• Source: Cigaleuh, Lemahsugih, Majalengka
  • Cigaleuh adalah desa di kecamatan Lemahsugih, Majalengka, Jawa Barat, Indonesia.


    Sejarah


    Desa Cigaleuh sudah ada sejak zaman penjajahan Belanda bersamaan dengan Kerajaan Pajajaran dan Kerajaan Mataram. Menurut paham pujangga istilah nama CIGALEUH terdiri dari dua kata, yaitu cai dan galeuh. Cai artinya air, hal ini bermakna sumber kehidupan / sumber mata pencaharian. Dan Galeuh bagian kaya yang sangat dalam, berarti kehidupan masyarakatnya luas, yaitu luas ilmunya, luas imannya dan kuat perekonomiannya. Jadi orang / warga Desa Cigaleuh jember kehidupannya, gemah ripah, rapeh rapih dalam dalam kehidupan sehari-hari, dan orangnya banyak yan`g berilmu tinggi.
    Terbentuknya sebuah pemerintahan pada masa penjajahan kerajaan Belanda yang dipimpin oleh seorang Kuwu / kepala desa yang bernama Brahma Wijaya. Yang pertama kali menjadi Kuwu di Desa Cigaleuh yang berasal dari keturunan Kerajaan Telaga Manggung (Raden Pangkerah).
    Dibawah masa kepemimpinan Raden Brahma Wijaya, terbentuk system Pemerintahan yang rapi dan aman, yang dapat mengayomi masyarakatnya yang didukung oleh tumenggung Kerajaan Mataram yaitu :
    1. Embah Buyut Nori;
    2. Embah Buyut Jamis;
    3. Embah Buyut Tinggarjaya;
    4. Embah Buyut Mas Juber;
    5. Eyang Candra Koleang;
    6. Embah Buyut Eyang Kamil.
    Nama-nama tersebut diatas merupakan tumenggung Kerajaan Mataram ditugaskan untuk merubah peradaban dan merubah aqidah dari pengaruh animisme dan dinamisme (penyempurna akhlak).
    Pada masa kepemimpinan Raden Brahma Wijaya (Tahun 1800-1825) masih satu wilayah antara Desa Cigaleuh dan Desa Cukangmara, yang kantor pusat pemerintahannya di Pasir Mancagar yang sekarang terdiri dari :
    1. Desa Cigaleuh
    2. Desa Cukangmara / Kalapadua
    3. Desa Sinargalih
    4. Desa Mekarmulya
    5. Desa Sukamaju
    Itulah sejarah pada masa kepemimpinan Raden Brahma Wijaya. Dari sejak itu pemerintahan dibawah pimpinan Brahma Wijaya dimekarkan karena wilayahnya terlalu luas dan penduduk semakin padat, terjadilah pemekaran yaitu dibagi dua dengan desa baru yaitu Desa Cukangmara. Dari sejak itulah terbentuknya dua pemerintahan yang berbeda yaitu Desa Cigaleuh dan desa pamekaran yaitu Desa Cukangmara (saat ini : Kalapadua).
    Penerus kepemimpinan Desa Cigaleuh digantikan berikutnya yaitu Inda, masih kuwu / Kepala Desa yang ditugaskan dari Kasepuhan Talaga, sebab waktu itu belum ada yang mampu yang jadi kuwu dari putera daerah asli.
    Seiring dengan berkembangnya zaman dari masa ke masa ada keturunan Buyut Nori yang menikah dengan keturunan Brahma Wijaya yaitu Buyut Murdani. Pemuda tampan dan gagah yang sholeh dan rajin beribadah. Buyut Murdani dipesantrenkan oleh orang tuanya ke Benda Kerep (Daerah Cirebon) untuk menuntut ilmu agama islam, agar kelak menjadi Imam masjid di Cigaleuh. Berangkatlah Embah Buyut Murdani ke Benda Kerep untuk menuntut ilmu agama sampai ia dewasa. Setelah dewasa ia pulang ke Desa Cigaleuh untuk mengamalkan ilmu agama dan jadilah tokoh agama di Desa Cigaleuh dan sekitarnya.
    Sejak itu ia menjadi panutan semua warga desa. Ia pemberani, bijak dan ramah hingga menjadi panutan semua warga Desa Cigaleuh yang disegani semua orang.
    Bertepatan dengan adanya kekosongan kuwu di Desa Cigaleuh, ia diajukan untuk diangkat oleh dalem dan dijadikan kuwu Desa Cigaleuh. Serta warga menyetujuinya. Sehingga ia (embah Buyut Murdani) menjadi kuwu Desa Cigaleuh. Sejak itu mulai catatan sejarah baru warga Desa Cigaleuh asli / putra derah menjadi pemimpin Desa Cigaleuh yang ke-3 (tiga) yaitu Embah Buyut Murdani.
