- Source: Whataboutisme
Whataboutisme adalah teknik propaganda yang pernah digunakan oleh Uni Soviet saat berinteraksi dengan dunia Barat, kemudian menjadi bentuk propaganda di Rusia pasca-Soviet. Saat kritik dilontarkan terhadap Uni Soviet, Soviet selalu menanggapi balik "Bagaimana dengan..." (What about...) sambil membeberkan sebuah peristiwa di negara-negara Barat.
Istilah whataboutery sudah ada dalam bahasa Inggris Britania sejak masa konflik The Troubles di Irlandia Utara. Sejumlah leksikografer menyatakan bahwa varian whataboutism muncul tahun 1990-an, sedangkan sejarawan lainnya menyatakan bahwa istilah ini digunakan oleh pejabat pemerintah Barat untuk menyebut strategi propaganda Soviet semasa Perang Dingin. Taktik ini merebak kembali di Rusia pasca-Soviet, terutama bila menyinggung pelanggaran hak asasi manusia oleh pemerintah Rusia. Teknik ini mulai digunakan kembali ketika aneksasi Krimea dan intervensi militer di Ukraina tahun 2014. Taktik ini pernah digunakan oleh Presiden Rusia, Vladimir Putin, dan juru bicaranya, Dmitry Peskov.
The Guardian menulis bahwa whataboutism "bisa dikatakan merupakan ideologi nasional [Rusia]". Wartawan Julia Ioffe menulis bahwa "Siapapun yang pernah mempelajari Uni Soviet" pasti tahu teknik ini. Contoh "klasik" taktik ini adalah ketika Soviet membalas, "kamu sendiri menggantung orang-orang Negro". Di Bloomberg News,
Leonid Bershidsky menulis bahwa whataboutisme adalah "tradisi Rusia", sedangkan The New Yorker mendeskripsikan teknik ini sebagai "strategi membanding-bandingkan moral palsu". Jill Dougherty menyebut whataboutism sebagai "taktik khas Rusia" dan membandingkannya dengan istilah kuali menyebut cerek hitam. Whataboutisme pun marak digunakan kembali dalam agresi Rusia terhadap Ukraina pada 2022.
Para pengkritik Presiden Amerika Serikat Donald Trump menuduh bahwa ia sering menggunakan whataboutisme.
Etimologi dan sejarah
Istilah Whataboutism berasal dari gabungan dua kata what + about untuk membalikkan kritik ke pengkritiknya sendiri.
Entri whataboutism di Oxford Dictionary of English edisi 2010 dan Oxford Living Dictionaries mencantumkan: "Asal - 1990-an: ketika tuduhan balik diawali pertanyaan berawalan 'Bagaimana dengan —?'." Menurut leksikografer Ben Zimmer, kata whataboutism muncul "kurang lebih tahun
1993". Andreas Umland, ilmuwan politik dan sejarawan Rusia dan Ukraina, mengatakan bahwa istilah ini dipakai pada masa Uni Soviet: "dikenal di era Soviet sebagai 'whataboutism'". Neil Buckley menulis di Financial Times, "pemantau Soviet menyebutnya 'whataboutism'. Ini adalah taktik zaman Komunis untuk mengaburkan kritik dari luar yang menyinggung pelanggaran HAM dengan menyoroti hal serupa di negara pengkritik: "Ah, bagaimana dengan…?'"
Menurut Oxford Dictionary of English, dalam bahasa Inggris Britania, whataboutism sinonim dengan whataboutery, yang (menurut Zimmer) telah digunakan dengan makna serupa sejak konflik The Troubles di Irlandia Utara. Pada tahun 1974, sebuah surat yang diterbitkan di Irish Times mencantumkan "para Whatabout [...] yang menanggapi setiap kutukan terhadap Provisional I.R.A. dengan argumen yang menekankan 'musuh' justru jauh lebih imoral". Kolom opini di harian yang sama memakai istilah "whataboutery" yang kemudian marak digunakan sepanjang konflik Irlandia. Zimmer menulis bahwa varian whataboutism digunakan dalam konteks yang sama dalam sebuah buku tahun 1993 karya Tony Parker.
