- Source: Abdul Halim (Aleng)
Letnan Kolonel TNI Purnawirawan Abdul Halim (17 Agustus 1923 – 26 November 2000) atau Aleng adalah Putra Matur yang Memimpin pertempuran terhadap pasukan Jepang di Sumatera Barat, inilah pertempuran pertama di Sumatera Barat dikenal dengan "Pertempuran Sungai Tanang". Ia juga memimpin Operasi Penumpasan Partai Komunis Indonesia (PKI) Di Baso, dikenal dengan "Peristiwa Baso".
Dengan pangkat Letnan Kolonel, ia Memimpin penyerangan besar-besaran terhadap kedudukan Tentara Inggris (Sekutu) di Padang, kemudian diangkat sebagai Wakil Ketua Delegasi lokal Indonesia di Sumatera Barat untuk menghadapi perundingan lokal "Linggarjati" dan "Renville" dengan pihak Belanda di Padang. Memimpin Aksi Bumi Hangus kota Bukittinggi, karena Belanda berusaha masuk ke Bukittinggi.
Riwayat Hidup
Abdul Halim (Aleng) dilahirkan di Kutaraja, Aceh pada tanggal 17 Agustus 1923. Ibunya bernama Gamar, kelahiran Matur 1 Juni 1904, sedangkan bapaknya adalah seorang pegawai klerk pada PTT di Kutaraja dan Sawahlunto yang bernama Lakunin kelahiran Matur 1902. Ia menempuh pendidikan umum di HIS Sawahlunto; Melanjutkan HIS di PSM Bukittinggi; Pindah ke Adabiah II Padang (tamat 1937). Selain itu ia juga menempuh pendidikan militer dari prajurit sampai dengan Giyu-Syooi (Letnan II), Sumatora Bo-Ei Sireibu Giyu Gun (Tentara Pembela Tanah Air) di Bukittinggi. Selain berbahasa Indonesia, ia juga menguasai beberapa bahasa lain seperti bahasa Belanda dan bahasa Inggris dengan baik secara lisan maupun tulisan.
= Karir Militer
=Pada tahun 1941, Abdul Halim (Aleng) menjadi seorang guru di HIS Muhammadiyah, Sumatera Barat sampai dengan bulan Februari 1942, pada tahun yang sama Tentara Jepang menduduki Sumatera Barat sehingga sekolah pun ditutup. Ia mulai bergabung Tentara Pembela Tanah Air (Sumatora Bo-Ei Sireibu Giyu-Gun) pada 4 Oktober 1944 di Bukittinggi, sebagai seorang prajurit ia sering ditempatkan di berbagai tempat di pedalaman Sumatera Barat. Pada tanggal 11 Juli 1945 ia diangkat sebagai Giyu-Syooi (Letnan II) pada Sumatora Bo-Ei Sireibu Giyu-Gun dan menjabat sebagai Wakil Komandan Seksi pada Kompi Infantri di Bukittinggi. Pada tanggal 22 Agustus 1945 dengan berakhirnya Perang Dunia II serta kekalahan Jepang, Giyu-Gun Bukittinggi resmi dibubarkan.
Setelah Proklamasi Kemerdekaan RI serta mulai meletusnya Revolusi Nasional Indonesia maka pada tanggal 29 Agustus 1945, Aleng ikut membentuk Badan Keamanan Rakyat (BKR) di Bukittinggi yang kemudian menjadi Tentara Keamanan Rakyat (TKR).
Pada tanggal 20 November 1945, Aleng memimpin sekelompok anggota TKR untuk menyerang pasukan Jepang di Pabrik Kertas Sungai Tanang, yang berada 9 km dari Bukittinggi. Peristiwa ini terkenal dengan Pertempuran Sungai Tanang dan merupakan pertempuran pertama terhadap pasukan Jepang di Sumatera Barat.