    Karena ia keluaran / jebolan pesantren Benda Kerep, ia terkenal dengan kegagahan dan kesaktiannya. Menurut cerita banyak sekali kesaktiannya diantaranya ia bisa masuk ke lubang jarum, ia juga bisa berubah sebanyak 7 kali (isilah sunda : mirupa tujuh kali). Ia juga punya ilmu Brama Kangtumam / tidak terkena hujan dan tidak kepanasan. Bisa membelah sungai yang mengapit kampong yaitu lebak (sungai) Cigaleuh dan lebak (sungai) Citinggar untuk pengairan sawah masyarakat Desa.
    Embah Buyut Murdani mempunyai seorang anak laki-laki yang tampan dan gagah yang bernama Gandol. Gandol disuruh untuk menuntut ilmu agama ke pesantrean yang sama di Benda Kerep meneruskan ayahandanya (Embah Buyut Murdani).
    Disanalah Embah Buyut Gandol menuntut ilmu agama sampai dia dewasa, agar kelak setelah dewasa ia menjadi penerus ayahnya, jadi pemimpin di Desa Cigaleuh. Seiring dengan berjalannya waktu dari masa ke masa tibalah embah buyu Gandol untuk meneruskan tonggak kepemimpinan ayahnya (Murdani) untuk menjabat kuwu Desa Cigaleuh yang ke 4.
    Sejak itu embah buyut gandol menjadi kuwu Desa Cigaleuh yang ke-4. Ia pada masa kepemimpinannya banyak sekali jasa-jasanya yang dapat dikenang sepanjang masa, antara lain : ia mengantongi dua buah batu dari leuwi bonir ke dalam saku kampretnya yang sekarang jadi batu lawang. Selain itu konon diceritakan ia bisa nepak gancang, nenjrag bumi.
    Karena Embah Buyut Gandol termahsyur akan kesaktian dan kegagahannya, tetap saja ada kelemahannya konon katanya ia meninggal dunia karena ilmu santet dari ilmu hitam laut kidul. Sehingga riwayat embah buyut gandol wafatnya karena gara-gara ilmu pakidulan.
    Kepemimpinan yang ke-5 yaitu Embah Buyut Kempreng. Ia merupakan orang yang tajam pemikirannya. Kuwu Kempreng ini merupakan Kuwu yang berasal dari Cigaleuh Tonggoh atau saat ini adalah : Sukamukti. Ia memiliki jasa membuat pasir aspu untuk pengairan yang diberi nama Bendungan jamban haragan, yang sampai sekarang disebut sawah jamban.
    Pemerintahan kuwu yang ke-6 yaitu Kajan Kertalaksana. Kuwu yang ke-5 yaitu Kuwu Kempreng dan Kuwu Kajan Kertalaksana sama-sama keturunan eyang kamil, titisan raja Mataram yang adil dan bijaksana. Dari cucu Kuwu Kajan Kertalaksana menurunkun guru pertama di Cigaleuh yaitu Sukma Garniwa. Kuwu ke-7 adalah kuwu Raden.
    Kuwu yang ke-8 Kuwu Dimya, ia cucunya embah buyut Gandol, putra alyaman sekaligus mantunya Kajan Kertalaksana. Kuwu Dimya titisan Murdani – Gandol memiliki keahlian yang hampir sama dengan pendahulunya. Dari sejak pemerintahan Kuwu Dimya Desa Cigaleuh terkenal dengan desa terrapi administrasinya dengan juru tulisnya saat itu yaitu Kartasasmita. Ia memiliki sejarah pahit yaitu difitnah oleh bawahannya sampai dihukum oleh wadana. Sampai ia mengeluarkan sumpah untuk keturunan Dimya agar bagi anak puteranya dilarang jadi kepala Desa. Sampai ia mengundurkan diri dari jabatan kuwunya yang kemudian diteruskan oleh Abah Kadata Saputra (Kuwu ke-9). Ia masih keturunan Buyut Murdani, sedangkan dari ibunya keturunan dari Kajan Kertalaksana.
    Saat itu jurutulisnya masih Kartasasmita. Pada masa pemerintahan Kuwu Kadata, kondisi Desa Cigaleuh dalam keadaan aman dan tentram, mayoritas pekerjaan masyarakatnya yaitu bertani. Dalam bidang pendidikan sudah mulai utama setelah berdirinya sekolah Belanda di Cukangmara yaitu PERPOLEH SCHOOL. Waktu itu hanya ada di Desa Cukangmara. Yang pertama kali sekolah di zaman ini hanya orang-orang ningrat. Terbuktilah ada alumni perpoleh school yang pertama adalah Sukma Garniwa yaitu orang yang pertama kali jadi guru pada waktu jaman belanda. Sekitar 30 Tahun masa kepemimpinan Kuwu Kadata jadi Kuwu Cigaleuh, selanjutnya diteruskan oleh Kuwu yang ke-10, yaitu Kuwu Rahmat.
