- Source: Wu Peifu
Wu Peifu atau Wu P'ei-fu (Hanzi sederhana: 吴佩孚; Hanzi tradisional: 吳佩孚; Pinyin: Wú Pèifú; 22 April 1874–4 Desember 1939), adalah seorang figur utama dalam pertarungan antara para panglima perang yang didominasi oleh Partai Nasionalis Tiongkok dari 1916 sampai 1927.
Karier awal
Lahir di Provinsi Shandong di Timur Tiongkok, Wu awalnya diberikan pendidikan Tiongkok tradisional. Ia kemudian bergabung dengan Akademi Militer Baoding (保定軍校) di Beijing dan memulai karier sebagai tentara profesional. Bakatnya sebagai seorang perwira diakui oleh atasannya, dan ia naik pangkat dengan cepat.
Wu bergabung dengan "Tentara Baru" (新軍) (kemudian berganti nama menjadi Tentara Beiyang pada tahun 1902) yang diciptakan dan dimodernisasi oleh Jenderal Yuan Shikai pada masa Dinasti Qing. Menyusul jatuhnya Qing pada tahun 1911, dan setelah kebangkitan Yuan menjadi Presiden Republik Tiongkok serta upaya Yuan berikutnya untuk menjadikan dirinya sendiri sebagai kaisar, kekuatan politik di Tiongkok dengan cepat berpindah ke tangan berbagai otoritas militer regional, sehingga masuk ke masa yang disebut Era Panglima Perang. Pada 1915 Wu menjadi komandan Brigade ke-6.
Kelompok Zhili
Setelah kematian Yuan pada tahun 1916, Pasukan Beiyang-nya terbelah menjadi beberapa faksi yang saling bermusuhan dan berjuang untuk mejadi penguasa selama tahun-tahun berikutnya. Faksi-faksi utama termasuk Kelompok Anhui yang diketuai oleh Duan Qirui, Kelompok Fengtian dikomandoi oleh Zhang Zuolin, serta Kelompok Zhili yang dipimpin oleh Feng Guozhang, dimana Wu Peifu termasuk anggotanya. Faksi Duan Qirui mendominasi politik di Beijing dari tahun 1916-20 tetapi dipaksa untuk mempertahankan hubungan yang tidak mudah dengan faksi Feng Guozhang demi menjaga stabilitas. Keduanya bentrok tentang cara mengatasi daerah Tiongkok selatan yang sedang bergolak, di mana Duan lebih senang melakukan aksi penaklukan militer sedangkan Feng lebih cenderung memilih jalan negosiasi.
Feng meninggal pada tahun 1919 dan kepemimpinan Kelompok Zhili dipegang oleh Cao Kun dengan dukungan Wu Peifu dan Sun Chuanfang. Cao dan Wu mulai merasa terganggu oleh Duan dan Kelompok Anhui-nya sehingga mereka menyebarkan pesan melalui telegram yang isinya mencela kerjasama Duan dengan pihak Jepang. Ketika mereka berhasil menekan presiden untuk memberhentikan Jenderal Xu Shuzheng, bawahan utama Duan, maka Duan mulai bersiap untuk perang melawan Kelompok Zhili. Pada titik ini, Cao Kun dan Wu Peifu mulai mengatur aliansi yang luas termasuk semua penentang Kelompok Anhui. Pada November 1919, Wu Peifu bertemu dengan perwakilan Tang Jiyao: panglima perang Yunnan dan Lu Rongting: panglima perang Guangxi di Hengyang dan mereka menandatangani perjanjian yang berjudul "Draf Kasar Tentara Sekutu Keselamatan Nasional" (救国同盟军草约), membentuk pangkalan aliansi kelompok anti-Anhui termasuk Kelompok Fengtian pimpinan Zhang Zuolin.
Pertempuran Zhili-Anhui
Ketika permusuhan akhirnya pecah pada Juli 1920, Wu Peifu mengambil peran penting sebagai panglima tentara anti-Anhui. Pada awalnya tidak berjalan baik bagi pasukan Zhili, karena mereka didorong kembali oleh pasukan Anhui di depan. Namun, Wu memutuskan untuk melakukan manuver yang berani di ujung barat depan dengan mengepung terlebih dahulu posisi musuh dari sana, setelah posisi pasukannya menjepit di kiri kanan maka dia langsung menyerang posisi markas besar musuh. Taktik ini berhasil dan Wu mendapatkan kemenangan yang mengejutkan dengan banyaknya perwira musuh yang berhasil ditangkap. Tentara Anhui hancur dalam waktu seminggu dan Duan Qirui melarikan diri ke pemukiman Jepang di Tianjin. Wu Peifu dipuji sebagai ahli strategi di balik kemenangan cepat yang tak terduga ini.
