. Tekanan mekanis ini juga akan meningkatkan aliran darah.
= Mediator neurofisiologis
=Terapi manual memengaruhi interaksi antara nosiseptor perifer dengan mediator inflamasi dengan cara mengubah konsentrasi mediator inflamasi dan mengurangi nyeri. Penelitian yang dilakukan oleh Julita A. Teodorczyk-Injeyan dan kawan-kawan pada tahun 2006 menunjukkan terdapat penurunan kadar sitokin (TNF-alfa dan IL1β) sebanyak 20% 2 jam setelah terapi manual dilakukan. Selain itu terdapat juga peningkatan kadar serotonin dan endorfin-β dalam 5 menit setelah manipulasi spinal dan sebanyak 168% peningkatan kanabinoid endogen yang merupakan hormon yang penting untuk mekanisme penurunan rasa nyeri.
Penelitian Degenhardt dan kawan-kawan pada tahun 2007 menunjukkan hal yang serupa tentang peningkatan kadar endorfin, dan kanabinoid endogen seperti anandamida, N-palmitoiletanolamida, dan serotonin setelah terapi manual. Begitu pula dengan penelitian yang dilakukan oleh John McPartland dan kawan-kawan pada tahun 2005 terhadap 16 partisipan yang menjalani terapi manual osteopati. Partisipan memperoleh efek seperti telah mengonsumsi cannabis setelah terapi. Efek yang dirasakan oleh partisipan adalah perasaan euforia, merasa dalam kondisi yang baik, dan relaks. Hal ini dibuktikan dengan hasil dari skala reaksi obat dan pemeriksaan darah yang menunjukkan peningkatan kadar anandamida.
Terapi manual menurunkan refleks fleksi nosisepsi dan pengaturan sensoris di daerah temporal yang menyebabkan hambatan nosisepsi di sistem saraf pusat. Penelitian yang dilakukan oleh Rogelio A. Coronado dan kawan-kawan pada tahun 2012 menunjukkan adanya penurunan ambang rasa nyeri setelah terapi manual yang dilakukan pada sendi dan otot. Hasil yang didapatkan ini serupa dengan hasil dari penelitian yang dilakukan oleh Charles W. Gay dan kawan-kawan pada tahun 2013. Penelitian Gay juga menemukan bahwa terjadi perubahan fungsi konektivitas di dalam otak setelah terapi manual.
Max Zusman mengemukakan bahwa terapi manual mengambil alih memori otak dengan mengganti memori nyeri dengan memori tanpa nyeri melalui paparan stimulus baru yang sifatnya tidak mengandung ancaman. Memori nyeri merupakan memori yang tersimpan di dalam otak setelah mengalami nyeri yang bersifat kronis. Penderita akan terus mengalami rasa sakit yang sama bahkan setelah rasa sakitnya telah berkurang atau bahkan telah hilang. Terapi manual bersifat sebagai desensitisasi baik secara fisik maupun secara kognitif. Hal ini mendasari pendekatan dengan menggunakan terapi manual pada penderita nyeri otot kronis.
= Efek spinal
=Joel G. Pickar dan kawan-kawan berspekulasi bahwa terapi manual merangsang sistem saraf pusat dengan fungsi sensorik dari proprioseptor otot. Krisztina Malisza dan kawan-kawan berhasil membuktikan efek spinal pada hewan percobaan dengan menginjeksikan kapsaisin pada tungkai bawah tikus coba. Respons dari saraf tulang belakang direkam dengan menggunakan pencitraan resonansi magnetik yang menunjukkan penurunan aktivitas dorsal horn (bagian saraf tulang belakang yang mengandung banyak sel saraf dan akson yang tidak bermielin) setelah terapi manual.
= Efek supraspinal
=Efek terapi manual melibatkan sistem supraspinal karena menyebabkan eksitasi sistem saraf simpatis (berupa perubahan tekanan darah dan aliran darah pada kulit) yang menghasilkan hipoalgesia (penurunan ambang nyeri sebagai respons terhadap stimulus standar). Selain itu terdapat penurunan denyut jantung sebagai respons terhadap berkurangnya perasaan stres, menurunnya kadar enzim amilase saliva, dan penurunan kadar kortisol dan insulin dalam saliva. Efek hipoalgesia ini dapat bertahan hingga 24 jam setelah terapi manual dilakukan.