Pada akhir bulan November Aleng ditetapkan sebagai Kepala TKR Bukittinggi. Beberapa bulan setelah penetapan tersebut ia kembali ditetapkan dan diangkat menjadi Komandan Batalyon II resimen I Divisi III TKR Sumatra dengan pangkat Mayor dan berkedudukan di Bukittinggi.
14 – 16 April 1946, Aleng memimpin Operasi Penumpasan Partai Komunis Indonesia (PKI) di Baso. Peristiwa ini dikenal dengan “Peristiwa Baso” yang merupakan aksi polisionil terbesar yang dilakukan oleh pihak tentara terhadap unsur – unsur teror dan anti revolusi di Sumatera Barat. Pada tanggal 20 Juli 1946, ia diangkat oleh Panglima TNI Komandemen Sumatra sebagai Komandan Resimen I Divisi III TRI dengan pangkat Letnan Kolonel. Aleng memimpin penyerangan besar-besaran terhadap kedudukan tentara Inggris (Sekutu) di front utara Padang sehari sebelum Hari Raya Idul Fitri dan memusatkan serangan ke Lapangan Udara Tabing selama semalam suntuk sampai subuh. Disamping sebagai Komandan Resimen I Divisi III TRI, ia juga juga diangkat menjadi Wakil Ketua Delegasi Lokal Indonesia di Sumatera Barat pada bulan Desember 1946 untuk menghadapi perundingan lokal "Linggar Jati” (Komite Truce) dengan pihak Belanda di Padang.
Dengan diselingi pertempuran, Aleng tetap meneruskan perundingan lokal “Linggar Jati” (Komite Truce) dengan pihak Belanda sampai meletusnya perang kemerdekaan pertama (Clash I). Kemudian ia ditetapkan sebagai Wakil Ketua Delegasi Lokal Pelaksanaan Persetujuan “Renville” di Padang sejak 4 Agustus 1947 (Setelah Cease Fire). Dengan ketetapan Panglima TNI Komandemen Sumatra, Aleng diangkat menjadi Kepala Staf Pertempuran Divisi IX TNI dengan pangkat Letnan Kolonel, membawahi bagian-bagian Operasi, Security, Penerangan, Perhubungan dan Polisi Militer. Pada tanggal 16 Desember 1948, ia diangkat sebagai Kepala Staf TNI / Territorial Sumatera Barat dengan pangkat Letnan Kolonel setelah Komando Militer Sumatra Tengah di desentralisasi menjadi dua Komando terpisah yaitu Komando TNI / Territorial Sumatera Barat dan Komando TNI / Territorial Riau.
Belanda mulai mamasuki Bukittinggi pada tanggal 22 Desember 1948 pada saat perang kemerdekaan II / Clash II: 19 Desember 1948. Aleng memimpin Aksi Bumi Hangus Kota Bukittinggi pada 21 Desember 1948. Ia membentuk Sub.Ko. “A” di Matur pada tanggal 22 Desember 1948 dan Menjadi Ka.Staf Subko “A” TNI / Territorial Sumatera Barat yang berkedudukan di Matur.
Dengan ketetapan Gubernur Militer Sumatera Barat / Tengah, pada tanggal 25 Maret 1949 diangkat menjadi Kepala Staf Militer Sumatera Barat / Tengah dan merangkap menjadi Wakil Gubernur Militer Daerah Sumatera Barat / Tengah, dengan pangkat Letnan Kolonel.
Sesudah gencatan senjata dengan Belanda, Aleng diangkat sebagai Kepala Staf TNI / Territorial Sumatra Tengah pada tanggal 7 November 1949 dan merangkap sebagai anggota Komisi Pelaksanaan Persetujuan Roem – Royen di Sumatera Barat.