Wartawan Britania Edward Lucas menggunakan kata whataboutism dalam sebuah artikel blog tanggal 29 Oktober 2007 sebagai bagian dari diari tentang Rusia yang dicetak di The Economist edisi 2 November. "Whataboutism" merupakan judul artikel The Economist edisi 31 Januari 2008. Lucas menulis, "propagandis Soviet pada masa Perang Dingin dilatih melakukan taktik yang dijuluki 'whataboutism' oleh agen Barat". Zimmer menulis bahwa Lucas memopulerkan istilah ini pada tahun 2007–2008.
Penggunaan oleh pemimpin Soviet dan Rusia
= Metode
=Saat kritik dilontarkan ke Uni Soviet pada masa Perang Dingin, tanggapannya pasti "Bagaimana dengan..." sambil menyebutkan peristiwa tertentu di Barat. Ini adalah contoh tu quoque — menyoroti kemunafikan. Taktik ini adalah jenis kesesatan logika yang berusaha menjatuhkan posisi lawan dengan menuduh mereka munafik. Whataboutisme berfungsi sebagai taktik pengalihan untuk mengaburkan kritik yang dilontarkan lawan. Teknik ini lantas dipakai untuk menghindari pembantahan atau pembuktian terbalik argumen lawan. Taktik ini merupakan upaya relativisme moral dan contoh kesetaraan moral palsu.
The Economist merekomendasikan dua metode untuk melawan whataboutisme: (1) "mengangkat poin yang dikatakan para pemimpin Rusia" sehingga tidak dapat disejajarkan dengan Barat, (2) negara-negara Barat sebaiknya lebih sering kritis terhadap media dan pemerintahannya sendiri. Euromaidan Press membahas strategi ini dalam sebuah artikel tentang whataboutisme, artikel kedua dalam seri tiga bagian mengenai propaganda Rusia. Seri ini menjelaskan whataboutisme sebagai pengalihan disengaja dari kritik pedas terhadap Rusia. Artikel tersebut menyarankan "korban" whataboutisme untuk menolak manipulasi emosi dan godaan untuk menjawab balik.
= Periode Uni Soviet
=Semasa Perang Dingin, pejabat-pejabat Barat yang menanggapi taktik propaganda Soviet ini menggunakan istilah "whataboutism." Karena sering digunakan pejabat Soviet, istilah ini muncul pada masa Soviet. Teknik ini semakin merebak dalam hubungan masyarakat Soviet hingga mendarah daging di tingkat pemerintahan. Media Soviet yang menerapkan whataboutisme sengaja mengorbankan kenetralan jurnalistik untuk menodai reputasi Amerika Serikat. Menurut Ottawa Citizen, pejabat Soviet semakin sering memakai taktik ini pada paruh akhir 1940-an untuk mengalihkan perhatian dari kritik terhadap Uni Soviet.
Salah satu bukti awal munculnya teknik ini adalah pada tahun 1947 setelah William Averell Harriman mengkritik "imperialisme Soviet" dalam pidatonya. Respons Ilya Ehrenburg di Pravda mengkritik hukum dan kebijakan ras dan kelompok minoritas di Amerika Serikat. Ia menulis bahwa Uni Soviet menganggap hukum tersebut "merendahkan martabat manusia" tetapi tidak menjadikannya alasan untuk berperang. Whataboutisme semakin luas digunakan dalam hubungan masyarakat Soviet semasa Perang Dingin.
Sepanjang Perang Diingin, taktik ini sering digunakan oleh tokoh media yang berbicara atas nama Uni Soviet. Dengan menuduh pengkritik munafik, Uni Soviet berharap bisa mengalihkan isu yang diangkat dalam kritik itu sendiri. Istilah whataboutisme dikenal secara lokal di Uni Soviet untuk mengalihkan perhatian dari kritik terhadap Moskwa. Seiring populernya taktik ini di Uni Soviet, whataboutisme dikenal sebagai klise Soviet. Pada akhir Perang Dingin seiring reformasi hak sipil AS, taktik ini mulai jarang digunakan.
