- Source: The Blazing World
The Description of a New World, Called The Blazing-World, atau yang lebih dikenal dengan The Blazing World, merupakan karya fiksi prosa tahun 1666, yang ditulis oleh seorang penulis berkebangsaan Inggris, Margaret Cavendish, Duchess of Newcastle. Kritikus karya feminis Dale Spender menyebutnya pelopor fiksi ilmiah. Buku ini juga dapat dibaca sebagai karya utopia.
Kisah
Seperti yang dijelaskan judul lengkapnya, Blazing World merupakan gambaran khayali sebuah kerajaan satiris dan utopia di dunia lain (dengan bintang-bintang yang berbeda di langitnya) yang dapat dicapai melalui Kutub Utara. Menurut penulis novel Steven H. Propp, buku ini "satu-satunya karya fiksi utopia yang dikenal telah ditulis oleh seorang perempuan di abad ke-17, yang juga merupakan contoh dari sesuatu yang kita sebut sekarang 'proto-fiksi ilmiah' — meskipun karya ini juga sekaligus merupakan roman, kisah petualangan, dan bahkan autobiografi."
Blazing World dibuka dengan sebuah puisi yang ditulis oleh William Cavendish, 1st Duke of Newcastle. Buku Cavendish menginspirasi soneta terkemuka yang ditulis oleh suaminya, William Cavendish, 1st Duke of Newcastle-upon-Tyne, yang merayakan kekuatan imajinatif istrinya. Soneta itu diikuti dengan sebuah surat untuk pembaca, yang ditulis oleh Margaret Cavendish sendiri. Dalam surat itu, Cavendish membagi Blazing World ke dalam tiga bagian. Bagian pertama "romantis', kedua "filosofis", dan ketiga "ajaib" atau "fantastis".
Bagian pertama yang "romantis" mengisahkan seorang perempuan muda diculik dan tanpa dapat diduga dijadikan Kaisar Blazing World. Bagian kedua yang "filosofis" mengisahkan pengetahuan dan ketertarikan kaisar ini pada ilmu pengetahuan alam dan filsafat. Dia mendiskusikan topik-topik ini bersama para ilmuwan, filsuf, dan akademisi Blazing World. Di bagian "fantastis" yang terakhir, kaisar ini bertindak dalam peranannya sebagai pimpinan militer dalam sebuah invasi. Dia mengenakan berbagai permata dan bebatuan khusus yang membuatnya terlihat seperti dewa. Ketika perempuan kaisar ini merayakan kemenangan atas pertarungan lautnya, Blazing World sekali lagi digambarkan sebagai kekaisaran utopis.
Akhirnya, Cavendish mengakhiri Blazing World dengan sebuah epilog bagi pembaca. Dalam epilog ini, dia menjelaskan alasannya menuliskan The Blazing World. Dia membandingkan penciptaan The Blazing World dengan penaklukkan Alexander Agung dan Julius Caesar.
Seorang perempuan muda memasuki dunia lain, menjadi kaisar satu masyarakat yang terdiri dari beragam spesies hewan yang berbicara, dan mengatur penyerbuan kembali ke dunianya, lengkap dengan kapal selam yang ditarik oleh "manusia ikan" dan "batu-batu api" yang dijatuhkan oleh "manusia burung" untuk mengacaukan musuh-musuh di kampung halamannya, Kerajaan Esfi.
Karyanya semula diterbitkan sebagai karya bersama tulisan lainnya, Observations upon Experimental Philosophy sehingga berfungsi sebagai komponen imajinatif terhadap suatu karya yang merupakan ikhtiar berargumen dalam ilmu pengetahuan abad ke-17. Buku ini dicetak ulang di tahun 1668.
Genre dan implikasi
Akademisi Nicole Pohl dari Oxford Brookes University berpendapat bahwa Cavendish akurat dalam kategorisasi karyanya sebagai "tulisan hermaprodit". Pohl menunjukkan konfrontasi Cavendish terhadap norma-norma abad ke-17, bertalian dengan kategori-kategori seperti ilmu pengetahuan, politik, gender, dan identitas. Pohl berpendapat bahwa kesediaan Cavendish untuk mempertanyakan konsep-konsep masyarakat sambil mendiskusikan topik-topik, yang di zamannya dianggap sebaiknya diserahkan pada pikiran laki-laki, membuatnya dapat meloloskan diri pada diskusi yang luar biasa netral-gender dari topik-topik tersebut, sehingga menciptakan "ruang puitis dengan emansipatoris sejati."