Selain membuktikan efek spinal terapi manual, Krisztina Malisza juga berhasil menunjukkan efek supraspinal pada penelitian yang sama. Malisza menemukan adanya respons pada tikus coba berupa penurunan aktivitas supraspinal yang bertanggung jawab untuk proses nyeri.
Prinsip
Tiga unsur di dalam terapi manual adalah:
Fisiologis: terapi manual dapat mengurangi spasme otot, meredakan nyeri melalui mekanisme stimulasi, inhibisi otot, pengurangan aktivitas nosisepsi, dan mengurangi tekanan periartikular atau intraartikular.
Biomekanikal dan fisik: sebagai sarana untuk perbaikan dan pembentukan jaringan dengan cara memengaruhi ekstensibilitas jaringan dan dinamika cairan.
Psikologikal: respons plasebo yang bersifat positif. Respons ini didapatkan karena menyentuh penderita dan karena adanya harapan penderita terhadap fisioterapis yang melakukan pengobatan.
Teknik dasar
= Pemijatan dan mobilisasi jaringan lunak
=Metode pemijatan dari Swedia dipopulerkan oleh dr. Johan Georg Mezger pada akhir abad ke-19. Pemijatan ini meliputi gerakan effleurage (gerakan pemanasan untuk otot menggunakan telapak tangan yang memberikan tekanan lembut dengan gerakan melingkar berulang), tapotement (gerakan perkusi berupa memukul atau menepuk-nepuk), dan gerakan berupa getaran.
James Cyriax menganjurkan teknik pemijatan yang searah dengan serat otot untuk pengobatan cedera tendon atau ligamentum. Dari berbagai teknik pemijatan ini, dr. Tom Sevier mengembangkan metode assisted soft tissue mobilization (ASTYM) yang memungkinkan penetapan diagnosis berbasis data penelitian. Mobilisasi jaringan lunak memengaruhi otot melalui peregangan, relaksasi fasia otot, teknik titik pemicu, dan teknik deep tissue (tekanan yang kuat pada otot).
Teknik ini memberikan efek terhadap otot, saraf, kelenjar getah bening, dan peredaran darah. Dengan pemijatan dan mobilisasi jaringan lunak akan terjadi peningkatan sirkulasi darah, perbaikan fleksibilitas dan mobilitas serat otot, dan terjadi penurunan tingkat rasa nyeri, bengkak, dan spasme otot.
= Stabilisasi sendi
=Stabilitas sendi merupakan kemampuan untuk mengontrol pergerakan sendi dalam batasan gerak yang tepat. Yang berperan dalam stabilitas sendi ini adalah jaringan lunak dan otot yang berada di sekeliling sendi dan menopang sendi tersebut.
Stabilitas sendi ini ditentukan oleh tiga hal. Yang pertama adalah ukuran, bentuk, dan susunan dari permukaan sendi yang menghubungkan dua tulang. Yang kedua adalah ligamentum yang mengelilingi sendi berupa jaringan ikat yang mempertahankan sendi. Yang terakhir adalah tonus otot yang dapat mengalami penurunan seiring waktu terutama otot-otot yang tidak pernah dilatih dengan olahraga. Tonus otot yang lemah akan menyebabkan seseorang rentan untuk mengalami cedera sendi.
Teknik ini dapat dilakukan di rumah secara mandiri oleh penderita dengan edukasi terapis fisik. Latihan stabilisasi sendi ditambah terapi manual yang lain terbukti dapat meningkatkan perbaikan disabilitas, mengurangi nyeri pada malam hari, dan meningkatkan keleluasaan pergerakan sendi.
= Manipulasi sendi
=Prinsip teknik ini adalah pergerakan pasif sendi. Tindakan yang dilakukan adalah gerakan pasif yang berkesinambungan dari sendi dan atau jaringan lunak di sekitarnya dengan berbagai tingkat kecepatan dan amplitudo gerakan (termasuk gerakan dengan amplitudo kecil dan kecepatan tinggi). Manipulasi sendi dapat membantu sendi agar bisa bergerak dengan normal dengan rasa nyeri yang minimal.
= Traksi manual
=Teknik ini digunakan untuk mengatasi nyeri sendi dengan cara mengurangi tekanan pada saraf, membantu relaksasi dan meregangkan otot dengan cara yang ringan. Traksi digunakan untuk memisahkan diskus, sendi, dan bagian tulang pada tulang belakang. Terapis fisik akan menarik leher atau kaki. Untuk traksi leher, penderita dalam posisi berbaring dan terapis meletakkan kedua tangannya di bagian bawah tulang tengkorak kepala yang berbatasan dengan leher lalu menarik leher dengan perlahan.