= Rusia pasca-Soviet
=Taktik ini digunakan di Rusia pasca-Soviet dalam hal pelanggaran hak asasi manusia oleh pemerintah Rusia dan isu-isu lain. Whataboutisme menjadi taktik favorit Kremlin. Strategi hubungan masyarakat Rusai menggabungkan whataboutisme dengan taktik-taktik Soviet lain seperti disinformasi dan tindakan aktif. Whataboutisme dijadikan propaganda Rusia dengan tujuan mengaburkan kritik terhadap negara Rusia dan menurunkan kualitas percakapan dari kritik yang masuk akal terhadap Rusia menjadi perselisihan sepele. Sejumlah pemimpin Rusia mengadopsi praktik whataboutisme Soviet untuk menghindari refleksi internal terhadap kritik eksternal dan menyoroti kesalahan negara-negara lain. Selain whataboutisme, para pemimpin Rusia menegaskan bahwa aksi mereka diprovokasi Barat dan berusaha mengacaukan kebenaran liputan media.
Meski whataboutisme tidak mengenal ras atau keyakinan, menurut The Economist, orang Rusia paling sering memakai taktik ini. Whataboutisme di dalam pemerintah Rusia berkembang di bawah kepresidenan Vladimir Putin. Jake Sullivan dari Foreign Policy menulis bahwa Putin "adalah praktisi [whataboutisme] yang cakap". Business Insider membenarkan penyataan tersebut, "tanggapan Putin yang itu-itu saja untuk para kritikus pemerintahan Rusia adalah bentuk whataboutisme". Edward Lucas dari The Economist mengamati taktik ini dalam perpolitikan modern Rusia dan menyatakan bahwa whataboutisme adalah bukti kembalinya mentalitas Soviet di pemerintahan Rusia.
Pada Juli 2012, kolumnis RIA Novosti Konstantin von Eggert menulis sebuah artikel tentang pemakaian whataboutisme dalam hal dukungan Rusia dan Amerika Serikat untuk negara yang berbeda di Timur Tengah. Miriam Elder berkomentar di The Guardian bahwa juru bicara Putin, Dmitry Peskov, menerapkan taktik ini. Katanya, banyak kritik tentang pelanggaran HAM yang tidak ditanggapi pemerintah. Peskov menjawab artikel Elder tentang ribetnya mencuci baju di Moskwa dengan menyoroti sulitnya warga Rusia memperoleh visa Britania Raya. Peskov menerapkan taktik whataboutisme pada tahun yang sama dalma sebuah surat ke Financial Times.
= Aneksasi Krimea oleh Rusia
=Taktik ini bangkit kembali saat aneksasi Krimea dan intervensi militer di Ukraina 2014. Neil Buckley menulis di Financial Times, "Ketika beberapa bekas republik Soviet kembali dipimpin sosok otoriter, whataboutisme pun mengikuti." Jill Dougherty menulis pada tahun 2014 bahwa taktik ini adalah "teknik propaganda usang era pemerintah Soviet" yang diteruskan dalam propaganda Rusia, termasuk Russia Today. Anggapan bahwa Russia Today menerapkan whataboutisme diamini Financial Times dan Bloomberg News. Taktik ini juga digunakan oleh Azerbaijan. Negara itu menanggapi kritik terhadap pelanggaran HAM-nya dengan mengadakan sidang parlemen yang membahas isu-isu di Amerika Serikat. Trol Internet pro-Azerbaijan menggunakan whataboutisme untuk mengalihkan perhatian dari kritik utama terhadap negara tersebut. Turki juga menerapkan whataboutisme dengan menerbitkan dokumen resmi berisi kritik terhadap negara-negara yang mengkritik Turki. The Washington Post menulis pada tahun 2016 bahwa sejumlah kantor berita Rusia "dikenal luas" karena sering menggunakan whataboutisme. Penerapan teknik ini berdampak negatif terhadap hubungan Amerika Serikat–Rusia pada masa pemerintahan kedua Presiden Barack Obama. The Wall Street Journal menulis bahwa Putin sendiri memakai taktik ini dalam wawancara dengan wartawan NBC News, Megyn Kelly, tahun 2017.