Setelah peristiwa tersebut, Kelompok Zhili dan Fengtian setuju untuk membentuk pemerintahan koalisi dengan berbagi kekuasaan. Namun, Zhang Zuolin, pemimpin kelompok Fengtian, menjadi semakin tidak nyaman dengan sikap anti-Jepang Wu Peifu yang keras, selain itu Wu juga mengancam akan mengacaukan kesepakatan sulit yang telah berhasil dicapai Zhang dengan Jepang di basis kekuasaannya di Manchuria. Wu dan Zhang juga berselisih tentang siapa yang akan menduduki posisi perdana menteri, masing-masing pihak memilih calonnya sendiri-sendiri. Koalisi antara Zhili dan Fengtian yang baru dibangun seumur jagung itu menjadi hancur berantakan dan permusuhan pun tak terhindarkan.
Pertempuran Zhili–Fengtian Pertama
Dalam perang ini Wu Peifu kembali ditempatkan sebagai komandan pasukan Zhili. Pertempuran terjadi dari bulan April hingga Juni 1922 di garis depan yang luas di selatan Beijing dan Tianjin. Awalnya, tentara Zhili mengalami beberapa kesulitan melawan pasukan Fengtian yang memiliki persenjataan lengkap. Namun sekali lagi, kepemimpinan dan perencanaan Wu Peifu membalikkan keadaan dan membuat Kelompok Zhili meraih kemenangan. Dia melakukan beberapa manuver pengepungan yang cerdik sehingga memaksa front barat pasukan Fengtian mundur sampai ke Beijing, lalu dia sendiri mengatur perangkap dengan cara berpura-pura mundur. Hasilnya adalah pemusnahan sayap barat pasukan Fengtian, membuat operasi timur yang lebih sukses tidak dapat dipertahankan. Zhang Zuolin terpaksa mundur ke distrik Shanhaiguan, dengan demikian menyerahkan kendali ibu kota ke Wu dan Kelompok Zhili.
Dengan kemenangan Kelompok Zhili pimpinan Cao Kun dan Wu Peifu ini maka mereka mengambil alih kendali pemerintahan terhadap provinsi-provinsi yang selama ini semakin memburuk. Manchuria sekarang secara de facto sudah merdeka di bawah pimpinan Zhang Zuolin dan Kelompok Fengtian sampai saat ini masih tangguh, sementara daerah selatan dibagi-bagi di antara para tentara panglima perang, termasuk sisa-sisa Kelompok Anhui dan Partai Kuomintang Sun Yat-sen .
Kendali Pemerintah Beijing
Pemerintahan baru di Beijing didukung oleh Britania Raya dan Amerika Serikat. Li Yuanhong, presiden terakhir dengan legitimasi apa pun, dipanggil kembali untuk menjabat sebagai presiden lagi pada 12 Juni 1922, namun semua anggota kabinet harus dipilih oleh Wu Peifu. Pada saat ini kharisma dan ketenaran Wu telah jauh melampaui mantan mentornya Cao Kun, yang masih sebagai ketua Kelompok Zhili. Hal ini yang menyebabkan hubungan mereka menjadi tegang, meskipun tidak sampai mengakibatkan keretakan dalam Kelompok Zhili. Wu mencoba menahan Cao ketika Cao mulai melakukan intrik politik untuk menuju kursi kepresidenan, tetapi akhirnya Wu tetap tidak dapat mencegah Cao menjatuhkan kabinet dan memakzulkan Li. Cao kemudian menghabiskan beberapa bulan berkampanye pemilihan presiden dan bahkan secara terbuka menyatakan dia akan membayar $ 5.000 kepada anggota parlemen yang akan memberikan suara untuknya. Pernyataannya ini menyebabkan kecaman nasional terhadap Kelompok Zhili tetapi tidak bisa mencegah Cao terpilih menjadi Presiden pada Oktober 1923.
Pada tahun 1923, Wu dengan kejam memberantas para pelaku aksi mogok di jalur kereta api penting Hankou-Beijing.Dia mengirimkan pasukan untuk menekan para buruh dan para pemimpin mereka yang terlibat aksi itu dengan keras. Para prajurit membunuh 35 buruh dan banyak yang terluka. Reputasi Wu menjadi rusak di mata orang-orang Tiongkok karena peristiwa tersebut, meskipun ia mendapatkan banyak keuntungan bisnis dari pihak Inggris dan Amerika yang beroperasi di Tiongkok dengan menggunakan jalur kereta api tesebut.
Meskipun tampaknya kekuatan Kelompok Zhili aman untuk saat ini, krisis di selatan segera memicu pertikaian lain dengan Kelompok Fengtian. Krisis terjadi di kota Shanghai, pusat kekuatan komersial negara. Shanghai adalah bagian dari provinsi Jiangsu, di bawah kendali Kelompok Zhili, tetapi sebenarnya pada saat itu masih dikelola secara administratif oleh provinsi Zhejiang yang dikuasai oleh sisa-sisa Kelompok Anhui. Ketika Kelompok Zhili menuntut kembalinya Shanghai ke dalam administrasi pemerintahan provinsi Jiangsu, mereka ditolak dan pertempuran segera pecah. Zhang Zuolin di Manchuria dan Sun Yat-sen, yang saat itu berada di Guangdong, dengan cepat menyatakan dukungan mereka untuk Kelompok Anhui dan bersiap untuk perang. Wu Peifu mengirim bawahannya dan anak didiknya Sun Chuanfang ke selatan untuk bernegosiasi dengan Kelompok Anhui dan menghadapi segala serangan yang mungkin datang dari pasukan Kuomintang Sun Yat-sen, sementara Wu sendiri bersiap untuk berhadapan lagi dengan pasukan Kelompok Fengtian.