Traksi dapat dilakukan pada kasus herniasi atau prolaps diskus tulang belakang, skiatika, nyeri leher, spondilitis, stenosis spinal, dan penyakit degenerasi diskus.
= Teknik energi otot atau muscle energy techniques (MET)
=MET yang dikembangkan oleh Fred Mitchell Sr., memanfaatkan kontraksi otot aktif setelah persendian dibatasi pergerakannya. Prinsip dasarnya adalah relaksasi dan gaya dorong. teknik ini dapat digunakan untuk mengembalikan otot yang mengalami pemendekan atau spastisitas atau untuk menggerakkan sendi yang kaku.
= Manipulasi osteopati kecepatan tinggi amplitudo rendah atau high velocity low amplitude (HVLA)
=Pada teknik ini dilakukan tekanan yang sifatnya cepat, dangkal, dan berulang pada sendi yang tidak bergerak secara simetris. Teknik HVLA dilakukan dalam lingkup gerak sendi atau range of motion (ROM) secara anatomis. Pada sendi ini akan diberikan tahanan agar dapat mengembalikan fungsi normalnya. HVLA umum digunakan pada kiropraktik.
= Drainasi kelenjar getah bening atau manual lymph drainage (MLD)
=Teknik ini pertama kali diperkenalkan oleh dr. Emil Vodder dan istrinya, Estrid, pada tahun 1936 di Paris untuk kasus pembengkakan kelenjar getah bening. Pada teknik ini dilakukan pemijatan ringan yang akan membantu pergerakan cairan limfatik. Meskipun teknik ini merupakan pemijatan, tetapi memiliki perbedaan dengan pemijatan yang umum dilakukan. MLD bersifat khusus hanya pada kelenjar getah bening. Daerah yang dipijat bukan yang mengalami pembengkakan, tetapi area yang normal dengan cara meningkatkan kontraksi ritmis kelenjar getah bening agar cairan getah bening dapat dialirkan. MLD terdiri dari empat gerakan yaitu gerakan melingkar yang statis, teknik menggali, teknik memompa, dan teknik memutar.
Ada empat macam teknik drainase kelenjar getah bening yaitu teknik Vodder (gerakan mengusap mengelilingi darah yang bermasalah), teknik Foldi (pengembangan teknik Vodder dengan gerakan melingkar dan relaksasi yang bergantian), teknik Casley-Smith (gerakan tangan melingkar menggunakan sisi telapak tangan), dan teknik Leduc (berupa gerakan mengumpulkan cairan limfa sebelum mengarahkannya ke sistem pembuluh limfa yang lebih besar untuk diabsorpsi ulang).
Indikasi MLD adalah limfedema, lipedema, fibromialgia, flebolimfostatik edema, migrain, edema pascaoperasi, artritis reumatoid, edema pascatrauma, edema karena keganasan, dan insufisiensi vena kronis.
MLD tidak dapat dilakukan pada kondisi penyumbatan pembuluh darah, infeksi, gagal ginjal, trombosis vena dalam, dan gagal jantung kongestif.
Klasifikasi
Klasifikasi berdasarkan mekanisme dan pengobatan dengan menggunakan terapi manual yang banyak digunakan adalah klasifikasi yang dibuat oleh McKenzie. McKenzie membuat dua klasifikasi terapi manual untuk nyeri leher dan nyeri punggung bawah.
Metode
= Metode Kaltenborn-Evjenth
=Merupakan hasil kolaborasi antara fisioterapis dan ahli ortopedi yang pertama kali digunakan pada tahun 1954 di Norwegia yang dibuat oleh Freddy Kaltenborn dan Olaf Evjenth. Metode ini menggunakan pergerakan sendi linear. Teknik mobilisasi dan manipulasi digunakan untuk mengurangi nyeri dan meningkatkan range of motion atau ROM.
= Metode Maitland (Australia)
=Metode ini dikembangkan oleh Geoff Maitland, seorang terapis fisik dari Australia. Bersama dengan terapis fisik lainnya yaitu Gregory Grieve dan Jennifer Hickling, Maitland mengembangkan metode ini dan mengajarkannya di Universitas Adelaide dalam program terapi fisik dasar, Maitland adalah orang pertama yang membuka program sertifikasi 3 bulan untuk terapis fisik di seluruh dunia pada tahun 1965 dan pada tahun 1974 membuka program diploma satu. Metode ini menggunakan teknik dorongan yang menekan ke arah posteroanterior. Dalam pelaksanaannya, metode ini mengandalkan informasi adanya nyeri menetap atau gejala lain yang timbul pada pemeriksaan fisik.