Penggunaan oleh Donald Trump
Kritikus mengatakan bahwa Presiden Amerika Serikat Donald Trump menggunakan whataboutisme dalam responsnya terhadap kritik yang dilontarkan kepadanya, kebijakannya, atau dukungannya terhadap pemimpin-pemimpin negara kontroversial. National Public Radio (NPR) melaporkan, "Presiden Trump memiliki taktik yang konsisten bila dikritik: bilang saja masih ada yang lebih buruk daripada dirinya." NPR mengamati bahwa Trump mengkritik Undang-Undang Layanan Terjangkau (Affordable Care Act) saat dikritik atas Undang-Undang Layanan Kesehatan Amerika Serikat 2017 (American Health Care Act), "Alih-alih memberi tanggapan beralasan, ia malah melontarkan serangan, tanda-tanda whataboutisme." NPR melihat kesamaan antara penggunaan taktik ini oleh Putin dan Trump, "ketika Rusianya Putin mengobrak-abrik pemerintahan Trump, Trump sendiri sering kali terdengar seperti Putin."
Ketika dikritik atau ditanyai alasan atas perilakunya, Trump sering mengalihkan isu dengan mengkritik Hillary Clinton, pemerintahan Obama, dan Undang-Undang Layanan Terjangkau. Ketika ditanyai tentang pelanggaran HAM Rusia, Trump mengalihkannya ke pelanggaran HAM Amerika Serikat dengan taktik whataboutisme persis dengan yang dipakai Presiden Rusia Vladimir Putin.
Setelah pembawa acara Fox News Bill O'Reilly dan pembawa acara MSNBC Joe Scarborough menyebut Putin sebagai pembunuh, Trump menanggapinya dengan mengakui bahwa pemerintah AS sendiri sering membunuh orang. Garry Kasparov berkomentar tentang whataboutisme Trump di Columbia Journalism Review: "Relativisme moral, 'whataboutisme,' selalu menjadi senjata favorit rezim-rezim iliberal. Sungguh tragis apabila presiden AS menggunakan taktik itu terhadap negaranya sendiri."
Mother Jones membandingkan whataboutisme Trump dengan Putin dan meminta analisis pakar Rusia Dmitry Dubrovsky dari Columbia University School of International and Public Affairs. Dubrovsky menyebut taktik Trump dan Putin serta Marine Le Pen sebagai jalan "untuk merusak nilai-nilai kebenaran yang demokratis." Mother Jones menulis, "Dalam whataboutisme versi Trump, ia sering mengambil sepatah kata dari kritik terhadap dirinya dan melontarkan kata tersebut kembali ke pengkritiknya—mengalihkan tuduhan dan mengurangi makna kata tersebut secara bersamaan."
Analisis
John Austin Baker menulis pada tahun 1982 bahwa whataboutery – praktik yang dilakukan kedua belah pihak saat The Troubles di Irlandia Utara untuk menyoroti hal-hal yang dilakukan pihak sebelah kepada mereka – menurut Uskup Cahal Daly merupakan "salah satu sikap mengelak dari tanggung jawab moral pribadi yang paling lumrah." Joe Austin mengkritik praktik whataboutisme di Irlandia Utara dalam artikel tahun 1994, The Obdurate and the Obstinate, "Dan saya tidak mau terlibat dalam 'What aboutism' ... bila Anda melakukannya, Anda melindungi sesuatu yang tidak bisa dilindungi."
Dalam buku The New Cold War (2008), Edward Lucas menyebut whataboutisme sebagai "senjata favorit propagandis Soviet". Juhan Kivirähk dan rekan-rekannya menyebut whataboutisme sebagai strategi "politteknologis". Konstantin von Eggert menulis pada tahun 2012, "Whataboutisme, dulu familier di kalangan diplomat, politikus, dan Kremlinolog, sudah ada sejak 1960-an. Taktik ini digunakan untuk menyebut upaya-upaya Uni Soviet saat melawan kritik Barat." Tahun 2013, The Guardian menjelaskan whataboutisme sebagai "ideologi dasar nasional" Rusia. Dalam The National Interest tahun 2013, Samuel Charap mengkritik taktik ini, "para pengambil kebijakan Rusia tidak diuntungkan banyak oleh ujaran 'whataboutism'". Wartawan keamanan nasional Julia Ioffe berkomentar pada tahun 2014, "Orang-orang yang mempelajari Uni Soviet pasti mengetahui fenomena 'whataboutism.'" Ioffe menulis bahwa respons Soviet terhadap kritik, "Dan kamu menggantung orang Negro," adalah contoh klasik whataboutisme. Katanya, Russia Today adalah "lembaga yang sengaja didirikan untuk melakukan whataboutisme" dan menyimpulkan bahwa whataboutisme adalah "taktik keramat Rusia". Garry Kasparov membahas taktik Soviet ini dalam bukunya, Winter Is Coming. Ia mencapnya sebagai "propaganda Soviet" dan jalan bagi birokrat Rusia untuk "menanggapi kritik atas pembantaian, deportasi paksa, dan gulag Soviet". Mark Adomanis berkomentar di The Moscow Times tahun 2015 bahwa "Whataboutisme sangat sering digunakan tanpa malu oleh Partai Komunis sampai-sampai muncul mitologi semu tentang taktik itu." Kata Adomanis, "Pengamat sejarah Soviet manapun akan mengenali segala hal terkait whataboutisme."