Professor Marina Leslie dari Universitas Northeastern mengomentari bahwa para pembacanya telah mencatat The Blazing World bertindak sebagai keberangkatan dari bidang penulisan utopia yang lazimnya didominasi laki-laki. Sementara sebagian pembaca dan kritikus menginterpretasikan karya Cavendish ini terkekang oleh karakteristik-karakteristik genre utopia ini, Leslie menyarankan pendekatan interpretasi karyanya adalah sambil mengingat Cavendish sebagai salah seorang dari para feminis pertama yang berbicara dengan terus-terang dalam sejarah, dan terutama dalam tulisan-tulisan awal. Leslie berpendapat bahwa dalam hal ini, Cavendish menggunakan genre utopia untuk mendiskusikan berbagai isu seperti "sifat dan wewenang perempuan" dengan cara pandang yang baru, dan secara bersamaan memperluas genre utopia itu sendiri.
Dr. Delilah Bermudez Brataas mengelaborasi dampak utopia pada gender dan seksualitas dalam tesisnya untuk Universitas Tufts. Dia menunjukkan bahwa pada awalnya, utopia merupakan dunia dengan ketidakpastian seksual. Karenanya, mereka menantang konvesi-konvensi gender. Karya Cavendish Blazing World, memperlihatkan betapa tidak pastinya seksualitas dan gender dalam ruang-ruang ini, terutama ketika perempuan yang menuliskannya. Brataas mengelaborasi pernyataan ini dan menggambarkan daya tarik genre ini di zaman lebih dulu. Pada periode ini, dikombinasikan dengan konvensi-konvensi gender yang berlaku, membuat utopia menjadi genre yang menarik bagi Cavendish. Utopia menawarkan pada perempuan suatu ruang yang dapat mengutamakan feminin dan membuat mereka merasa berdaya. Menuliskan utopia memberi peluang bagiiCavendish untuk menciptakan dunianya sendiri, yang bisa menjadi perantara dirinya sepenuhnya dan tanpa batas. Dalam inskripsinya, Cavendish bahkan mengingatkan pembaca bahwa dia memiliki dunia ini dan menyiratkan mereka tidak disambut di sini dan harus menciptakan dunia mereka sendiri jika tidak menyukainya. Brataas menunjukkan bagaimana keputusan-keputusannya ketika membangun dunia ini merefleksikan gagasan-gagasannya mengenai gender, seperti ruang-ruang untuk pendidikan perempuan dan para perempuan sebagai sosok-sosok penting dan memiliki kewenangan.
Leslie juga meyakini bahwa The Blazing World mewujudkan banyak genre yang berbeda, "termasuk bukan hanya naratif perjalanan dan roman, tapi juga utopia, epik, biografi, kabala, fabel ala Lucian, satire menipea, sejarah alamiah, dan drama moralitas, di antara banyak lainnya…” Universitas Oddvar Holmesland di Edinburgh menyepakati bahwa The Blazing World memiliki kreativitas dalam genrenya, menuliskan bahwa "istilah 'hibridasasi tepat menangkap metode Cavendish dalam mencampurkan genre-genre dan kategori-kategori yang sudah terbangun menjadi tatanan baru, dan menghadirkan kekaisaran fantasinya menjadi benar-benar seperti nyata."
Profesor Sujata Iyengar dari University of Georgia menunjukkan pentingnya fakta The Blazing World ini jelas merupakan karya fiksi, yang berlawanan kontras dengan sifat karya ilmiah yang dilampirinya. Iyengar mencatat bahwa menuliskan karya fiksi membuat Cavendish dapat menciptakan satu dunia baru di mana dia dapat melahirkan realitas apapun yang mungkin. Kebebasan seperti itu, menurut Iyengar, membuat Cavendish dapat menjelajah berbagai gagasan peringkat, gender, dan ras yang secara langsung berbenturan dengan keyakinan yang lazimnya dipegang mengenai sikap merendahkan diri di zamannya..Iyengar melangkah lebih jauh dengan mengatakan bahwa kebebasan yang baru ditemukan Cavendish memberi peluang baginya untuk menjelajahi berbagai gagasan yang langsung bertentangan dengan gagasan-gagasan yang dituliskan Cavendish dalam tulisan nonfiksinya.
