- Source: Al-Hakim I (Kairo)
Al-Hakim I (bahasa Arab: الحاكم بأمر الله الأول) adalah Khalifah Abbasiyah di Mesir (Mamluk) yang berkuasa antara tahun 1262-1302.
Profil singkat
Ketika Baghdad diserang oleh Hulaghu, ia berhasil meloloskan diri dan mendapat perlindungan dari Bani Khafajah yang dipimpin Husain bin Falah. Setelah beberapa lama tinggal bersama kabilah itu ia berangkat menuju Damaskus. Untuk beberapa lama ia tinggal bersama Pangeran Isa bin Muhanna.
An Nashir, penguasa Damaskus, ketika mendengar kedatangannya, mengi-rim utusan dan memintanya memasuki kota Damaskus. Namun kedatangannya bersamaan dengan datangnya pasukan Tartar. Tatkala Malik Al Muzafar datang ke Damaskus, dia segera menyuruh Amir Qalaj al Baghdadi menjemputnya dan segera dibaiat menjadi Khalifah.
Dia banyak dibantu oleh kalangan terkemuka arab, sehingga mampu menaklukan Ghanah, Al Haditsah, Hita dan Al Anbar. Dia bertempur melawan tartar dan berhasil mengalahkannya. Setelah itu Alauddin Thibris, wakil pengu-asa Damaskus, memintanya datang ke Damaskus, Ia datang ke Damaskus pada bulan Safar. Dia dimohon untuk memnemui sultan di Mesir. Namun karena ia mendengar Al Mustanshir mendahuluinya ke kairo tiga hari sebelumnya, ia tidak mau memasuki Kairo, karena khawatir akan ditangkap.
Akhirnya ia kembali ke Aleppo yang kemudian dibaiat menjadi Khalifah oleh penguasa dan pembesar di kota itu. Diantaranya yang membaiatnya adalah Abdul Halim ibnu Taimiyah. Dia berhasil menghimpun pengikut dan segera ke Ghanah. Tatkala Al Mustanshir kembali ke Ghana, ia menyatakan tunduk diba-wah kekuasaannya.
Menjadi Khalifah
Ketika Al Mustanshir wafat, Al Hakim berangkat ke Rahbah. Dia menda-tangi Isa bin Muhanna. Sultan Baybars kemudian meminta al Hakim datang ke Mesir. Al Hakim datang disertai oleh anak dan pengikutnya dan disambut Sultan dengan pemuh hormat dan segera dibaiat menjadi Khalifah dan ditempatkan dibenteng yang kukuh. Sejak itu keturunannya selama masa dua setengah abad dibaiat menjadi Khalifah, tetapi tidak punya pengaruh sehingga kalangan sejarawan menyebutnya Khalifah Bayangan. Para Khalifah ini cukup puas de-ngan namanya yang terukir pada mata uang dan disebutkan dam salat Jumat di Mesir dan Suriah. Tugas utama mereka meliputi pengaturan sedekah, zakat dan wakaf serta memimpin upacara penobatan Sultan baru. Meski demikian sejum-lah penguasa muslim seperti dari India dan Sultan Usmaniyah mendapatkan ijazah penobatannya dari Khalifah di Mesir.
Pembaiatan itu terjadi pada tanggal 8 Muharam 660 H / 4 Desember 1261, setelah Sultan melakukan rapat umum di benteng Jabal, di mana hasil rapat itu, Sultan membaiat Al Hakim biamrillah sebagai Khalifah. Setelah dibaiat, Al Hakim langsung menobatkan Sultan dan memberikan tugas-tugas. Setelah itu para hadirin bergantian membaiatnya.
Sultan Baybars yang berambisi menjadi Salahudin kedua dalam perang suci melawan pasukan salib segera bergerak. Hal yang paling dirisaukannya saat itu adalah tentara-tentara kota salibis bersekutu dengan Hulaghu Ilkhan dari Persia yang kini cenderung beralih ke Kristen.