Di Bloomberg News tahun 2016, wartawan Leonid Bershidsky menyebut whataboutisme sebagai "tradisi Rusia", sedangkan The National menyebut taktik ini sebagai "senjata retorika yang efektif". Dalam buku The European Union and Russia (2016), Forsberg dan Haukkala mencap bahwa whataboutisme adalah "praktik usang Soviet" dan mereka mengamati bahwa strategi ini "mulai muncul kembali dalam upaya-upaya Rusia mengalihkan kritik Barat". Dalam buku Security Threats and Public Perception, Elizaveta Gaufman mencap teknik whataboutisme sebagai "anti-Amerikanisme liberal versi Soviet/Rusia" dan membandingkannya dengan kalimat khas Soviet, "Dan kamu menggantung orang Negro". Foreign Policy supported this assessment. Pada tahun 2016, kolumnis Kanada Terry Glavin menulis di Ottawa Citizen bahwa Noam Chomsky menggunakan taktik ini dalam pidatonya bulan Oktober 2001 usai serangan 11 September yang mengkritik kebijakan luar negeri AS. Daphne Skillen membahas taktik ini dalam bukunya, Freedom of Speech in Russia, dan mengidentifikasinya sebagai "teknik propagandis Soviet" dan "pembelaan diri era Soviet yang lazim". Dalam sebuah artikel di CNN, Jill Dougherty membandingkan taktik ini dengan The pot calling the kettle black. Dougherty menulis: "Ada sikap lain ... yang sepertinya dimiliki banyak orang Rusia, sesuatu yang dulu disebut 'whataboutism' di Uni Soviet, dengan kata lain, "siapa Anda sehingga berkata seperti itu?'" Di The Diplomat, Catherine Putz berkomentar bahwa saat pemilihan umum presiden 2016, Trump menggunakan teknik ini sebagai alasan dukungannya untuk Presiden Turki Recep Tayyip Erdoğan yang dituduh melakukan pelanggaran HAM. Putz mengamati bahwa ketika The New York Times ditanyai tentang perlakuan Erdoğan terhadap wartawan, guru, dan kritikus, Trump menjawabnya dengan mengkritik Amerika Serikat dan masa lalu kebebasan sipilnya yang kelam. Putz menyoroti, "Masalah utamanya adalah retorika ini mengaburkan pembahasan isu-isu (contoh: hak sipil) oleh satu negara (contoh: Amerika Serikat) apabila negara tersebut tidak punya catatan bersih."