Jason H. Pearl dari Universitas Florida International menganggap The Blazing World sebagai salah satu contoh novel paling awal, "menambahkan kata keterangan 'lebih awal'... untuk mengindikasikan satu periode dalam sejarah novel ketika percobaan lebih lazim, ketika kejadian-kejadian aneh yang disampaikan dengan cara-cara aneh dapat diperkirakan dari prosa fiksi." Pearl juga meyakini karya ini mengandung "interaksi dan perlawanan antara dua bentuk penghargaan: perjalanan ke bulan, subgenre penulisan utopia, dan filsafat alamiah, yang membantu menjelaskan gagasan kemungkinan dan hal masuk akal dalam perwakilan dunia alami." Namun, Pearl juga menganggapnya sebagai "perbaikan bagi perjalanan ke bulan... salah satu dari perbaikannya adalah menarik tujuannya ke bumi, secara harfiah maupun kiasan, membuat berbagai kemungkinan perbedaannya entah bagaimana jadi lebih dapat diakses."
Profesor Catherine Gimelli Martin dari Universitas Memphis membandingkan The Blazing World dengan contoh awal lainnya dari genre ini: Utopia karya Thomas More . Dia menggambarkan fokus Cavendish sebagai pengetahuan, sementara fokus More adalah uang. Berbeda dengan More, Cavendish menggunakan emas dalam dunianya sebagai alat dekorasi namun sepenuhnya mendevaluasinya. Sebagai tambahan, dia melarang rakyat biasa menggunakan emas sama sekali. Martin menjelaskan di dalam The Blazing World, sistem kelas ini menghilangkan persaingan apapun untuk mendapatkan emas seperti yang terlihat dan didiskusikan dalam Utopianya More’.
Dunia
Pearl mengomentari surealisme dunianya, dan juga (secara paradoks) kemiripannya dengan dunia kita. Dia menuliskan, "pengalaman perempuan terhormat ini digambarkan sebagai 'petualangan yang begitu aneh'. dalam 'tempat yang begitu aneh, dan di antara berbagai macam makhluk yang mengagumkan', 'tak satupun seperti yang ada dalam dunia kita’...Tampaknya apapun mungkin di sini,” dan bahwa, “meskipun dekat, Blazing World membualkan banyak sekali keajaiban dunia lain," tapi juga meyakini bahwa "lorong pengantara hadir sebagai kerutan di dalam ruang, menghubungkan ketidakterhubungan sehingga memperkenankan keterjangkauan Blazing World yang sempit dan melegitimasi perbedaan-perbedaannya yang radikal.” "Lorong pengantara" yang dimaksud Pearl adalah jalur tak terlihat yang tak dapat dijelaskan, yang membuat tokoh utama dan para penawannya melakukan perjalan di wal kisah untuk mencapai Blazing World.
Pandangan politik
Di sepanjang The Blazing World, Kaisar menegaskan bahwa masyarakat yang damai hanya dapat diperoleh melalui kurangnya pembagian sosial. Untuk menghilangkan potensi pembagian dan menjaga harmonisasi sosial dalam masyarakat yang dibayangkan tulisan itu, Cavendish membangun pemerintahan monarkis. Tak seperti pemerintahan demokratis, Cavendish meyakini hanya kedaulatan absolut yang dapat menjaga persatuan dan stabilitas sosial karena mengandalkan satu kewenangan menghilangkan pembagian kekuasaan. Untuk lebih membenarkan pemerintahan monarikis, Cavendish menggunakan perdebatan filosofis dan keagamaan. Dia menuliskan, "sewajarnya satu tubuh memiliki satu kepala, jadi juga wajar bagi satu tubuh politik memiliki satu penguasa… lagipula, kata mereka, monarki merupakan bentuk ilahiah pemerintahan, dan paling sesuai dengan agama kita."
Pandangan politik Cavendish mirip dengan pandangan filsuf Inggris, Thomas Hobbes. Dalam bukunya yang diterbitkan tahun 1651, Leviathan, Hobbes secara terkenal menjunjung tinggi gagasan bahwa pemerintahan monarkis merupakan kekuatan yang diperlukan dalam mencegah ketidakstabilan dan 'kehancuran' sosial, Sebagai tokoh terkemuka bagi Cavendish, pengaruh Hobbes terhadap filsafat politisnya jelas terlihat. Dalam The Blazing World, Cavendish bahkan secara langsung menyebutkan namanya saat mendaftar para penulis terkenal: "Galileo, Gassendus, Descartes, Helmont, Hobbes, H. More, dll".
