- Source: Thomas Najoan
Thomas Najoan adalah seorang tokoh perintis kemerdekaan Indonesia yang berasal dari Sulawesi Utara.
Riwayat
Thomas Nayoan lahir tahun 1893 di Langowan, dari ibu bernama Elizabeth Sigar dan ayah bernama Johan Simon Nayoan. Thomas Nayoan dilahirkan dari keluarga yang cukup berada di Langowan. Kemungkinan, dia berasal dari keluarga petani yang memiliki tanah pertanian di Langowan. Penghasilan orangtuanya bisa memasukkan Thomas Nayoan dan saudara-saudaranya ke sekolah, di mana mereka dapat berbahasa asing atau bahkan masuk sekolah tinggi.
Setelah bekerja sebagai pegawai Burgerlijken Geneeskundigen Dienst (BGD), dirinya sempat bekerja di perusahaan dagang. Setelah kembali ke Manado, Thomas pun menjadi hoofdredacteur (pimpinan redaksi) Oetoesan Minahassa. Menurut Sutan Syahrir, Thomas Nayoan konon, pernah menjadi anggota Indische Partij-nya Douwes Dekker.
Kemugkinan, sebelum tahun 1919, Thomas Nayoan sudah tidak bekerja lagi di Burgerlijken Geneeskundigen Dienst. Dia seolah tak mau berurusan atau bekerja pada pemerintah kolonial. Lalu dia bekerja di NV Lindeteves Stokvis (sebuah perusahaan dagang) hingga 1919. Thomas memang pernah ditunjuk sebagai Sekretaris Vakcentral 1919. Lalu sebagai Anggota pengurus Revolutionnare Vakcentral pada 1921. Pandji Poestaka menyebut bahwa Thomas Nayoan adalah anggota dan propagandis PKI.
Sinar Hindia edisi 9 Desember 1919 menulis tentang Thomas Nayoan:
“Toean Najoan wakil dari pegawai Lindeteves angkat bitjara mengoeloengken dari golongan Lindeteves yang soedah menderita tindesan dari kaoem madjikan halnja vakond jang hendak membikin rapet djalannja memperbaiki nasib, salah satoe dari golongan madjikan ada kata memboesoeken pada nama koempoelan Baoem Boeroeh, teroetama SI seperti keadaannja jang baroe laloe dalam golongan kaoem boeroeh di Lindeteves Semarang jang berdaja oepaja aken memperbaiki nasib boeroehnja maka sekonjong-konjong bestuur dari itoe bond soedah dapat kelepasan. Ia kehilangan pekerdjaan lantaran membantoe gerakan sodaranja. Ada satoe-satoenja maksoed jang dan sutji. Dari itoe maka haroes mendjagai dengan betoel adanja itoe tindak sewenang-wenag dan penghinaan jang terderita dalam gerakan rajat, jang mana terboekti dalam kelepasan itoe pegawei tiadalah terdapet alesan-alesan jang sjah.”
Syahrir selama di Tanah Merah tinggalnya tak jauh dari Thomas Nayoan. Nayoan tinggal di rumah paling ujung. Tentang Nayoan, yang dipanggil Liantoe olehnya, Syahrir menulis:
“Seorang manusia yang baik, berbudi luhur dan berpendidikan. Rasa humanitasnya yang besar berasal dari etika agama Kristen; ia seorang Manado dan berasal dari keluarga Kristen. Selain itu, ia salah seorang sosialis Indonesia yang pertama-tama, mulai dari zaman Sneevliet dan Baars. Sebelum itu ia ikut partai Douwes Dekker yang disebut Indische Partij. Rupanya ia sangat menderita. Dua tahun sebelum pengasingan, ia telah menarik diri pergerakan, tetapi, dalam tahun 1926 pada saat ia akan kawin, ia ditangkap lalu diasingkan. Waktu itu, dia seorang Tuan Tanah di Manado. Ia berasal dari keluarga orang kaya. Semua kakaknya perempuan yang sudah kawin pun termasuk orang berada. Seorang adik perempuannya adiknya masih belajar di Sekolah Tinggi Hukum.”