Pada tahun 1263 M, Sultan Baybars memasuki wilayah Palestina dan me-rebut Karak dari Dinasti Ayubiyah serta menghancurkan gereja Nazareth yang disakralkan. Setelah pasukannya tiba di daerah Akka, Salibis mendatanginya untuk meminta pembaharuan kesepakatan genjatan senjata dan menyetujui pembebasan para tawanan muslim serta memelihara berbagai kesepakatan dan piagam perdamaian. Baybars yang mempertimbangkan tuntutan mereka, terus menyerang berbagai basis kekuatan mereka, khususnya di Akka agar dapat mengetahui titik-titik kekuatan dan kelemahan mereka sehingga kelak dapat merebut kembali wilayah itu. Namun, kaum Salibis dapat membendungnya sehingga, Baibars, tetapi tidak dapat merebut kota itu.
Tahun berikutya, pada Ramadhan 662 / Juli 1264 Sultan terpaksa mengu-rung Khalifah agar tidak menemui siapapun karena sahabatnya yang melakukan perjalanan keluar negeri selalu membocorkan rahasia negara. Setelah itu pada tahun 664 H/1265 M, Sultan Al Zahir Baybars kembali menginvasi Palestina dan dapat menguasai Al Qaisariyyah al Muhsanah (Caesarea), menghancurkan dinding-dindingnya. Sebagian pasukannya menyerang wilayah Akka dan sebagian lain-nya menyerbu Haifa. Meski begitu wilayah Akka tidak bisa direbut. Tapi kota Arsuf jatuh ke dalam genggamannya setelah 40 hari pengepungan.
Pada tahun berikutnya, ia kembali ke Palestina mengepung Safad(Safawi), menduduki dan menghancurkan dinding-dindingnya(23 Juli 1266). Lalu pada tahun yang sama pula(1266) Baibars menaklukan negeri Cilicia Armenia, yang rajanya Hethum I, menjadi vassal Kekaisaran Mongolia. Hal ini mengisolasi Antiokia dan Tripoli yang dipimpin oleh menantu Hetum, Bohemond VI.
Kemudian pada tahun 666 H/1267 M, Sultan memberangkatkan pasukannya lagi ke Palestina. Kaum salibis datang meminta genjatan senjata. Sultan meneri-manya agar kekuatan Salibis tidak bersatu padu untuk melawannya dalam satu waktu. Hasilnya, kota Jaffa dapat dikuasai(1268) tanpa perlawanan, Syaqib Ar-nun menyerah dalam pengepungan singkat, dan yang lebih penting lagi Antiokia yang telah menjalin hubungan baik dengan Tartar, menyerah(21 Mei 1268). Menyusul jatuhnya Antiokia, sejumlah pusat kekuatan latin yang kecil-kecil dapat ditaklukan. Kota Akka pun menawarkan perdamaian yang diterima oleh Baybars yang berlaku hingga 10 tahun dengan syarat bahwa ia ha-rus menguasai setengah dari wilayah Akka dan mengendalikan dataran tinggi di sekitar Sayda.
Pada tahun 1271 Benteng Akrad – tempat perlindungan utama unit pasu-kan khusus tentara salib, menyerah setelah dikepung sejak 24 Maret hingga 8 April. Puri-puri yang terletak dikota Mashyad, Kadmus, Kahf, dan Kawabi milik kelompok Hasyasyin, yang bersekutu dengan unit elit tentara Salib, dan selalu membayar upeti kepada mereka, semuanya dihancurkan. Sarang terakhir kelom-pok Hasyasyin yang telah menebarkan kengerian dihancurkan untuk selamanya. Pasukan kesatria templar dari Antartus dan pasukan elit kristen dari Markab bersegera menawarkan perjanjian damai.
Baibars kemudian mengarahkan perhatiannya ke Tripoli, tetapi hal ini tercegah dengan perjanjian damai yang dibuat pada bulan Mei 1271, karena pada saat bersamaan, ekspedisi Perang Salib IX (dipicu jatuhnya Antiokia) yang dipimpin oleh Edward I dari Inggris, tiba pada bulan Mei 1271 dan menjalin persekutuan dengan bangsa Mongol dinasti Ilkhan untuk menghadapi Baybars. Oleh karena itu, Baybars juga setuju untuk berdamai dengan Edward (yang tidak pernah dapat merebut wilayah dari Baybars). Menurut beberapa sumber, Bay-bars mencoba meracuni Edward, tetapi Edward berhasil sembuh dan kembali pulang pada tahun 1272.