Pada tanggal 27 Desember 1949 (Hari Pengakuan Kedaulatan RIS), Aleng mengajukan permohonan berhenti dari dinas ketentaraan. Dengan penetapan Presiden Republik Indonesia Serikat (RIS) tanggal 3 Maret 1950, ia diberhentikan dengan hormat sebagai Kepala Staf TNI Sumatra Tengah dengan pangkat Letnan Kolonel dan dikeluarkan dari Dinas Tentara sejak tanggal 1 Februari 1950.
Pada tahun 1951, Aleng pernah diminta Bung Hatta secara pribadi untuk aktif kembali di militer namun ia menolaknya. Pada tahun 1957 Aleng menjadi penasehat pribadi Menteri Veteran RI Chaerul Saleh selama setahun. Di bulan Oktober di tahun yang sama melalui sebuah surat, Aleng diberi perintah khusus oleh Presiden Soekarno / Panglima Tertinggi RI untuk menyatukan negara pada umumnya dan TNI pada khususnya.
Berikut adalah isi surat tersebut yang ber-kop suratkan Presiden Republik Indonesia:
“Surat Perintah, dengan ini saya kuasakan kepada sdr. A. Halim, bekas Letnan Kolonel T.N.I, pemegang surat perintah ini, untuk membantu dalam usaha memulihkan keutuhan T.N.I khususnya, keutuhan Negara Republik Indonesia umumnya. Djakarta, 16 Oktober 1957, Soekarno, Presiden / Panglima Tertinggi”.
Kemudian pada saat meletusnya peristiwa PRRI tahun 1958, ia kembali dipanggil oleh Kepala Staf Angkatan Darat secara resmi, namun ia kembali menolaknya karena tidak adanya kecocokan dalam beberapa persyaratan yang diajukan, sehingga ia tidak jadi bertugas kembali dalam formasi TNI.
= Pasca Karir Militer
=Karir Sebagai Pengusaha
Setelah berhenti dari dinas ketentaraannya, Aleng bergerak di bidang perdagangan, ia juga mendirikan beberapa perusahaan diantara lainnya sebagai berikut:
Firma Masupa (14 Mei 1957, Export – Import Karet), Aleng dan teman – temannya mendirikan sebuah perusahaan dagang “Firma Masupa” yang bergerak dalam bidang eksport – import karet dan banyak menghasilkan devisa untuk negara. Disini Aleng bertindak sebagai pemimpinnya.
PT. Indo Hinson Garment Factory (8 Agustus 1978, Garment), Aleng mendirikan perusahaan PT. Indo Hinson Garment Factory bersama dengan Hinson Company Ltd.-Hongkong sebuah perusahaan Joint Venture dalam rangka penanaman modal asing (PMA) dan menjabat sebagai Pemilik Perusahaan. Perusahaan ini bergerak dalam bidang garment dan berlokasi di dalam daerah Bonded Warehouse Indonesia di Tanjung Priok.
Firma Masupa (1980-1985, Export – Import Kopi), pada tahun 1980 – 1985 Firma Masupa aktif kembali dan bergerak di bidang eksport kopi dari Palembang. Aleng pernah menjadi Ketua Asosiasi Exportie Kopi Indonesia.
Anggota Delegasi RI (23 – 24 Agustus 1982, Perundingan Tekstil) Ia juga menjadi Anggota Delegasi RI dalam perundingan tekstil dengan Amerika Serikat.
Karir Sebagai Sejarawan
Penulis dan Penasehat Buku,
Aleng menerbitkan sebuah buku berjudul “Sejarah Perjuangan Kemerdekaan RI di Minangkabau” jilid II bersama 6 orang rekan seperjuangan dalam wadah Badan Pemurnian Sejarah Indonesia Minangkabau (BPSIM). Ia juga menjadi penasehat team penyunting buku “Bunga Rampai Perjuangan dan Pengorbanan” Jilid I - Jilid V dan menjadi ketua team penyusun pada Jilid ke VI.
Yayasan Pembela Tanah Air (30 Desember 1986).