Pelarian pertama Thomas mungkin terjadi tahun 1928. Dalam pelarian pada tahun 1929, Thomas Nayoan sukses mencapai Pulau Thursday, Australia Utara dengan berperahu. Meski sukses melewati sungai-sungai Digoel, yang katanya buaya sering berkeliaran, namun malangnya Nayoan tidak bisa menerabas batas Australia. Rupanya, Australia punya perjanjian Ekstradisi dengan Hindia Belanda. Tidak lama menikmati bebas dari politik kolonial, Nayoan dikapalkan lagi ke Digoel. Ada beberapa Negara yang tak akan memberikan suaka pada pelarian komunis: Amerika, Belanda, Inggris dan Prancis.
Setiap pelarian Digoel yang tertangkap pihak Australia akan bertemu pejabat Australia dan akan dikembalikan dengan kapal Putih ke Digoel. Dalam perjalanan pulang, Thomas Nayoan bertemu kapal yang mengangkut Chalid Salim, Marco Kertodikromo dan istrinya. Chalid Salim menulis:
“Sesampai di Dobo, kami melihat sebuah perahu motor dating mendekat. Kami bersandar di pagar kapal dan melihat orang seseorang dari kapal motor itu melambai-lambaikan tangannya. Rupanya saudara Thomas Nayoan! Itu orang buangan yang kekar-kuat dan selalu girang rupanya berhasil meloloskan diri dari Digoel, bahkan telah sampai ke Pulau Thursday, di utara Australia.”
Saudara Nayoan telah membuat prestasi luar biasa! Akan tetapi karena pemerintah Hindia Belanda mempunyai perjanjian Ekstradisi dengan Australia, maka Nayoan harus dikirim kembali ke tempat interniran! Sudah begitu banyak yang dideritanya, dan semua itu sia-sia saja! Masih dua kali lagi dia akan melarikan diri dari kamp pembuangan….untuk akhirnya menemui ajalnya pada pelarian ketiga kalinya ditengah-tengah hutan!”
“Sesampai di kapal dia berkata kepada kami: “Australia tak suka padaku, maka kembalilah ke Oom Bintang!” Kami tertawa, karena Oom Bintang itu adalah bekas tentara, suku Ambon, yang menjadi kepala polisi di Tanah Merah. Kalau ada pembesar didekat maka kami dihardiknya, tapi ia mengedipkan pula matanya kea rah kami. Ia selalu berusaha agar kami selalu mendapat sesuatu ekstra.”
Pertemuan Thomas Nayoan beserta rombongannya itu dengan Marco membuat Marco punya penilaian soal Thomas Nayoan. Tentang ketabahan Nayoan yang luar biasa, Marco menulis:
“Waktoe t. Najoan (dan) keempat kawannja jang tertangkap, dalam perdjalanan di dalam kapal,tangan dan kakinja dirantai teroes meneroes, hingga sampai tiba di di Digoel. T. Najoan waktoe di Onderzoek oleh HPB Digoel dan ditanja, apakah Toean akan melarikan diri lagi? Didjawabnja dengan pendek, memang kalaoe perloe. En toch kalaoe menilik roman moekanja T Najoan, sedikit poen tidak beroebah, badan tegap dan gemoek, seakan-akan tidak mengenal soesah dan sedih hati hanja tersenjoem simpoel. Begitoelah keadaan orang jang sedang ada dalam ketetapan imannja.”
