- Source: Abdoel Moeis
Abdoel Moeis (bahasa Arab: عبد المعز, translit. Abd Al-Mu'iz) (3 Juli 1886 – 17 Juni 1959) adalah seorang sastrawan, politikus, dan wartawan Indonesia. Dia merupakan pengurus besar Sarekat Islam dan pernah menjadi anggota Volksraad mewakili organisasi tersebut. Abdoel Moeis dikukuhkan sebagai Pahlawan Nasional yang pertama oleh Presiden RI, Soekarno, pada 30 Agustus 1959.
Riwayat Hidup
= Kehidupan awal
=Abdoel Moeis adalah seorang Minangkabau. Ia merupakan putra dari Soelaiman Dt Toemanggoeng dan Siti Djariah.
Selesai dari ELS, Abdoel Moeis melanjutkan pendidikannya ke Stovia (sekolah kedokteran, sekarang Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia), Jakarta. Namun karena sakit, ia tidak menyelesaikan pendidikannya di sana.
= Karier dan aktivisme
=Abdoel Moeis memulai kariernya sebagai klerk di Departemen Onderwijs en Eredienst atas bantuan Mr. Abendanon yang saat itu menjabat sebagai Direktur Pendidikan. Namun pengangkatannya itu tidak disukai oleh karyawan Belanda lainnya. Setelah dua setengah tahun bekerja di departemen itu, ia keluar dan menjadi wartawan di Bandung. Pada tahun 1905, ia diterima sebagai anggota dewan redaksi majalah Bintang Hindia. Bintang Hindia merupakan sebuah majalah yang memuat berita politik di Bandung. Pada tahun 1907, Bintang Hindia dilarang terbit, Abdul Muis pindah kerja ke Bandungsche Afdeelingsbank sebagai mentri lumbung. Pekerjaan ini ditekuni oleh Abdul Muis selama 5 tahun. Pada 1912, ia bekerja menjadi wartawan pada surat kabar Belanda Preanger Bode. Pada Preanger Bode Abdul Muis bekerja sebagai korektor. Dalam waktu 3 bulan, ia diangkat menjadi hoofdcorector (korektor kepala) karena kemampuan berbahasa Belanda yang cukup baik.
Pada tahun 1913 ia bergabung dengan Sarekat Islam, dan menjadi Pemimpin Redaksi Harian Kaoem Moeda. Koran Kaoem Moeda merupakan koran pertama yang mengenalkan rubrik "Pojok" sejak tahun 1913-an. Posisi Moeis sebagai redaktur serta mengurusi masalah-masalah penerbitan dan pemasaran, membuatnya lebih leluasa untuk melanjutkan perjuangan dengan pena sebagai senjata. Koran Kaoem Moeda merupakan tulang punggung perjuangan Sarekat Islam di Bandung. Setahun kemudian, melalui Komite Bumiputera yang didirikannya bersama Ki Hadjar Dewantara, Abdoel Moeis menentang rencana pemerintah Belanda mengadakan perayaan peringatan seratus tahun kemerdekaan Belanda dari Prancis.
Tahun 1917, ia dipercaya sebagai utusan Sarekat Islam pergi ke negeri Belanda untuk mempropagandakan komite Indie Weerbaar. Dalam kunjungan itu, ia juga mendorong tokoh-tokoh Belanda untuk mendirikan Technische Hooge School – Institut Teknologi Bandung (ITB) di Priangan. Pada tahun 1918, Abdoel Moeis ditunjuk sebagai anggota Volksraad mewakili Central Sarekat Islam.
Bulan Juni 1919, seorang pengawas Belanda di Toli-Toli, Sulawesi Utara dibunuh setelah ia berpidato di sana. Abdoel Moeis dituduh telah menghasut rakyat untuk menolak kerja rodi sehingga terjadi pembunuhan tersebut. Atas kejadian itu dia dipersalahkan dan dipenjara. Selain berpidato ia juga berjuang melalui berbagai media cetak. Dalam tulisannya pada harian berbahasa Belanda De Express, Abdoel Moeis mengecam tulisan orang-orang kolonialis Belanda.
Pada tahun 1920, dia terpilih sebagai Ketua Pengurus Besar Perkumpulan Buruh Pegadaian. Setahun kemudian ia memimpin pemogokan kaum buruh di Yogyakarta. Pada 1923 ia mengunjungi Padang, Sumatera Barat. Di sana ia mengundang para penghulu adat untuk bermusyawarah, menentang pajak yang memberatkan masyarakat Minangkabau. Berkat aksinya tersebut ia dilarang berpolitik. Selain itu, ia juga dikenakan passentelsel yang melarangnya tinggal di Sumatera Barat dan keluar dari Pulau Jawa. Kemudian ia diasingkan ke Garut, Jawa Barat. Di kota ini ia menyelesaikan novelnya yang cukup terkenal yaitu Salah Asuhan.
