Feng Meng (Peng
Meng) atau
Feng Beng (Hanzi: 逢蒙; Pinyin: féng/béng méng; Wade–Giles:
Feng²/peng²
Meng²) merupakan salah satu tokoh dalam mitologi Tiongkok yang sangat berkaitan dengan pemanah surga Houyi. Ia merupakan murid dari Houyi, yang setelah merasa dengki terhadap keahlian memanah gurunya, dalam kemarahannya ia membunuh Houyi dengan pentungan yang terbuat dari kayu pohon persik. Mengzi menempatkan
Feng Meng sebagai keponakan Houyi yang membunuh pamannya karena rakus akan kekuatan.
Peran dalam mitologi
Setelah Chang'e istrinya menelan obat keabadian, Houyi menyadari bahwa ia tidak akan lagi bisa menjadi manusia abadi dan akan segera meninggal. Ia memutuskan untuk menurunkan pengetahuan dan keahliannya dalam memanah serta berburu kepada generasi selanjutnya supaya mereka dapat hidup setelah kematiannya. Oleh karena itu, ia memutuskan untuk mengangkat seorang murid bernama
Feng Meng. Muridnya tersebut dengan segera menjadi seorang pemanah yang ahli, tetapi meskipun demikian ia masih tetap merasa dengki terhadap keahlian Houyi yang lebih superior, terutama setelah terjadi perlombaan memanah antara dirinya dengan gurunya. Houyi berhasil memanah angsa berleher pendek sama banyak seperti yang dipanah
Feng Meng meskipun target yang dipilih Houyi jauh lebih sulit. Selanjutnya,
Feng Meng beberapa kali berusaha untuk menghilangkan nyawa gurunya yang sudah tua; mencoba menyergapnya dengan serangkaian panah, tetapi Houyi berhasil menghentikan anak-anak panah yang ia lepaskan dengan melepaskan anak-anak panah juga. Akhirnya,
Feng Meng terpaksa menggunakan sebuah tongkat dari kayu pohon persik untuk memukuli gurunya hingga tewas.
Versi lain menceritakan tokoh bernama Peng
Meng, yang kisahnya dimulai sebelum atau sesudah kejadian pembunuhan Houyi. Pada salah satu versi, pada saat Festival Bulan Purnama,
Feng Meng (dalam hal ini namanya ditranslasi menjadi Peng
Meng) menjadi penyebab Chang'e memutuskan untuk menelan obat keabadian. Ia berusaha mencuri obat keabadian dari Chang'e dengan kekerasan saat Houyi sedang keluar. Chang'e sadar ia tidak akan mampu mengalahkan
Feng Meng dan satu-satunya cara baginya untuk melarikan diri adalah menelan obat keabadian dan terbang ke surga sehingga
Feng Meng tidak dapat menggapainya.
Dalam versi yang lebih modern, setelah Houyi memperoleh obat keabadian, ia tidak bermaksud mencapai keabadian sendirian tetapi bersama dengan istrinya yang sangat ia cintai. Ia mengulang penjelasan Ratu Barat kepada istrinya, bahwa jika ia menghabiskan obatanya sendirian, ia akan menjadi dewa, tetapi jika ia membaginya denganj istrinya, keduanya tidak akan menjadi dewa melainkan dapat hidup abadi selamanya. Saat sedang membicarakan rencana tersebut,
Feng Meng mendengar percakapan Houyi dan Chang'e. Pada suatu bulan purnama, Houyi keluar rumah untuk berburu dan
Feng Meng membunuhnya. Ia memaksa Chang'e untuk menyerahkan obat keabadian kepadanya, tetapi Chang'e tidak mau kemudian menelan semua obatnya sendiri. Chang'e mulai terbang ke surga, tetapi ia memilih untuk tinggal dan hidup sederhana di bulan yang lebih dekat dengan dunia manusia. Ia tidak dapat melupakan cintanya kepada Houyi dan ingin berbagi kebahagiaan dan kesedihan dengan pasangan yang saling mencintai.
Kisah yang sedikit berbeda dari versi sebelumnya adalah bahwa
Feng Meng tidak membunuh Houyi pada saat ia sedang keluar, melainkan langsung masuk ke rumah mereka untuk memaksa Chang'e memberikan obat keabadian kepadanya. Daripada membiarkan
Feng Meng memperoleh pil tersebut, Chang'e lebih memilih untuk menelan pil itu sendirian dan terbang ke surga. Houyi yang sendirian dan merindukan Chang'e kemudian membakar dupa pada saat Festival Bulan Purnama, konon keduanya bersatu kembali untuk waktu yang singkat. Oleh sebab itu, festival ini sangat berorientasi kepada keluarga.
Kultur
Tokoh
Feng Meng muncul dalam film Hong Kong tahun 1966 yang berjudul Chang E Bin Yue ("Wanita di Bulan") yang diproduseri Yuan Qiufeng dibawah naungan perusahaan Cathay. Dalam film ini,
Feng Meng (diperankan oleh Tian Qing]] merupakan murid Houyi (Zhao Lei) yang memimpin pemberontakan melawan gurunya karena telah menjadi raja yang sewenang-wenang dan menindas rakyatnya.
Referensi