= Metode Paris
=Stanley Paris, terapis fisik yang berasal dari New Zealand mengembangkan metode ini pada tahun 1960 setelah menempuh pelatihan dari Freddy Kaltenborn dan Allan Stoddard. Sebelum mengajar ke Amerika Serikat, Paris mengajarkan terapi manual kepada dua terapis fisik lainnya yaitu Robin McKenzie dan Brian Mulligan. Paris mendirikan North American Academy of Manipulative Therapy di tahun 1968 yang kemudian menjadi Manual Therapy Special Interest Group di Kanada dan divisi ortopedi APTA (American Physical Therapy Association) di Amerika Serikat. Paris mengembangkan sistem eklektik terapi manual dengan sistem klasifikasi diagnosis yang berdasarkan pada pendekatan terapi untuk disfungsi yang diderita seseorang dan bukan berdasarkan nyeri yang dikeluhkan. Disfungsi ini meliputi penurunan atau peningkatan fungsi dari gerakan normal atau adanya gerakan menyimpang atau bersifat patologis.
= Metode McKenzie
=Robin McKenzie mengembangkan penatalaksanaan untuk gangguan pada tungkai dan tulang belakang yang berdasarkan pada penelitian yang McKenzie lakukan. Metode yang dikenal dengan mechanical diagnosis and therapy (MDT) ini, menggabungkan pemeriksaan untuk diagnosis dengan terapi melalui gerakan berulang yang dilakukan kepada penderita. Klasifikasi yang meliputi kumpulan gejala yang dirasakan penderita pada posisi yang berbeda diperoleh dari penderita ketika gerakan berulang diterapkan, dapat menentukan apakah gangguannya bersifat sentral atau perifer. Nyeri yang timbul dari gangguan yang bersifat sentral adalah nyeri yang timbul dari tulang belakang lalu menjalar ke arah lateral (menjauhi garis tengah tubuh) pada gerakan-gerakan tertentu. Nyeri yang timbul dari gangguan yang bersifat perifer adalah nyeri yang dirasakan dari bagian distal (letaknya di ujung) tubuh atau bagian lateral.
= Metode Mulligan
=Brian Mulligan mengembangkan intervensi terapi manual yang disebut mobilization with movement (MWM) yang fokus terhadap gangguan sendi. MWM memungkinkan seorang terapis untuk melakukan gerakan rotasi, seluncur sendi atau kombinasi keduanya hingga seorang penderita yang tadinya kesakitan, tidak lagi merasakan nyeri. Konsep metode Mulligan adalah mobilisasi selalu dilakukan dalam sudut yang paralel terhadap sendi yang bermasalah, sehingga hampir semua mobilisasi dilakukan dalam posisi weight bearing (seberapa besar persentase berat badan yang ditumpukan pada bagian tubuh yang mengalami cedera). Menurut Mulligan, pada saat cedera akan terjadi perubahan posisi sendi yang bersifat minor (dapat dilihat melalui pemeriksaan radiografi konvensional) sehingga hal ini akan menyebabkan keterbatasan gerak atau bahkan nyeri. Metode Mulligan akan mengoreksi perubahan sendi minor ini dengan menerapkan gerakan sendi yang berlawanan dari perubahan yang ada hingga sendi bebas nyeri dan fungsinya kembali normal.
= Mobilisasi saraf
=Metode yang dikembangkan oleh Robert Elvey, David Butler, dan Michael Shacklock dari Australia ini memberikan kontribusi yang besar terhadap pemahaman tentang adanya gangguan mobilitas saraf pada gangguan neuromuskuloskeletal (persarafan pada otot anggota gerak). Metode ini digunakan untuk diagnosis dan teknik intervensi mobilisasi saraf yang bertujuan untuk mengembalikan mobilitas saraf yang normal atau fungsi neurodinamika pada daerah yang berdekatan dengan saraf. Teknik ini dilakukan dengan merangsang peregangan saraf yang bermasalah atau menggerakkan jaringan di sekitarnya.
Indikasi
Terapi manual diberikan untuk kondisi berikut:
Nyeri leher yang bersifat akut atau kronis: gangguan diskus vertebra servikal, spasme otot, pascaoperasi daerah leher.