Menjadi salah satu Pendiri Yayasan Pembela Tanah Air (YAPETA) Sumatera Barat dan Anggota Pengurus Yayasan Pembela Tanah Air (YAPETA PUSAT).
Berdasarkan Surat Keputusan Ketua Badan Pendiri Yapeta Bapak Umar Wirahadikusumah tertanggal 1 Oktober 1997 sebagai Wakil Ketua II Badan Pengurus Umum / Harian Yapeta masa jabatan 1997 – 2002.
Narasumber Media (televisi),
Pada tanggal 29 Maret Aleng muncul dalam tayangan khusus bersama dengan Amir Machmud, Subadio Sastrosastomo, Kolonel Saleh A.D. dari pusat sejarah ABRI selama 1 Jam di Televisi Republik Indonesia (TVRI). Pada tanggal 25 Juli setiap hari, 10 hari berturut – turut selama 5 menit wajah Aleng muncul di Televisi Surya Citra Televisi (SCTV) dalam rangka HUT Negara ke-50. Pada tanggal 10 dan 17 Agustus Profil Aleng muncul selama 1/2 jam di TVRI sebagai Pejuang Kemerdekaan dalam rangka HUT Negara ke-52.
Pembimbing Mahasiswa Sejarah dan Aktif Menghadiri Seminar-Seminar.
Karir Sebagai Anggota Pimpinan Pusat Legiun Veteran RI (PP LVRI) Tahun 1979 – 2000 (Meninggal Dunia)
Di tahun 1979 pada tanggal 27 Januari berdasarkan keputusan Presiden, ia diangkat sebagai anggota Pimpinan Pusat Legiun Veteran RI (PPLVRI) dan memegang jabatan sebagai Kepala Bagian Usaha-Usaha Swasta Bidang EKUIN.
Pada tanggal 25 Mei ia dilantik oleh Presiden di Istana Merdeka sebagai anggota DPP- dan PPLVRI periode 1989-1993. Ia tetap aktif dalam kepengurusan PPLVRI sampai ia meninggal dunia.
Selama menjadi Legiun Veteran RI (PP LVRI) Aleng pernah memegang jabatan sebagai berikut:
Kepala Bagian Usaha-Usaha Swasta Bidang EKUIN (1979 – 1983)
Kepala Bagian Kesra Umum (1984 – 1988)
Kepala Bagian Administrasi Kesejahteraan (1988 – 1993)
Kepala Bagian Sejarah Perjuangan (1993 – 1998)
Kepala Bagian Sejarah Perjuangan (1998 – 2003 tidak selesai)
Abdul Halim (Aleng) meninggal dunia pada tanggal 26 November 2000 dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan, KaliBata, Jakarta Selatan. D.K.I. Jakarta.
Kehidupan Pribadi
Abdul Halim menikah dengan istrinya yaitu Eliza pada tanggal 19 Januari 1956. Pasangan ini dikaruniai empat orang anak, diantaranya Meilihanny, Juanita, Moh. Alwin dan Desi Arryani. Pasangan ini juga dikaruniai 5 orang cucu yaitu Haga Tara Sosrowardoyo, Annisa Indryani beserta suaminya M. Naufal Yugapradana, Rezky Dwimarsya, M. Alvinsyahman dan M. Aldrisyahwira.
Tanda Jasa
Abdul Halim (Aleng) tertanggal 27 Juni 1978 disamping tercatat sebagai anggota Pepabri, ia juga diakui sebagai Veteran Pejuang Kemerdekaan R.I. dan memiliki tanda – tanda jasa sebagai berikut:
Satya Lencana Perang Kemerdekaan ke-1.
Satya Lencana Perang Kemerdekaan ke-2.
Tanda Jasa Pahlawan (Bintang Gerilya).
Satya Lencana BKR cikal bakal TNI.
Bintang Legiun Veteran R.I.
Tuah Sakato sebagai Jasawan Sumatera Barat.