Pada tahun Jumadil Awal 671 H / Desember 1272 Sultan Baybars menda-pat informasi bahwa pasukan tartar menyebrangi Sungai Eufrat dan bermaksud menyerang Syam untuk kedua kalinya. Sultan kemudian segera berangkat dan mengarungi sungai Eufrat dengan pasukannya dan terlibat kontak senjata dengan pasukan tartar Pada pertempuran tersebut Sultan berhasil mengalahkannya.
Sementara itu, para pangglima Sultan Baybars berhasil memperluas wi-layah kekuasaannya hingga bagian barat ke wilayah suku Berber dan keselatan mencapai Nubia yang akhirnya berada dibawah genggaman Sultan Mesir.
Pada tahun 1277, Baibars menyerang wilayah Kesultanan Seljuk Rum yang menjadi vassal Mongolia. Ia mengalahkan pasukan Mongol dalam Perang Elbistan, menaklukan kota Kayseri, tetapi tidak dapat mempertahankan daerah Anatolia yang ditaklukannya dan dengan cepat mundur ke Syria
Tak lama kemudian Baybars wafat dan digantikan putranya, Barakah yang pada awal tahun 1279, bersama Qalawun menyerang Armenia. Karena ada pembe-rontakan di Mesir, Barakah terpaksa turun tahta begitu pulang ke Mesir. Ia kemudian digantikan adiknya, Solamish, dengan Qalawun sebagai atabegnya. Karena Solamish berusia 7 tahun, Qalawun berpendapat Mesir butuh pemimpin dewasa, sehingga Solamish diturunkan pada akhir tahun 1279. Qalawun kemu-dian dinobatkan sebagai sultan dengan gelar al-Malik al-Mansur. Gubernur Da-maskus, Sungur, tidak setuju dan mendeklarasikan dirinya sebagai Sultan. Klaim Sungur tidak berlangung lama, karena pada tahun 1280, Qalawun berhasil me-ngalahkannya. Pada tahun 1281, Qalawun dan Sungur berdamai ketika IlKhan Mongol dari Persia, Abaqa, menyerang Syria. Qalawun dan Sungur, bekerja sama, dan sukses mengalahkan serangan Abaqa dalam Perang Homs kedua.
Sementara itu Barakah, Solamish, dan saudara mereka, Khadir mengungsi ke Al Karak. Barakah wafat disana pada tahun 1280 (diisukan Qolawun yang meracuninya), dan Khadir memperoleh kontrol atas kastil tersebut sampai tahun 1286, ketika Qalawun merebutnya secara langsung.
Sebagaimana Baybars, Qalawun menjalin diplomasi dengan sisa-sisa negara salib, ordo militer, dan penguasa individual yang masih independen. Per-janjian Baybar dengan Ksatria Templar dari Antarus diperbaharui pada tanggal 15 Februari 1282 untuk periode selanjutnya 10 tahun 10 bulan. Perjanjian serupa ditandatangi pada 18 Juli 1285 dengan pangeran Tyre yang menguasai Beirut dan mengakui Tyre dan Beirut terpisah dari Kerajaan Yerusalem yang berpusat di Akka. Perjanjian-perjanjian itu selalu sesuai kehendak Qalawun. Sebagai contoh, perjajian damainya dengan Tyre mengamanatkan bahwa kota itu tidak akan membangun benteng baru, akan tetap netral dalam konflik antara Mamluk dan negara Salib lainnya, dan Qalawun diijinkan mengumpulkan separuh pajak kota. Pada tahun 1281 Qalawun juga menegosiasikan persekutuan dengan Kaisar Bizantium Michael VIII Palaeologus untuk mendukung perlawanan menghadapi Charles of Anjou, yang mengancam Kekaisaran Bizantium dan Kerajaan Yeru-salem. Sebelum wafatnya pada tahun 1290, ia menjalin persekutuan dagang dengan Genoa dan Kerajaan Sicilia.