Nyeri punggung yang bersifat akut atau kronis: gangguan diskus vertebra lumbal, hipomobilitas/pergeseran sendi faset (sendi kecil yang berada di antara tulang belakang), stenosis spinal, pascaoperasi untuk keluhan nyeri punggung.
Nyeri punggung daerah vertebra torakal yang bersifat akut atau kronis.
Sakit kepala: sakit kepala tipe ketegangan, migrain.
Kelainan sendi temporomandibula.
Nyeri panggul: pergeseran pinggul, nyeri fasia otot pinggul di daerah bokong atau pinggul bagian lateral, bursitis pinggul, pascaoperasi penggantian pinggul.
Nyeri lutut: sindrom nyeri patelofemoral, tendonitis jaringan ikat iliotibial, pascaoperasi daerah lutut termasuk penggantian lutut total.
Nyeri pergelangan kaki: keseleo pergelangan kaki, nyeri pergelangan kaki kronis, artritis pergelangan kaki, pascaoperasi untuk keluhan nyeri pergelangan kaki.
Nyeri bahu: sindrom pergeseran bahu, diskinesia skapula, frozen shoulder (kapsulitis adhesif sendi bahu), pascaoperasi daerah bahu.
Fibromialgia dan sindrom nyeri jaringan lunak kronis.
Kontraindikasi
Kontraindikasi terapi manual adalah:
Fraktur.
Ketidakstabilan sendi.
Artritis akibat infeksi.
Tumor.
Ankilosing spondilitis.
Kelainan inflamasi akut
Tidak terdapat diagnosis yang jelas tentang kelainan sendi yang diderita.
Penyakit saraf dengan kemungkinan kompresi saraf tulang belakang seperti siringomieli.
Mielopati akibat sindrom kauda ekuina.
Osteoporosis.
Spondilolisis dengan spondilolistesis.
Stenosis spina.
Adanya proses destruksi pada daerah yang bermasalah akibat metastasis.
Kontroversi
Terdapat perdebatan dalam literatur tentang bahaya penerapan terapi manual terutama yang berhubungan dengan kemungkinan adanya kerusakan pembuluh darah dan saraf akibat manipulasi servikal. Sebuah penelitian dilakukan oleh Ping Yin dan kawan-kawan pada tahun 2014 untuk mencari tahu efek merugikan dari terapi manual pemijatan dalam kurun waktu 11 tahun. Hasilnya ditemukan efek samping dari manipulasi spinal walaupun insidennya rendah.
Beberapa praktisi meyakini adanya mekanisme plasebo yang terlibat dalam perbaikan berupa penurunan rasa nyeri yang dirasakan penderita setelah terapi manual. Dalam pelaksanaan terapi manual, terapis fisik dapat memengaruhi hasil yang dirasakan oleh pasien karena kemampuan persuasi terapis, adanya ekspektasi penderita, serta adanya keyakinan bahwa mereka berada di tangan yang tepat untuk mengatasi segala keluhan yang timbul. Keyakinan ini akan menurunkan kecemasan dan mengaktifkan mekanisme sentral yang akan menghambat timbulnya rasa nyeri.
Referensi
Daftar pustaka
Dziedzic, Krysia; Hammond, Alison (2010). Rheumatology Evidence-Based Practice for Physiotherapists and Occupational Therapists. New York: Churchill Livingstone. ISBN 9780443069345.
Filho, Mario Bernardo; De Sa-Caputo, Danubia De Cunha (17 Januari 2020). Physical Therapy Effectiveness. IntechOpen. ISBN 978-1-83880-076-5.
Lennard, Ted A.; Walkowski, Stevan; Singla, Aneesh K.; Vivian, David G. (2011). Pain Procedures in Clinical Practice. Philadephia: Elsevier Saunders. ISBN 9781416037798.
Placzek, Jeffrey D.; Boyce, David D. (2001). Orthopaedic Physical Therapy Secrets. Missouri: Mosby Elsevier. ISBN 9781560537083.
Sebastian, Deepak (2005). Principes of Manual Therapy. New Delhi: Jaypee Brothers Medical Publisher. ISBN 8180615049.
Kata Kunci Pencarian:
- Terapi manual
- Terapi perilaku kognitif
- Fisioterapi
- Terapi penentuan ulang seks
- Pijat
- Akupunktur
- Pijat refleksi
- Sistem pengapian
- Hidroterapi
- Pemulungan manual
- Underbart i all misär
- Miss Li
- Polyestriol phosphate