Pengaruh
Dalam novel grafis karya Alan Moore mencatat rangkaian petualangan The League of Extraordinary Gentlemen, Blazing World diidentifikasi sebagai alam yang sama indahnya, yang di dalamnya seorang penjelajah ekstradimensi Christian, salah satu anggota Liga pertama yang dipimpin oleh Duke Prospero, hadir di akhir dasawarsa 1680. Liga ini dibubarkan ketika Christian kembali ke alamnya, yang menjadi tujuan Prospero,
Caliban, dan Ariel bertahun-tahun kemudian.
Dalam karya China Miéville, Un Lun Dun, sebuah buku perpustakaan berjudul A London Guide for the Blazing Worlders disebutkan, dan menyatakan bahwa perjalanan antara dua dunia tidak semuanya satu arah.
Di tahun 2014, Siri Hustvedt menerbitkan novel The Blazing World, yang di dalamnya dia menjelaskan upaya Harriet Burden yang cerdas namun berbelit dalam meraih pengakuan dari pemandangan seni Kota New York yang didominasi laki-laki. Hustvedt membuat Burden mengacu pada Margaret Cavendish sebagai sumber inspirasi yang kaya dalam banyak kesempatan. Menjelang kematiannya, Burden diberi ketenangan oleh karya Cavendish: "Saya kembali pada ibu blazing saya, Margaret" (hal. 348), begitu yang dituliskannya dalam buku catatannya.
Blazing World semula diterbitkan sebagai tulisan gabungan bersama tulisan lainnya, Observations on Experimental Philosophy, yang merupakan jawaban langsung terhadap karya ilmuwan Robert Hooke, Micrographia, yag diterbitkan hanya satu tahun sebelumnya. Kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan dan filsafat di zaman modern awal memiliki pengaruh besar pada Cavendish dan merupakan kompnen besar atas The Descriptions of a New World, Called the Blazing World. Pengaruh ini dapat dilihat langsung dalam Blazing World, yang hampir separuh bukunya berisi mengenai penggambaran Blazing World, orang-orangnya, filsafatnya, dan penemuan-penemuannya. Salah satu penemuan ini adalah mikroskop, yang dikritik Cavendish bersama metode percobaannya sendiri di dalam Blazing World. Penggabungan kemajuan-kemajuan ilmiah ini mungkin menjadi salah satu alasan Blazing World dianggap oleh sebagian sebagai novel fiksi ilmiah pertama.
Di tahun 2021, Carlson Young merilis film The Blazing World, yang dia sutradarai, menulis bersama, dan membintanginya. Ucapan terima kasih film itu menyatakan bahwa film itu "diinspirasi oleh Margaret Cavendish dan mimpi-mimpi lainnya".
Catatan
Referensi
Paper bodies: a Margaret Cavendish reader. Ed. Sylvia Bowerbank and Sara Mendelson. Peterborough, Ont.: Broadview Press, 2000. ISBN 1-55111-173-XISBN 1-55111-173-X
Pranala luar
The Description of a New World, Called The Blazing-World is available on A Celebration of Women Writers
A digitization of the British Library's copy of The Description of a New World, Called The Blazing-World (1668 edition) is available at Google Books and the Internet Archive; both digital copies are indexed under the 1666 edition title Observations Upon Experimental Philosophy: To which is Added, the Description of a New Blazing World.
The Blazing World public domain audiobook at LibriVox
Kata Kunci Pencarian:
- The Blazing World
- Margaret Cavendish, Duchess of Newcastle-upon-Tyne
- Twinkle, Twinkle, Little Star
- MTV World Stage VMAJ 2010
- Red River (film 1948)
- Daftar episode Backyardigans
- Michelle Yeoh
- AFI's 100 Years... 100 Laughs
- Robert Thornby
- Al Ferguson
- The Blazing World
- The Blazing World (film)
- Blazing Saddles
- Carlson Young
- Science fiction
- Margaret Cavendish, Duchess of Newcastle-upon-Tyne
- List of claimed first novels in English
- Siri Hustvedt
- The League of Extraordinary Gentlemen, Volume IV: The Tempest
- The Pilgrim's Progress