Dengan perjanjian damai itu, Qalawun mengepung benteng Hospitaller di Margat pada tahun 1285 selama 38 hari dan berhasil dikuasai pada 25 Mei 1285, dan membangun garnisum militer Mamluk disana. Ia juga merebut dan meng-hancurkan Kastil Maraclea. Kemudian Latakia pada tahun 1287 dan Tripoli pada tanggal 27 April 1289, sehingga mengakhiri negara salibis County of Tripoli. Pegepungan atas Tripoli pada tahun 1289 ini didorong oleh Venesia dan Pisa, yang bersaing dengan Genoa untuk mendapat pengaruh di area itu. Pada tahun 1290, balabantuan dari Raja Henry tiba di Acre dan secara membabi buta mem-bantai para pedagang dan petani, baik kristen maupun muslim. Qalawun mengi-rim utusan meminta penjelasan kejadian itu dan meminta pembunuhnya dihu-kum. Orang-orang Frank terpecah menjadi dua, menenangkannya dan meme-ranginya. Karena tidak menerima penjelasan atas pembunuhan itu, Qalawun memutuskan membatalkan perjanjian damai yang ditandatangani di Akka pada tahun 1284. Ia lalu mengepung kota itu pada tahun itu juga. Ditengah pengepungan itu ia wafat tanggal 10 November sebelum berhasil merebut kota itu, dan digan-tikan putranya, Khalil, yang memberikan dukungan penuh kepada Khalifah, sehingga Khalifah pun menobatkannya sebagai Sultan.
Meski Khalil tidak dicalonkan ayahnya untuk menjadi Sultan, Ia melan-jutkan serangan ke kota itu. Khalil mengirim pesan ke William of Beaujeu, Kepala Ksatria Templar, mengatakan akan menyerang Akka dan memintanya tidak mengirim utusan atau hadiah. Tetapi delegasi dari Akka yang dipimpin Sir Phi-lip Mainebeuf tiba di Kairo dengan hadiah dan memohon tidak menyerang Akka. Khalil tidak mau menerima hal ini dan memenjarakan utusan Frank itu.
Setelah mengepung kota itu selama lebih dari satu bulan dimulai tanggal 5 April 1291 dengan 92 katapult untuk menyerang, kota Akka akhirnya jatuh pada Mei 1291. Kiriman balabantuan dari pulau Syprus dari laut tidak banyak meno-long. Kota berhasil ditaklukan, benteng-benteng dihancurkan dan dibakar.
Jatuhnya Akka mengakhir nasib kota-kota salib yang tersisa ditepi pantai. Kota Tyre ditaklukan 18 mei, Sidon 14 juli; Beirut menyerah pada 21 juli, Antarkus diduduki pada 3 Agustus dan benteng Athlith yang ditingalkan Ksatria Templar dihancurkan pada pertengahan Agustus.
Pada tahun 1292, Al-Ashraf Khalil bersama dengan wazir Ibn al-Salus tiba di Damaskus dan kemudian pergi lewat Aleppo mengepung Kastil Qal'at ar-Rum (Hromgla di Armenian). Qal'at ar-Rum, yang diduduki Patriarch of Armenia, dikepung dengan lebih 30 katapel dan dikuasai setelah 30 hari oleh Khalil, yang kemudian menamakannya kembali dengan Qal'at al-Muslimin (Kastil Muslims). Khalil meninggalkan Emir al-Shaja'i di kastil itu dan kembali ke Damaskus dengan tawanan. Sultan kembali ke Kairo dengan disambut perayaan besar.
Sultan kemudian kembali ke Damaskus dan menyiapkan pasukan besar untuk menginvasi Sis, ibu kota Kerajaan cilicia Armenia, tetapi utusan Armenia tiba di Damaskus dan memohon padanya untuk tidak menyerang Sis. Sebagai gantinya kota Til Hemdun, Marash dan Behesni diberikan kepada Sultan. Selain itu Khalil juga menjalin hubungan bilateral dengan Kerajaan Cyprus, Aragon dan Sisilia dalam bidang perdagangan dan militer.
Tetapi ternyata Al-Ashraf Khalil, tidak disukai para emirnya karena sikap kerasnya terhadap emir-ermirnya tersebut. Di awal pemerintahannya, ia mengek-sekusi dan memenjarakan emir terkemuka ayahnya, di antaranya Turuntay. Sela-ma pertempuran Akka, ia memenjarakan Hosam ad-Din Lajin dan kemudian setelah kembali ke Kairo ia mengeksekusi Sunqur al-Ashqar dan beberapa Emir. Khalil juga melanjutkan kebijakan ayahnya menggantikan Mamluk Turki de-ngan Mamluk Circassians, sehingga meningkatkan persaingan di antara para Mamluk. Ditambah lagi, wazirnya yang bernama Ibn al-Salus dicemburui oleh para Emir dan wakil Sultan, karena bukan seorang Mamluk atau emir tetapi seorang saudagar dari Damaskus dan berpengaruh dalam pemerintahan Khalil.