Keempat kawan Nayoan itu mungkin adalah Rompis, Katamhadi, Bagindo Kasim, Usman Keadilan. Thomas Nayoan tentu tak asing dengan rantai di Boven Digoel. Dia harus dirantai ketika tertangkap setelah kabur. Di antarapara pelarian, nama Thomas Nayoan paling kesohor. Jika ada sekawanan pelarian lalu ada Thomas Nayoan didalamnya, Thomas akan dianggap sebagai pemimpinnya. Di antaranama-nama mereka nama Thomaslah yang paling disebut. Misal Dalam sebuah memo tentang pegembalian 4 rantai dan 1 rantai panjang, yang pernah digunakan untuk merantai keempat pelarian itu, hanya disebut nama Nayoan Cs
Thomas yang berani, optimis dan tak kenal putus asa, pun berusaha kabur lagi. Thomas Nayoan tak sendiri. Thomas Nayoan adalah yang memimpin rombongan pelarian itu. Sekeluar dari penjara di Digoel pada 1930, Thomas mencoba kabur lagi. Kali ini dimulai dari Tanah Tinggi. Mereka berjalan kaki ke arah selatan, melewati Sungai Fly. Setelah menyusuri Tanah Merah pada malam hari, maka pada Kuala Sungai Mandobo mereka mengkuti jalan setapak. Setelah berjalan berhari-hari mereka bertemu Suku Bian. Mereka dihadang oleh suku Bian.
Rombongan pelarian itu lalu dibawa ke kampong Suku Bian. Mereka diperlakukan dengan ramah. Mereka dijamu dan dipersilahkan menginap beberapa hari. Ketika hendak pamit pergi, suku Bian itu menahan mereka. Akhirnya mereka diserahkan pada Polisi lapangan di Muting yang dating menjemput mereka ke kampung. Setelah berhasil menipu para pelarian dari Boven Digoel, suku Bian mendapat hadiah banyak tembakau dari pemerintah kolonial. Seperti ada kesepakatan rahasia antara pemerintah kolonial dengan suku-suku setempat untuk tidak membantu pelarian.
Setelah tertipu, Thomas kesal pada suku Bian. Di dalam penjara Tanah Merah dirinya merencanakan pelarian lagi. Dengan diam-diam tentunya. Dirinya pun kerap diejek sesama kawan di kamp pembuangan karena tertipu oleh suku Bian tadi.
Thomas tak begitu suka membicarakan beberapa kegagalan yang dialaminya. Meski sebenarnya kegagalan itu bukan disebabkan olehnya sendiri. Salah satunya gagalnya pelarian yang disebabkan oleh suku Bian. Kegagalan lain yang enggan dibicarakan Thomas adalah penolakan ide Proefstasion (laboratorium pertanian) Boven Digoel yang diusulkan pada Kapten Becking, namun ditolak, di masa awal-awal di Digoel. Meski enggan membicarakan perihal kegagalannya, Thomas Nayoan adalah orang yang bisa belajar dari kegagalan dan masa lalu.
Meski sudah dua kali gagal, tetap saja Thomas Nayoan dijuluki Raja Pelarian.
pelarian terakhirnya Nayoan mengambil jalan berbeda. Dalam palarian sebelumnya, yang kearah selatan, maka pelarian terakhir Nayoan ini menuju arah utara. Nayoan belajar bagaimana negeri di selatan bernama Australia tidak akan menerimanya, karena ada perjanjian ekstradisi. Karenanya Nayoan kabur ke arah utara.
Pelarian ketiga ini, Nayoan bertiga dengan Saleh Rais dan Mustajab. Belakangan, berdasar pengakuan Yahya Malik Nasution hanya mayat Mustajab ditemukan mengapung di Sungai Digoel. Mayat Mustajab ditemukan dalam keadaan rusak dengan organ hati yang sudah diambil. Kemungkinan dia dihabisi. Sementara itu mayat Saleh Rais dan Nayoan tak ditemukan sama-sekali.
Mustajab adalah Digulis asal Tegal. Mustajab kemudian dimakamkan di Tanah Merah. Makamnya bisa ditemukan di komplek pemakaman Taman Makam Perintis Kemerdekaan RI Boven Digoel. Tertulis, Mustajab wafat pada 5 November 1941.
Menurut Syahrir, Thomas Nayoan, Mustajab dan Saleh Rais diserang suku Kaya-kaya Mappi, ketika sedang menanak nasi, dalam pelarian. Suku Kayakaya memang dianggap masih kanibal kala itu. Hal ini terlihat dari buku harian di saku Mustajab tak berlanjut lagi setelah bagian menanak nasi.