- Source: Dayah Darul Ihsan Krueng Kalee
Dayah Darul Ihsan Abu Krueng Kalee atau Ma'had Darul Ihsan Tarbiyah Islamiyah (Bahasa Arab: معهد دار الإحسان تربية إسلامية) adalah dayah atau pesantren kelanjutan dari Dayah Krueng Kalee, sebuah dayah yang didirikan oleh Teungku Hasan Krueng Kalee pada tahun 1915 di Krueng Kale, Mukim Siem, Darussalam, Aceh Besar. Setelah 40 tahun vakum, Dayah Krueng Kalee dibuka kembali pada 1 Mei 1999 dengan nama Dayah Terpadu Darul Ihsan Abu Hasan Krueng Kalee di Siem, Darussalam, Aceh Besar di bawah Yayasan Darul Ihsan.
Sejarah
Dayah Darul Ihsan Teungku Hasan Krueng Kalee merupakan salah satu dari dua dayah induk di Aceh (selain Dayah Darussalam Labuhan Haji) yang telah ada di Aceh sejak masa Kolonial Belanda. Dayah Terpadu Darul Ihsan merupakan tindak lanjut dari pengembangan Dayah Salafi Teungku Haji Hasan Krueng Kalee di Meunasah Blang, Siem yang sudah pernah berkembang pada tahun 1915 s.d. 1946. Dayah ini dulunya didirikan oleh Teungku Haji Hasan Krueng Kalee, anak Teungku Haji Hanafiah, (Teungku Haji Muda Krueng Kalee). Teungku Haji Hasan Krueng Kalee merupakan tokoh ulama kharismatik di Aceh pada awal abad ke-20. Beliau mengenyam pendidikan di Dayah Yan-Kedah, Malaysia, kemudian melanjutkan pendidikan ke Masjidil Haram, Makkah selama 7 tahun.
Pada kurun waktu tersebut (tahun 1915 s.d. 1946), Dayah Krueng Kalee memiliki murid/thalabah yang berasal dari seluruh pelosok Tanah Air dan negeri tetangga Malaysia. Selama itu pula, perkembangan pendidikan di tangannya mengalami kemajuan sangat pesat dan mencapai puncaknya. Ini terbukti dari banyak tokoh ulama nasional dan lokal berintensitas dan berkualitas tinggi yang telah dilahirkannya. Diantaranya Teungku Haji Muhammad Waly Labuhan Haji, Teungku Haji Mahmud Blang Bladeh, Teungku Haji Abdul Rasyid Samlakoe Alue Ie Puteh, Teungku Haji Sulaiman Lhoksukon, Teungku H. Yusuf Kruet Lintang, Prof. Dr. Hasbi As Shiddieqy, Prof. Ali Hasjmy (mantan Gubernur Aceh). Teungku H. Nurdin (Mantan Bupati Aceh Timur), Teungku H. Adnan Bakongan, Teungku H. Habib Sulaiman (Mantan Imam besar Mesjid Raya Baiturrahman), Teungku H. Idris Lamreung (ayahanda Alm. Prof. Dr. Safwan Idris, mantan Rektor IAIN Ar Raniry Banda Aceh), dan lain-lainnya. Sebagian dari mereka kemudian membuka lembaga-lembaga pendidikan agama/dayah baru di daerah masing-masing.
Dewasa ini, sekitar dua pertiga dayah yang ada di Provinsi Aceh, dipelopori atau dipimpin oleh para teungku (ulama) yang pernah mengecap pendidikan di Dayahnya. Oleh karena itu, tindak lanjut pengembangan Dayah ini merupakan suatu hal yang mutlak, mengingat peranannya yang sangat besar dalam peningkatan pendidikan di Aceh.
Saat pendudukan Jepang tahun 1942, kondisi di daerah Siem sudah tidak kondusif. Abu Krueng Kalee kemudian pindah ke daerah Cot Keu'eung bersama keluarganya dan membuka dayah baru.