Pada bulan Desember 1293, Al-Ashraf Khalil bersama Ibn al-Salus, Bay-dara dan para Emir lain pergi ke Turug di mesir Utara dalam rangka berburu bu-rung. Ia mengirim Ibn Al-Salus ke kota Alexandria untuk mengumpulkan pajak. Ternyata sebelumnya, wakil Baydara telah memungutnya. Oleh karena itu, Ibnu Al Salus melaporkan hal ini kepada Al Ashraf Khalil yang kemudian memanggil Baydara dan menghina serta mengancamnya dihadapan para amir lain. Setelah meninggalkan tenda Sultan, Baydara kemudian memanggil Lajin, Qara Sunqur dan amir lain dan memutuskan untuk membunuh sultan. Tanggal 31 Desember, ketika Sultan berjalan dengan temannya Emir Shihab ad-Din Ahmad, ia diserang dan dibunuh oleh Baydara dan pengikutnya. Para Emir yang menyerang Sultan selain Baydara adalah Hosam ad-Din Lajin dan Bahadir Ras Nubah diikuti oleh emir lainnya. Setelah pembunuhan ini, Baydara dan pengikutnya pergi ke Dihliz dan memproklamirkan Baydara sebagai Sultan baru. Tetapi Baidara segera ditangkap oleh Sultani Mamluks dan Emir lainnya. Baydara dibunuh oleh Emir Sultani yang dipimpin oleh Kitbugha dan Baibars al-Jashnikir dan kepalanya dikirim ke Kairo. Ibn al-Salus ditangkap di Alexandria dan dikirim ke Kairo di mana ia dianiaya dan akhirnya dibunuh. Para Emir yang terlibat dalam pembunuhan Al-Ashraf Khalil dihukum berat dan dieksekusi. Lajin dan Qara Sunqur melarikan diri dan menghilang.
Setelah itu, para Emir memutuskan menobatkan adiknya yang berusia 9 tahun, Al-Nasir Muhammad sebagai Sultan baru dengan Kitbugha sebagai wakil Sultan dan al-Shaja'i sebagai Wazir. Tak lama kemudian, Kitbugha dan al-Shu-ja'i bertindak sebagai penguasa mesir yang sesungguhnya. Kedua emir itu, Kit-bugha yang berbangsa Mongol dan al-Shuja'i bersaing satu sama lain. al-Shujai dengan dukungan Mamluks Burji merencanakan menangkap Kitbugha. Tapi Kit-bugha diinformasikan tentang rencana al-Shuja'i oleh seorang Tartar yang bernama Qunghar. Oleh karena itu, Kitbugha mengepung benteng kota dengan dukungan orang mongol dan Shahrzuri Kurds tetapi ia dikalahkan oleh Burji Mamluks dan melarikan diri ke Bilbays di mana ia tinggal sampai kemudian kembali ke Kairo dan mengepung benteng kota lagi setelah emirnya menga-lahkan Burji. Kitbugha mengepung benteng kota selama 7 hari diselingi ben-trokan berdarah setiap hari antara pendukungnya dan pendukung al-Shuja'i. Banyak Emir al-Shuja'i's beralih ke Kitbugha. Para Emir Kitbugha memberitahu ibu Sultan Al-Nassir Muhammad bahwa perselisihan yang terjadi adalah antara Khitbuga dan al-Shuja'i dan bukan dengan putranya sehingga ia mengunci benteng kota, menyebabkan al-Shuja'i menjadi terjebak dirumahnya di luar benteng. Ditambah lagi banyak amirnya meninggalkannya dan beralih ke pihak Kitbugha. al-Shuja'i kemudian terbunuh. Penglkut Kitbugha yang dipenjarakan oleh al-Shuja'i dibebaskan dan banyak Burji Mamluks yang mendukung al-Shuja'i ditangkap dan dikeluarkan dari Benteng kota. Kekayaan al-Shuja'i' di Syam disita dan wakilnya ditangkap.