Wartawan Rusia Alexey Kovalev menulis di GlobalPost tahun 2017 bahwa taktik ini adalah "trik Soviet lama". Pengarang Who Lost Russia? Peter Conradi menyebut whataboutisme sebagai "bentuk relativisme moral yang menanggapi kritik dengan pernyataan sederhana: 'Tetapi kamu juga melakukannya'." Conradi mengangkat kembali perbandingan taktik respons Soviet yang diutarakan Gaufman, "Di sana mereka menggantung orang Negro". Di Forbes tahun 2017, wartawan Melik Kaylan menjelaskan meningkatnya popularitas istilah ini saat mengacu pada taktik propaganda Rusia: "Kremlinolog akhir-akhir ini memakai kata 'whataboutism' karena berbagai corong Kremlin sangat sering menggunakan teknik ini terhadap A.S." Kaylan mengomentari "kesamaan yang mencurigakan antara propaganda Kremlin dan Trump". Tahun 2017, The New Yorker menyebut taktik ini sebagai "strategi kesetaraan moral yang salah," dan Clarence Page menjuluki teknik ini sebagai "jiu-jitsu logika". Foreign Policy menulis bahwa whataboutisme Rusia adalah "bagian dari pola pikir bangsa". EurasiaNet menyatakan bahwa "kemampuan whataboutisme geopolitik Rusia tak tertandingi," sedangkan Paste menyambungkan popularitas whataboutisme dengan peningkatan konsumsi berita palsu oleh masyarakat. Setelah penembakan bisbol Kongres 2017,
wartawan Chuck Todd mengkritik arah debat politik, 'What-about-isme adalah salah satu tanda keberpihakan terburuk di kedua belah pihak." Di National Review, Ben Shapiro mengkritik praktik ini di sayap kanan maupun sayap kiri; Shapiro menyimpulkan: "Semua ini bodoh. Semua ini membuat kita semakin bodoh." Michael J. Koplow dari Israel Policy Forum menulis bahwa penggunaan whataboutisme berkembang menjadi krisis; ia menyimpulkan bahwa taktik ini tidak memberi keuntungan apa-apa. Koplow mengatakan, "whataboutisme di sayap kanan maupun kiri hanya berujung pada lubang hitam penuh balasan kemarahan yang tidak dapat dihentikan." Di The Washington Post, mantan Duta Besar Amerika Serikat untuk Rusia, Michael McFaul mengkritik penggunaan taktik ini oleh Trump dan membandingkannya dengan Putin. McFaul berkomentar, "Justru inilah argumen yang dipakai para propagandis Soviet selama bertahun-tahun untuk membenarkan beberapa kebijakan Putin yang brutal." Masha Gessen menulis di The New York Times bahwa penerapan taktik ini oleh Trump mengejutkan rakyat Amerika Serikat; katanya, "tak satupun politikus Amerika Serikat pernah menyatakan bahwa seluruh dunia, termasuk Amerika Serikat busuk sampai ke akar-akarnya." Kontributor Los Angeles Times Matt Welch mengelompokkan taktik ini ke dalam "enam kategori pengelakan Trump". Mother Jones menyebut taktik ini sebagai "strategi propaganda tradisional Rusia" dan mengamati bahwa "strategi whataboutisme telah kembali dan berubah di Rusia era Presiden Vladimir Putin."
Lihat pula
Kesesatan privasi relatif
Kesetaraan salah
The Mote and the Beam
Tangan kotor
Referensi
Bacaan lanjutan
Aspeitia, Axel Arturo Barceló, Whataboutism Defended, Academia.edu, National Autonomous University of Mexico, Department of Philosophy, diakses tanggal 5 July 2017
Duca, Lauren (7 April 2017). "Donald Trump Is Using a Mind Game Straight from the Soviet Union". Teen Vogue. Diakses tanggal 5 July 2017.
Kreutzer, Jana (1 July 2016), "'What about Guantanamo?' – Das Problem mit dem Whataboutism", Zeitjung (dalam bahasa German), diakses tanggal 5 July 2017 Pemeliharaan CS1: Bahasa yang tidak diketahui (link)
Leonor, Alex (31 August 2016), "A guide to Russian propaganda. Part 2: Whataboutism", StopFake.org, diakses tanggal 3 July 2017
Pranala luar
"whataboutism", Oxford Living Dictionaries, Oxford Dictionaries, diarsipkan dari versi asli tanggal 2017-03-09, diakses tanggal 2017-08-28
"whataboutism", Cambridge Dictionary
Video designer: Ganna Naronina; video script and idea: Alex Leonor, Alya Shandra (5 September 2016), A guide to Russian propaganda. Part 2: Whataboutism (video), YouTube, Euromaidan Press, diakses tanggal 3 July 2017 Pemeliharaan CS1: Banyak nama: authors list (link)
Ioffe, Julia (10 February 2017), "Oh, How This Feels Like Moscow", Slate (audio), diakses tanggal 5 July 2017, Ioffe and Elder explain 'whataboutism' and other vocabulary lessons from their time reporting in Moscow.
Templat:Kesesatan kesesuaian
Kata Kunci Pencarian:
- Whataboutisme
- Derita Dunia Pertama
- Fox News Channel
- Afganistanisme
- 2024 Indonesian local election law protests