Dayah sebelumnya yang berada di Krueng Kalee beliau amanatkan untuk dikelola oleh sepupu-sepupu beliau, namun seiring berjalannya waktu, dayah tersebut semakin redup.
Pasca kemerdekaan, beliau kembali ke Dayah Krueng Kalee, namun dayah tersebut tidak lagi hidup seperti sebelumnya. Para murid beliau telah banyak yang gugur dan juga ikut dalam Pemberontakan DI/TII bersama Tgk. Daud Beureueh.
Saat terjadi pemberontakan DI/TII, hampir seluruh keluarga dan kerabat Abu Hasan Krueng Kalee ikut "naik gunung" bersama Abu Daud Beureueh, disamping tidak setuju nya Abu Hasan Krueng Kalee dengan gerakan tersebut.
Karena dirasa tingkat keamanan yang rendah mengingat lokasi Krueng Kalee yang jauh dari kota, maka pemerintah Aceh memindahkan Abu Hasan Krueng Kalee ke Keudah, Kuta Raja, Kota Banda Aceh dengan alasan keamanan dan keselamatan Abu. Beliau tetap mengajar disana hingga akhir hayatnya.
Sementara itu, Dayah Krueng Kalee mengalami ke-vacum-an sepeninggal beliau ke Keudah. Kekosongan itu terus berlanjut sekitar 40 tahunan. Banyak dari para peziarah yang mengunjungi dayah tersebut dalam rangka ziarah atau sekedar mengirim doa ke Abu Hasan Krueng Kalee, mengeluhkan kondisi dayah tersebut.
Setelah 26 tahun kemudian, tepatnya tanggal 15 Muharram 1420 H/ 1 Mei 1999, Dayah Krueng Kalee di pugar kembali atas prakarsa putra beliau Tgk. H. Ghazali Hasan Krueng Kalee dan keponakannya H. Waisul Qarani Aly As-Su’udy. Dalam sistem pembelajarannya, dayah baru yang bernama Dayah Terpadu Darul Ihsan ini menggabungkan antara metode salafi dengan modern, agar para santri/santriwati selain mampu menguasai ilmu-ilmu agama dan berakhlak mulia sekaligus mampu menjawab tantangan zaman yang terus berubah.
Sistem pendidikan Dayah Terpadu “Darul Ihsan” menggunakan Metode Pendidikan Madrasah Formal dan Dayah. Pendidikan madrasah yang mengacu pada kurikulum Kementerian Agama dijalankan sinergi (bersamaan) dengan Metode Pendidikan Dayah Salafi dan terpadu pada sore, malam dan selepas subuh. Seluruh santri/wati diasramakan dan diwajibkan berbicara bahasa Arab dan Inggris sehari-hari.
Pimpinan
Pendiri
Pertama: Teungku Hasan Krueng Kale (tahun 1915)
Dipugar kembali: Tgk. H. Ghazali Hasan dan Tgk. H. Waisul Qarani Aly Su'udy (tahun 1999)
Pimpinan dari masa ke masa
Teungku Hasan Krueng Kale (1915-1946)
Tgk. Qusayyin Aly Su'udy (1999-2003)
Tgk. H. Mutiara Fahmi Razali, Lc, MA. (2003-2006)
Tgk. Suhaili, Lc, MA. (2006-2008)
Dr. Tgk. H. Syukri Yusuf, Lc, MA. (2008-2010)
Tgk. H. Muhammad Faisal Sanusi, S.Ag, M. Ag. (2010-sekarang)
Referensi
Kata Kunci Pencarian:
- Dayah Darul Ihsan Krueng Kalee
- Teungku Hasan Krueng Kale
- Abu Syekh Mud
- Abu Tu Min
- Siem, Darussalam, Aceh Besar
- Teungku Muhammad Irsyad Ie Leubeu
- Abuya Muda Waly