Tetapi ketika Emir Hossam ad-Din Lajin yang melarikan diri setelah pem-bunuhan Al-Ashraf Khalil menampakan diri di Kairo, Mamluk burji yang dise-but juga Mamluk al-Ashrafiyah Khalil dan orang-orang yang terusir dari benteng oleh Kitbugha, memberontak dan membuat kekacauan di Kairo karena Lajin ti-dak di tangkap dan dihukum atas keterlibatannya dalam pembunuhan Sultan al-Ashraf Khalil. Kaum Ashrafiyah dikalahkan dan banyak yang terbunuh dan dieksekusi. Lajin menyarankan Kitbugha untuk menurunkan Al-Nassir Muham-mad dan mengangkat dirinya sebagai Sultan, dan memperingatkannya bahwa orang-orang Ashrafiyah dan Al-Nassir sendiri akan membalas dendam atas pembunuhan Khalil yang mana Kitbugha juga terlibat. Oleh karena itu, Kitbugha menurunkan Al-Nassir Muhammad dan menobatkan dirinya sendiri sebagai Sultan dengan Lajin sebagai wakil Sultan. Al-Nassir, yang berusia 10 tahun bersama Ibunya dibuang ke Karak.
Kejadian penting terjadi pada tahun 1296 pada masa Sultan Kitbugha ada-lah tibanya rombongan Oirat Mongol dari Syam yang mencari perlindungan yang dipimpin oleh Turghai, suami dari putri Hulagu Khan. Mereka melarikan diri ke Syam dari Ghazan. Sebagian kelompok Oirat diterima dengan hangat di Kairo oleh Kitbugha dan ditempatkan di distrik Cairene al-Hisiniyah, yang lainnya ditempatkan di kota pesisir di Syam. Kaum Oirat bukan seorang muslim tetapi setelah mereka menikah dengan Emir Mesir dan kemudian berbaur dengan Mesir mereka masuk kedalam agama islam dan bergabung dengan masyarajkat Mesir. Akan tetapi, perlakuan manis Kitbugha ini membuat para emir iri dan kelak memicu kejatuhannya.
Pada waktu itu, Mesir dan Syam diserang kekurangan air dan makanan ditambah lagi wabah yang melanda yang menyebabkan kematian penduduk. Namun Kitbugha lebih bermurah hati kepada kaum Oirat, padahal mereka bukan kaum muslim sedangkan penduduk muslim menderita kelaparan.
Oleh karena itu, selama Kitbugha di Damaskus, Para Emir memutuskan untuk menyingkirkannya. Para Emir kemudian menemui Kitbugha ketika ia dalam perjalanan pulang ke Mesir. Kitbugha murka terhadap Bisar dan menuduhnya berkorespodensi dengan Mongolia. Kuatir bahwa Kitbugha akan menangkap Bisari, para emir, di antaranya Lajin, membawa pasukannya dan pergi ke Dihliz Kitbugha dan pecah perang dengan Mamluknya. Beberapa Mamluk Kitbugha terbunuh dan terluka. Kitbugha meninggalkan Dihliz melari-kan diri ke Damaskus dengan kudanya, beserta dengan 5 mamluknya. Para emir tidak dapat mengangkapnya. Lajin dinobatkan sebagai sultan baru Mesir. Kit-bugha mencari perlindungan di benteng kota Damaskus, tetapi akhirnya ia mengundurkan diri dan mengakui Lajin sebagai sultan baru mesir serta tunduk padanya. Kitbugha kemudian meninggalkan Damaskus ke Sarkhad. Lajin sendiri memerintah sampai ia terbunuh bersama wakilnya Mangu-Temur pada tahun 1299 oleh sekelompok Emir yang dipimpin Saif al-Din Kirji. Setelah pembu-nuhan Lajin dan wakilnya, para Emir termasuk al-Baibars al-Jashnakir, memu-tuskan memanggil Al-Nassir Muhammad dari Al Kark dan dinobatkan kembali sebagai Sultan dengan Emir Taghji sebagai wakil Sultan. Tetapi pemanggilan Al-Nassir tertunda beberapa waktu sehingga Emir Kirji, yang membunuh Lajin, dan para Emir Ashrafiyah mengangkat Taghji sebagai Sultan dan Kirji sebagai wakil -Sultan. Akhirnya, Al-Nassir tiba dengan ibunya di Kairo dan disambut dengan perayaan besar besaran. Al-Nassir, yang sekarang berusia 14 tahun dinobatkan dengan Seif ad-Din Salar yang merupakan orang Oirat Mongol sebagai wakil Sultan dan Baibars al-Jashnakir yant berbangsa Circassian sebagai Ostadar. Al Nassir sekali lagi hanya bertindak sebagai nominal sultan, sedang-kan penguasa sesungguhnya adalah Salar dan Baibars al-Jashnakir
