- Source: Arnold Verstraelen
Mgr. Arnold Verstraelen, (19 Juli 1882 – 15 Maret 1932) adalah Vikaris Apostolik Kepulauan Sunda Kecil sejak ditunjuk pada 13 Maret 1922 sampai meninggal dunia pada 15 Maret 1932.
Latar belakang dan pendidikan
Verstraelen dilahirkan dari anak seorang kepala sekolah dasar. Ia menjalani studi di seminari menengah SVD di Steyl, Belanda, dan melanjutkan pendidikan filsafat dan teologi di Wina yang saat itu merupakan wilayah Austria-Hungaria.
Karya
Verstraelen ditahbiskan menjadi imam pada tanggal 24 Februari 1907. Sebagai misionaris Serikat Sabda Allah, ia bertugas di Togo sejak 1907 hingga 1912. Ia kemudian ditugaskan ke Kepulauan Sunda Kecil sesuai permintaan Pastor Petrus Nuyen S.V.D. Ia tiba pada 14 Mei 1913 di Pelabuhan Atapupu, bersama dengan Br. Lusianus Mulken, S.V.D. Ia menjadi imam kedua yang tiba di Kepulauan Sunda Kecil. Bersama dengan Prefek Apostolik saat itu, Petrus Noyen, S.V.D., mereka melaksanakan karya misi melalui pendekatan antropologis dan kultural, dan berhasil menciptakan "rasa memiliki" masyarakat Timor terhadap iman Katolik. Mereka juga melakukan perjalanan keliling di wilayah Prefektur Apostolik, termasuk ke Lahurus dan Halilulik. Sejak 1913 hingga 1922 setelah perpindahan Noyen ke Ndona, ia menjadi pemimpin misi di Timor, bahkan terkadang menjadi imam satu-satunya yang ada, terutama saat pecahnya Perang Dunia I.
Seiring dengan peningkatan status Kepulauan Sunda Kecil dari Prefektur Apostolik menjadi Vikariat Apostolik, pada keesokan harinya, Verstraelen ditunjuk menjadi Vikaris Apostolik. Ia diberi gelar Uskup Tituler Myriophytos in partibus infidelium. Ia ditahbiskan menjadi uskup pada 1 Oktober 1922. Uskup Roermond, Laurentius Josephus Antonius Hubertus Schrijnen menjadi Uskup Konsekrator, sementara Uskup Breda, Pieter Adriaan Willem Hopmans dan Uskup 's Hertogenbosch, Arnold Frans Diepen menjadi Uskup Ko-konsekrator. Selain untuk menerima tahbisan, kepulangan ke Belanda bertujuan untuk penggalangan dana bagi Vikariat yang dipimpinnya. Dengan menjadi Vikaris Apostolik, ia memiliki kedudukan yang setara dengan Vikaris Apostolik Batavia dan juga wilayah lainnya yang telah diangkat menjadi vikariat apostolik. Namun, hubungan dengan pemerintah kolonial Belanda tetap lebih banyak dijalin oleh Edmundus Luypen, S.J. yang berkedudukan di Batavia.
Pada 13 Mei 1924, Verstraelen menjadi Uskup Penahbis Pendamping bagi Mgr. Anton Pieter Franz van Velsen, S.J. saat menjadi Vikaris Apostolik Batavia bergelar Uskup Tituler Aezani.
Selama ekspansi yang cepat, Verstraelen melanjutkan perencanaan dan pembiayaan terpusat yang telah dilakukan Noyen. Ia memprakarsai perkebunan di Nangahale dan Riangwulu, sebagai upaya untuk bergerak menuju kemandirian dalam bidang finansial. Misionaris keturunan Jerman menganggapnya terlalu dekat dengan politik kolonial Belanda. Dalam debat dengan superior agama asal Jerman, B. Glanemann, Glanemann akhirnya harus mengakui otoritas vikaris apostolik.
Verstraelen juga menjadi inisiator pendirian Seminari Tinggi Santo Paulus, Ledalero. Ia berpikiran bahwa dengan jumlah umat yang telah mencapai 100.000 orang, maka perlu didirikanlah sebuah seminari. Hal ini sekaligus menjadi tanggapan ensiklik Maximum Illud yang dikeluarkan oleh Paus Benediktus XV pada tahun 1919. Ia menugaskan Pastor Frans Cornelissen, seorang imam yang belum lama tiba di Flores dan sebelumnya telah memiliki ijazah guru, untuk mendirikan seminari. Hal ini juga memberi gambaran jelas bagaimana Verstraelen hendak mengadakan pembinaan bagi para calon imam pribumi.