Pertempuran Zhili – Fengtian Kedua
Wu Peifu sekarang dijuluki sebagai "Marsekal Giok" (玉帥) dan secara umum diakui sebagai ahli strategi Tiongkok terbaik pada saat itu. Wu secara luas diyakini akan memenangkan pertempuran, dan jika itu terjadi maka akan mengakhiri berbagai otoritas daerah yang selama ini berpura-pura independen. Pasukan perangnya adalah yang paling terlatih dan teruji di Tiongkok dan sebagai seorang pemimpin Kelompok Zhili, ia hampir terus menerus berperang melawan panglima perang Tiongkok utara seperti Zhang Zuolin, sang pemimpin Kelompok Fengtian. Dikenal sebagai jenderal filsuf, ia pada saat itu dikatakan memiliki berlian terbesar di dunia.
Ratusan ribu orang terlibat dalam pertempuran besar antara pasukan Kelompok Fengtian dan pasukan Kelompok Zhili. Pada saat yang genting, salah satu sekutu utama Wu bernama Feng Yuxiang, mendadak meninggalkan garis depan dan melakukan mars menuju Beijing guna melakukan apa yang kemudian disebut sebagai kudeta Beijing dengan tujuan menggulingkan rezim yang ada dan memproklamirkan pemerintahan baru yang bersifat agak progresif. Strategi militer mumpuni yang biasa diterapkan oleh Wu Peifu kali ini sama sekali tidak berdaya menghadapi bencana yang datang tiba-tiba ini, dan dia dikalahkan oleh pasukan Zhang di dekat Tianjin. Setelah kemenangan Kelompok Fengtian ini, Duan Qirui diangkat menjadi kepala negara dan dia mengumumkan pembentukan pemerintahan sementara.
Ekspedisi Utara
Wu mempertahankan basis kekuatan di Hubei dan Henan di Tiongkok tengah sampai ia berhadapan dengan tentara Kuomintang (KMT) selama Ekspedisi Utara pada tahun 1927. Pasukannya ditahan oleh sekutu Kuomintang di Barat Laut menyebabkan Wu terpaksa mundur ke Zhengzhou di Henan.
Ketika pasukan Wu Peifu dikuasai pasukan Kuomintang Chiang Kai-Shek, selama wawancara sarapan dengan seorang Barat, Wu Peifu diketahui membawa sebuah buku tua, pewawancara menanyakan judulnya, dan Wu menjawab, "'Kampanye Militer Kerajaan Wu ... Mereka tidak memiliki senapan mesin atau pesawat terbang saat itu." Wu tidak pernah memegang jabatan politik selama bertahun-tahun sebagai panglima perang.
Wu Peifu menggantungkan potret George Washington di kantornya. Dia seorang nasionalis, dan menolak untuk memasuki wilayah konsesi asing - bahkan tidak untuk bersembunyi dari musuhnya - karena dia memandang sistem konsesi itu sebagai bentuk penghinaan terhadap Tiongkok, dan dia malah memilih cara pelarian yang jauh lebih berbahaya.
Beberapa tahun kemudian
Setelah Perang Tiongkok-Jepang Kedua pecah, Wu menolak untuk bekerja sama dengan Jepang. Pada tahun 1939, ketika Jepang mengundangnya untuk menjadi pemimpin pemerintahan boneka Manchukuo di Tiongkok Utara, Wu berpidato mengatakan bahwa ia bersedia menjadi pemimpin Tiongkok Utara lagi atas nama Orde Baru di Asia, jika setiap tentara Jepang di tanah Tiongkok menyerahkan jabatannya dan kembali ke Jepang. Dia kemudian memasuki masa pensiun, dan akhirnya diracuni oleh pihak Jepang. Dia adalah pahlawan nasional sebelum dia meninggal, status yang belum pernah dia raih sebelumnya.
Referensi
Catatan
Chinese History - The Republic of China (1911-1949) event history at Chinaknowledge
Historical Journal of Film, Radio and Television, August, 1995 by Arthur Waldron, Nicholas J. Cull
}}
Kata Kunci Pencarian:
- Wu Peifu
- Perang Zhili–Fengtian I
- Kelompok Zhili
- Perang Zhili–Anhui
- Xu Shiyou
- Sun Chuanfang (jenderal)
- Qu Tongfeng
- Ekspedisi ke Utara
- Zhang Zuolin
- Aksi mogok 7 Februari
- Wu Peifu
- Northern Expedition
- Warlord Era
- Beiyang government
- First Zhili–Fengtian War
- Beiyang Army
- Zhili clique
- Duan Qirui
- Government of the Republic of China in Guangzhou
- Li Ching-Yuen