Pada masa inilah terjadi serangan terakhir yang cukup serius dari bangsa Mongol yang dipimpin Il Khan Ghazan Mahmud yang telah masuk islam. Ang-katan perang Mesir yang dipimpin Sultan An Nashir yang jumlahnya sepertiga pasukan Mongol ditaklukan pada tanggal 23 Desember 1299 di timur Emmessa oleh pasukan penyerbu yang jumlahnya seratus ribu personel yang diperkuat oleh pasukan Armenia dan Georgia. An Nashir kemudian kembali ke Mesir. Ternyata Khitbuga juga lari ke Mesir. Pasukan Mongol terus mendapat kemenangan dan pada awal 1300 berhasil menduduki Damaskus. Karena lobby dari Ibnu Tai-miyah, di kota Damaskus mereka tidak melakukan penjarahan. Meski demikian kota-kota lainnya di Suriah utara mengalami hal yang menyedihkan karena harta benda mereka dijarah dan dihancurkan. Atas saran Ibnu Taimiyah, An Nasir dan para emirnya kemudian mempersiapkan serangan lagi ke Syam. Tetapi tiba tiba terdengar kabar, pada bulan Maret Ghasan meninggalkan Syam setelah meng-angkat dua pangglimanya sebagai wakilnya disana. Sultan Al-Nasir mengirim surat ke wakil Ghazan memintanya menyerah kepadanya dan mereka setuju. Kitbugha kemudian diberikan jabatan sebagai gubernur Hama dan Salar dan Baibars al-Jashnakir bersama pasukannya ke Syam untuk melikuidasi sisa-sisa pasukan Ghazan sehingga pasukan Mesir menduduki kembali semua Wilayah.
Kaum Druze yang menggangu pasukan Al-Nasir selama mundur ke Mesir diserang dan dihancurkan. Sekte-sekte lain yang terpecah termasuk kelompok Syiah di Kisrawan juga merasakan hal yang sama. Bahkan kelompok maronis di Libanon utara hancur seluruhnya. Wakil Ghazan yang menyerah tiba di Mesir dan diterima Al Nasir. Dan nama Al nasir disebutkan lagi dalam kotbah jumat.
Pada saat bersamaan ternyata ada kerusuhan bernuansa agama di Kairo dan pemberontakan di Mesir Atas yang kemudian dapat dipadamkan. Pada tahun 1301 sebagian Armenia Cilicia ditaklukan dan Sis diserang oleh pasukan Al-Nasir dipimpin oleh Emirnya karena bangsa Armenia mendukung Ghazan.
Pada masa inilah, pada bulan Januari 1302, Khalifah wafat. Sebelum Khalifah wafat, situasi dunia Islam telah mengalami perbaikan. Kekaisaran Mongolia terpecah menjadi 4 wilayah, yaitu Dinasti Yuan, Chagatai Khanate, Il Khan, dan Golden Horde. Kecuali Dinasti Yuan, semuanya kelak menjadi negeri Islam dan menjadikan Islam sebagai agama negara.
Sumber
Wassito, Sekitar Sejarah Para Khalifah, 2010
Philip K Hitti, History of Arab
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam
Kata Kunci Pencarian:
- Al-Hakim I (Kairo)
- Al-Hakim Biamrillah
- Universitas Al-Azhar
- Kekhalifahan Fathimiyah
- Umar bin Khattab
- Asy-Syafi'i
- Kekhalifahan Abbasiyah
- Muhammad Abduh
- Universitas Kairo
- Al-Maqrizi
- Al-Hakim bi-Amr Allah
- Al-Zahir li-I'zaz Din Allah
- Hamza ibn Ali
- Baha al-Din al-Muqtana
- Druze
- Wali al-Ahd
- 1021
- Sitt al-Mulk
- Al-Mustansir Billah
- Sunni Islam