Verstraelen mengikuti strategi misi umum seperti yang dirancang oleh pendahulunya. Ende-Ndona tetap menjadi pusat misi. Ekspansi sekolah secara cepat dari 137 ke 287 dan cabang misi menghasilkan pertumbuhan umat yang dibaptis dari sekitar 60.000 tahun 1921 menjadi 200.000 pada awal 1932. Jumlah gereja dan kapel turut meningkat dari 96 hingga 333. Ia memperlihatkan pertumbuhan sebagaimana yang telah dirancang Noyen secara stabil. Ia juga rutin menulis dalam bulanan SVD, De Katholieke Missien, untuk mengucapkan terima kasih kepada para donatur, menunjukkan foto-foto gereja yang telah dibiayai, serta meminta lebih banyak dana. Ia juga bertolak ke Eropa dan Amerika pada Juli 1930 hingga Agustus 1931 untuk menjamin keuangan para misionaris.
Pada 1932, ia mengirim dua orang imamnya, yakni Simon Buis dan P. Beltjens ke akademi film di New York dan pelatihan di Hollywood untuk membuat film Ria Rago dan Amorira, demi pengumpulan dana di Eropa bagi tanah misi di sana. Ia menekankan pada dua hal dalam pembuatan film tersebut, yakni ketepatan detail etnografis dan perlakuan secara peka terhadap warga lokal.
Segera setelah pengangkatannya pada tahun 1922, Verstraelen mengunjungi Belanda untuk ditahbiskan sebagai uskup, tetapi juga untuk mengumpulkan dana. Dia menulis secara teratur dalam SVD bulanan De Katholieke Missien, di mana ia berlimpah mengucapkan terima kasih kepada orang-orang percaya yang murah hati di Belanda dan Amerika, menunjukkan foto-foto gereja-gereja mereka telah dibiayai, dan juga tanpa malu-malu meminta lebih banyak uang. Dari Juli 1930 sampai Agustus 1931 ia kembali berpaling ke Eropa dan mengunjungi Amerika untuk menjamin dasar keuangan untuk perusahaan misionaris.
Mgr. Verstraelen juga menjadi pencetus berdirinya Gereja Kristus Raja, sebagai suatu tempat ibadah dan juga pusat vikariat apostolik. Peletakan batu pertama dilakukan pada 18 Mei 1930 dan ditahbiskan pada 7 Februari 1932. Kedua bagian pembangunan tersebut dilakukan oleh Mgr. Verstraelen. Pembangunan gereja ini dipercayakan kepada Pater Huijlink selaku Pastor Paroki setempat. Pada tahun 1932, ia mengirim dua imamnya, Simon Buis dan P. Beltjens, untuk sebuah akademi film New York dan untuk pelatihan ke Hollywood untuk memenuhi syarat untuk membuat film Ria Rago dan Amorira, alat utama dalam pengumpulan dana di Eropa untuk misi Flores.
Verstraelen menjabat sampai wafat pada tanggal 15 Maret 1932 (sejumlah pihak menulis juga pada 16 Maret 1932) karena kecelakaan mobil. Pada waktu itu, ia hendak bertolak menuju seminari di Todabelu-Mataloko, Ngada, menggunakan mobil yang dikendarai oleh Pastor Johanes Bouma. Saat berada di sekitar 50 kilometer sebelah barat Ende, mobil terbalik karena seekor kuda panik karena mendengar suara mobil yang jarang terdengar. Pastor Bouma tidak dapat mengendalikan kendaraan dan akhirnya terbalik dan jatuh di lereng di ketinggian 10 meter, serta menabrak sebuah batu besar. Mgr. Verstraelen terlempar keluar dari mobil dan tewas di tempat, sementara Pastor Bouma mengalami patah di tangan kirinya. Kematiannya yang mendadak membawa kesedihan mendalam bagi umat Katolik di vikariat yang dipimpinnya serta menjadi masalah untuk menunjuk pengganti secara cepat. Hal ini terutama karena usia Mgr. Verstraelen saat itu yang baru 49 tahun dan 7 bulan, atau sekitar 10 tahun sejak ditahbiskan menjadi uskup. Ia diingat sebagai pribadi yang hangat dan antusias, serta penuh inisiatif dan berkarisma. Misa Requiem baginya diselenggarakan di Gereja Katedral Ende, dan dipimpin oleh Pro-Vikaris sekaligus Administrator Apostolik, Henricus Leven. Leven kemudian menjadi penerusnya di Kepulauan Sunda Kecil.
Referensi
Pranala luar
Kata Kunci Pencarian:
- Arnold Verstraelen
- Arnold
- Keuskupan Agung Ende
- Heinrich Leven
- Gabriel Manek
- Petrus Noyen
- Anton Pieter Franz van Velsen
- Konferensi Waligereja Indonesia
- Daftar uskup di Indonesia
- Gabriel Manek
- Gorinchem
- List of Dutch painters
- Developmental plasticity
- Group B streptococcal infection
- List of artists in the collection of the Mauritshuis
- Convex curve