Burokan merupakan seni helaran yang sangat populer di Cirebon.
Pengantar
Kemunculan seni
Burokan berdasarkan tuturan para senimannya berawal dari sekitar tahun 1934 seorang penduduk desa Kalimaro Kecamatan Babakan bernama abah Kalil membuat sebuah kreasi baru seni Badawang (boneka-boneka berukuran besar) yaitu berupa Kuda Terbang Buroq, konon ia diilhami oleh cerita rakyat yang hidup di kalangan masyarakat Islam tentang perjalanan Isra Mi’raj Nabi Muhamad SAW dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha dengan menunggang hewan kuda bersayap yang disebut Buroq. Di samping itu dalam beberapa kesaksian orang-orang di Cirebon, selain dalam cerita rakyat, masyarakat Cirebon dikenalkan pula sosok Buroq ini dalam lukisan-lukisan kaca yang pada waktu itu cukup popular dan dimiliki oleh beberapa anggota masyarakat di Cirebon. Lukisan kaca tersebut berupa Kuda sembrani (bersayap) dengan wajah putri cantik berwajah putih bercahaya. Pendek kata orang Cirebon tak merasa asing terhadap figur Buroq ini. Maka Kalil melalui kreativitasnya melahirkan sebuah Badawang baru yang diberinama Buroq, sementara keseniannya diberi nama seni genjring Buroq. Di dalam perkembangannya dari Kalil sampai generasi keempat seni Genjring Buroq semakin digemari masyarakat, bahkan tersebar ke pelbagai daerah di luar Cirebon, seperti Losari, Brebes, Tegal, Banjarharjo, Karang Suwung, Ciledug, Kuningan, Majalengka dan Indramayu. Dewasa ini
Burokan yang menonjol adalah Genjring Burok Gita Remaja dari desa Pakusamben yang dipimpin Mustofa (bukan keturunan Kalil) sejak 1969 sampai sekarang.
Pertunjukan
Burokan biasanya dipakai dalam beberapa perayaan, seperti Khataman, Sunatan, perkawinan, Marhabaan dll. Biasanya dilakukan mulai pagi hari berkeliling kampung di sekitar lokasi perayaan tersebut. Adapun boneka-boneka Badawang di luar Buroq, terdapat pula boneka Gajah, Macan, dll. Di mana sebelumnya disediakan terlebih dahulu sesajen lengkap sebagai persyaratan di awal pertunjukan. Kemudian ketua rombongan memeriksa semua perlengkapan pertunjukan sambil membaca doa. Pertunjukan dimulai dengan Tetalu lalu bergerak perlahan dengan lantunan lagu Asroqol (berupa salawat Nabi dan Barzanji). Rombongan pertunjukan masih berjalan ditempat, setelah banyak masyarakat yang datang rombongan mulai bergerak dan semakin lama semakin meriah karena masyarakat boleh turut serta menari berbaur dengan para pelaku, sementara kalau dalam acara khitanan, anak sunat dinaikan ke atas Burok dengan pakaian sunat lengkap dan tampak dimanjakan. Sementara anak-anak desa yang ingin naik boneka-boneka Gajah, Macan, Kuda, Kera, dll. Dipungut uang antara Rp. 500-1000,-. Pada saat arak-arakan, lagu-lagupun berubah tidak lagi lagu Asroqol tetapi lagu-lagu tarling, dangdutan, Jaipongan, seperti Limang Taun, Sego Jamblang, Jam Siji Bengi, Sandal Barepan, Garet Bumi, Sepayung Loroan, Kacang Asin, Tilil Kombinasi, bahkan lagu-lagu yang sedang popular, misalnya Pemuda Idaman, Melati, Mimpi Buruk, Goyang Dombret dll. Sepanjang pertunjukan
Burokan, tetap boneka Buroq lebih menarik, rupanya yang cantik, dan gerakan-gerakan kaki para pelaku yang bergerak mengikuti irama musik, menjadi disukai masyarakat.
Musik pengiring Burokan
Musik pengiring
Burokan biasanya terdiri dari 3 buah dogdog (besar, sedang, kecil), 4 genjring, 1 simbal, organ, gitar, gitar melodi, kromong, suling, kecrek. Di dalam pertunjukan berfungsi sebagai pengiring tarian juga pengiring nyanyian. Nyanyian dibawakan oleh penyanyi pria dan wanita, kadang kala bergiliran tergantung dari karakter lagu yang dibawakan.
Perangkat property atau perlengkapan pertunjukan yang terdiri dari: Sepasang boneka buroq yang biasanya dimainkan oleh empat orang (dua di depan dan dua di belakang), beberapa boneka (badawang) berbentuk binatang yaitu Gajah, Kera, Macan, Kuda, serta sering disemarakan oleh sepasang Badut dengan kostum yang lucu.
Makna pertunjukan Burokan
Makna yang tersembunyi dibalik bentuk pertunjukan
Burokan, antara lain: Makna syukuran bagi siapapun yang menanggap
Burokan, terutama dianggap sebagai seni pertunjukan rakyat yang Islami; Makna sinkretis bagi yang melihatnya dari tradisi Badawang (boneka-boneka yang ada muncul dari cara berpikir mitis totemistik yang berasal dari hubungan arkaistik sebelum Islam menjadi agama dominan di Cirebon); Makna akulturasi bagi benda yang bernama Buroq (sebagai pinjaman dari daerah Timur Tengah terkait dengan kisah Isra Mi’raj Nabi Muhamad SAW yang dipercayai sebagian masyarakat Cirebon sebagai dongeng dari tempat-tempat pengajian yang diabadikan juga dalam lukisan-lukisan kaca); Makna universal bagi sosok hewan seperti Buroq, yang sebenarnya dapat ditemukan di dalam mitos-mitos bangsa tertentu, misalnya Yunani, terdapat pula mahluk seperti Buroq, yakni Centaur (mahkluk berwujud kuda bertubuh dari dada sampai kepala adalah manusia). Di mana di dalam dunia perbintangan dikenal sebagai rasi Sagitarius. Demikian pula bagi bangsa Mesir, seperti kita kenal pada Sphinx.
Sumber rujukan
Ganjar Kurnia. 2003. Deskripsi kesenian Jawa Barat. Dinas Kebudayaan & Pariwisata Jawa Barat, Bandung.