Abdoel Moeis merupakan tokoh yang begitu komitmen terhadap perjuangan dan nasib rakyat yang saat itu sedang dijajah. Tidak hanya melalui garis profesi sastrawan, ia bahkan berjuang dalam dunia politik. Tulisan-tulisan Abdoel Moeis yang tajam dan gerakan-gerakan politiknya itulah yang kemudian menyebabkannya dilarang tinggal di tempat kelahirannya. Ia kemudian memilih daerah Garut sebagai tanah pengasingannya, dan di sanalah ia menghabiskan sisa-sisa hidupnya.
Tahun 1926 ia terpilih menjadi anggota Regentschapsraad Garut. Enam tahun kemudian diangkat menjadi Regentschapsraad Controleur. Jabatan itu diembannya hingga Jepang masuk ke Indonesia (1942). Karena sudah merasa tua, pada 1944 Abdul Moeis berhenti bekerja. Namun, pada era setelah proklamasi, ia aktif kembali bergabung dalam Majelis Persatuan Perjuangan Priangan. Bahkan, ia pernah diminta untuk menjadi anggota DPA.
Setelah kemerdekaan, ia mendirikan Persatuan Perjuangan Priangan yang berfokus pada pembangunan di Jawa Barat dan masyarakat Sunda.
Wafat
Abdoel Moeis wafat di Kota Bandung pada tanggal 17 Juni 1959. Jenazahnya diimakamkan di TMP Cikutra, Bandung.
Ia wafat meninggalkan dua orang istri dan 13 orang anak.
Karya
= Salah Asuhan
=Salah Asuhan adalah sebuah novel yang diterbitkan tahun 1928. Novel ini diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Robin Susanto dan diterbitkan dengan judul Never the Twain oleh Lontar Foundation sebagai salah satu seri Modern Library of Indonesia. Pada tahun 1972, novel ini difilmkan dengan sutradara Asrul Sani.
Abdoel Moeis juga menulis novel lain, yaitu Pertemuan Jodoh (1933), Surapati (1950) dan Robert Anak Surapati (1953).
Kehidupan Pribadi
Abdoel Moeis awalnya menikah dengan gadis pihan orang tuanya, yaitu gadis Minangkabau, tetapi pernikahan itu tidak berlangsung lama, karena sang istri meninggal dunia.
Setelah cukup lama mendudua, Abdoel Moeis menikahi gadis pilihannya, yaitu gadis Priangan. Dari pernikahan ini, mereka dikaruniai dua anak. Namun, rumah tangga mereka berakhir perceraian karena Abdoel Moeis.
Abdul Moeis menikah lagi dengan gadis Priangan bernama Soenarsih pada 1925. Pasangan ini dikarunia 12 anak. Anak tertua bernama Sulaiman lahir saat Abdoel Moeis dalam masa pembuangan di Garut, Jawa Barat. Sulaiman meninggal dalam usia enam hari karena mendapat tetanus.
Di antara anak-anak Abdoel Moeis yang hidup sampai dewasa, yakni Diana Moeis, Kencana Moeis, dan Achir Moeis.
Terjemahan
Don Kisot (karya Miguel de Cervantes, 1923)
Tom Sawyer Anak Amerika (karya Mark Twain, 1928)
Sebatang Kara (karya Hector Malot, 1922)
Tanah Airku (karya C. Swaan Koopman, 1950)
Trivia
Hampir di setiap kota di Indonesia ada sebuah Jalan Abdoel Moeis (Abdul Muis).
Pranala luar
(Indonesia) "Melawan Belanda Dengan Pena" Bio Abdoel Moeis di Ensiklopedi Tokoh Indonesia Diarsipkan 2017-03-18 di Wayback Machine.
(Indonesia) ABDOEL MOEIS, Indonesia untuk (Orang) Indonesia!
(Indonesia) Profil Abdoel Moeis
Referensi
Kata Kunci Pencarian:
- Abdoel Moeis
- Abdoel Moeis Hassan
- Inche Abdoel Moeis
- Rumah Sakit Umum Daerah Inche Abdoel Moeis
- Oemar Said Tjokroaminoto
- Abdoel Kahar Moezakir
- Salah Asuhan (novel)
- Ruth Pelupessy
- Jembatan Mahakam Ulu
- Surapati (roman)
- Abdul Muis
- Oemar Said Tjokroaminoto
- Mohammad Hatta
- Kartini
- Diponegoro
- Sungai Puar
- Abdul Haris Nasution
- Sudirman
- Sutomo
- Wage Rudolf Supratman