    Pada masa kepemimpinan Kuwu Rahmat Desa Cigaleuh terjadi pemekaran wilayah dikarenakan jumlah penduduk yang sangat banyak. Adapun daerah pamekaran nya yaitu Desa Mekarmulya.
    Kuwu Karto Sunaryo merupakan Kuwu ke-11 bukan keturunan kerajaan, ia merupakan seorang tentara. Ia memimpin desa Cigaleuh selama 18 Tahun. Salah satu pembangunan pada masa Kuwu Karto ialah Jembatan Cihieum.
    Selanjutnya kepemimpinan ke-12, Cigaleuh dipimpin oleh Kuwu Nono Taryono (Tahun 1988-2009). Merupakan Kuwu pertama di Cigaleuh yang memimpin ketika masih usia sangat muda. Kuwu Nono Taryono sudah menjadi kuwu bahkan sebelum ia menikah. Ia merupakan alumni SPMA Maja. Dengan semangat mudanya ia mampu memimpin Cigaleuh selama 21 Tahun. Karena ia merupakan alumni pramuka, maka pembangunan pertama yang dilakukan dengan menggerakan organisasi pramuka. Pada masa kepemimpinannya terkenal dengan banyaknya pembangunan yang didirikan, mulai dari listrik, jembatan, jalan, irigasi, sarana ibadah, sarana kesehatan, balai kampung sampai sekolah. Jiwa gotong royong warga sangat besar pada masa itu. Pada HUT-RI Ke-50 Desa Cigaleuh mencapai puncak kejayaannya, hal ini dibuktikan dengan menjadi Juara Umum Tingkat Kecamatan. Selain itu juga pernah ada TNI masuk desa.
    Bukan hanya dibidang pembangunan, namun pada masa ini juga sangat terkenal dengan pemberdayaan perempuannya. Hal ini dibuktikan dengan TP-PKK Desa Cigaleuh yang menjadi Juara 1 Lomba Cipta Menu Tingkat Kabupaten. Selain itu Ibu Kuwunya juga menjuarai Lomba Pidato tingkat Kabupaten.
    Hanya saja kekurangan pada masa kepemimpinan Kuwu Nono Taryono ini adalah administrasi yang kurang rapi.
    Selanjutnya kepemimpinan ke-13 yaitu Kuwu Wawan Gunawan. Ia memimpin selama satu periode.
    Selanjutnya kepemimpinan ke-14 yaitu Kuwu Budiono. Kuwu Budiono merupakan Putera dari Kuwu Karto. Kuwu Budiono juga seperti ayahandanya yaitu seorang tentara. Pada masa kepemimpinan Kuwu Budiono ini sedikit menorehkan sejarah pahit, sehingga masa kepemimpinan ia hanya selama 2 tahun.
    Selanjutnya karena terjadi kekosongan kuwu / Kepala Desa saat itu, maka sesuai dengan aturan yang berlaku kekosongan jabatan diisi oleh penjabat dari pihak kecamatan, yang saat itu ditugaskan adalah Pak Saepul Ulum S.Pd.I (Kuwu ke-15). Masa kepemimpinan Saepul Ulum S.Pd.I memang cukup singkat hanya sekitar 6 bulan. Namun dampak manfaatnya sangat besar dirasakan oleh masyarakat. Salah satu peninggalan ia yang saat ini nyata dirasakan manfaatnya adalah pembangunan gedung BUMDES. Selama memimpin di Cigaleuh ia terkenal dengan kerapian administrasinya.
    Selanjutnya kepemimpinan ke-16 (Tahun 2017 – saat ini) Desa Cigaleuh dipimpin oleh seorang Kepala Desa / PAW (hal ini sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku), yaitu Kepala Desa Robinhot Simanullang. Sedikit berbeda dengan Kepala Desa sebelumnya, bahwa Kuwu Robinhot Simanullang memang merupakan keturunan dari daerah Sumatera, meskipun demikian kecintaannya kepada Cigaleuh amat besar. Kepemimpinannya sangat tegas. Ia sangat disegani. Hal ini sesuai dengan visi ia untuk Cigaleuh menjadi lebih baik.

    Saat ini Desa Cigaleuh sudah memasuki masa kepemimpinan yang ke-17 yang sedang dijabat oleh Kepala Desa / Kuwu Memed Subarnas S.Pt. Berlatar belakang pendidikan sarjana dari IPB membuat kepemimpinannya sedikit berbeda. Diawal masa kerjanya sudah menyentuh hampir seluruh bidang pertanian, dimulai dengan melaksanakan kegiatan penyuluhan kelompok tani sampai pengadaan sarana dan prasarana pertanian. Ia percaya kesejahteraan masyarakat dimulai dengan terjaganya ketahanan pangan. Sehingga hal-hal yang berhubungan dengan pertanian sangat diprioritaskan.

Kata Kunci Pencarian: