Skeptisisme filosofis (bahasa Inggris: scepticism dari Yunani σκέψις skepsis, "penyelidikan") adalah bagian pemikiran filsafat yang mempertanyakan kemungkinan kepastian pengetahuan.
Skeptisisme filosofis tidak sama dengan
Skeptisisme ilmiah. Dalam skeptis
filosofis yang dikembangkan dapat diklasifikasikan ke dalam dua kategori umum yakni: Mereka yang menyangkal semua kemungkinan pengetahuan, dan mereka yang menganjurkan penangguhan penilaian karena kurangnya bukti. Dua kategori tersebut berlandaskan pada skeptis Akademik dan skeptis Pyrrhonian dalam filsafat Yunani kuno.
Di Dunia Barat,
Skeptisisme dimulai sejak Pyrrho dari Elis. Dalam filsafat Islam,
Skeptisisme filosofis dimulai oleh Al-Ghazali. Gagasan filsuf Prancis Rene Descartes dalam "Discourse on the Method" sebagai perjalanan mereka yang terkenal dari keraguan menuju kepastian. Dengan mengartikulasikan persamaan dan perbedaan sehingga konsepsinya tentang kebenaran tertuang dalam aturan: "Tidak pernah menerima sesuatu sebagai benar jika saya tidak memiliki pengetahuan yang jelas tentang kebenarannya: yaitu, hati-hati untuk menghindari kesimpulan dan prasangka yang cepat, dan untuk memasukkan tidak lebih dalam penilaian saya daripada apa yang muncul dengan sendirinya di pikiran saya dengan sangat jelas dan begitu jelas sehingga saya tidak punya kesempatan untuk meragukannya".
Konsep dasar
Skeptisisme filosofis dimulai dengan klaim bahwa seseorang tidak mengetahui proposisi yang biasanya ia pikir telah ketahui.
Skeptisisme filosofis adalah
Skeptisisme terhadap setiap informasi atau pengetahuan yang diberikan kepada umat manusia selama ini. Berbagai ilmu yang ditulis di masa lalu tidak dianggap sebagai hal yang telah pasti.
Skeptisisme dapat diklasifikasikan menurut ruang lingkupnya.
Skeptisisme global mengklaim bahwa lingkup ataupun ranah semua pengetahuan itu tidak mungkin (misalnya
Skeptisisme moral,
Skeptisisme tentang dunia luar, atau
Skeptisisme tentang pikiran lain), sedangkan
Skeptisisme lokal mengklaim bahwa seseorang tidak dapat mengetahui apa pun—termasuk bahwa seseorang tidak dapat mengetahui tentang mengetahui apa pun atau tidak dapat merealisasikan pengetahuan pada lingkup tertentu.
Perkembangan
Skeptisisme menjadi salah satu aliran filsafat dengan pengaruh perkembangan terbesar sepanjang sejarah filsafat barat. Hal yang menarik dari aliran filsafat ini ialah para penganutnya. Banyak filsuf telah digolongkan pada aliran filsafat tertentu sebagai penganut aliran
Skeptisisme.
= Yunani kuno
=
Pyrrhonisme
Pada mulanya
Skeptisisme 'tidaklah merupakan suatu aliran yang jelas, melainkan suatu tendensi yang agak umum yang hidup terus sampai akhir masa Yunani Kuno. Mereka berpikir bahwa dalam bidang teoritis manusia tidak sanggup mencapai kebenaran. Sikap umum mereka adalah mengenai kesangsian (keraguan). Tendensi skeptis telah ada sejak zaman pra-Socrates. Meskipun tendensi
Skeptisisme telah muncul sejak zaman pra-Socrates, akan tetapi ada pelopor yang disebut sebagai pelopor
Skeptisisme di Yunani Kuno bernama Pyrrho (360 - 270 SM). Aliran filsafat Pyrrhonian dan Akademik pada sekitar abad ketiga sebelum masehi hingga abad kedua masehi, bersama-sama membentuk
Skeptisisme kuno. Pyrrhonisme adalah bentuk perkembangan
Skeptisisme filosofis Barat yang paling awal secara resmi dimulai dari "Pyrrho dari Elis". Kontribusi besar yang penting bagi Pyrrho dalam sejarah
Skeptisisme adalah untuk menyajikan keterbatasan kognitif kita secara positif sebagai jalan menuju kebaikan kehidupan yang tenang.
= Pyrrho dari Elis
=
Dalam Pyrrho dari Elis (Pyrrho of Elis) sekitar 360 - 270 SM, Tujuan dari Pyrrhonisme adalah eudaimonia, yang dicari oleh Pyrrhonis melalui pencapaian ataraxia (keadaan pikiran yang tidak terganggu), yang mereka temukan dapat diinduksi dengan menghasilkan keadaan zaman (penangguhan penilaian) mengenai hal-hal yang tidak jelas.
Menurut catatan kehidupan Pyrrho oleh muridnya Timon dari Phlius, Pyrrho memuji cara untuk menjadi bahagia dan tenang yakni:"Siapa pun yang ingin hidup dengan baik (eudaimonia) harus mempertimbangkan tiga pertanyaan ini: Pertama, bagaimana pragmata (masalah etika, urusan, topik) secara alami? Kedua, sikap apa yang harus kita ambil terhadap mereka? Ketiga, apa hasil bagi mereka yang memiliki sikap ini?" Jawaban Pyrrho adalah bahwa "Adapun pragmata mereka semua adalah adiaphora (tidak dibedakan oleh perbedaan logis), astathmēta (tidak stabil, tidak seimbang, tidak dapat diukur), dan anepikrita (tidak dinilai, tidak tetap, tidak dapat diputuskan). Oleh karena itu, baik persepsi indera maupun doxai (pandangan, teori, kepercayaan) kita tidak mengatakan kebenaran atau kebohongan; jadi kita tentu tidak harus bergantung pada mereka. Sebaliknya, kita harus adoxastous (tanpa pandangan), aklineis (tidak condong ke sisi ini atau itu), dan akradantous (tidak tergoyahkan dalam penolakan kita untuk memilih), mengatakan tentang setiap orang bahwa tidak lebih dari tidak atau keduanya ada dan tidak atau tidak juga tidak.
= Aenesidemus
=
Pyrrhonisme memudar sebagai gerakan setelah kematian murid Pyrrho yang bernama Timon. Aliran filsafat Akademi perlahan-lahan menjadi lebih dogmatis sehingga pada abad pertama sebelum masehi Aenesidemus mengeluhkan penganut aliran filsafat Akademi sebagai Stoik, memutuskan hubungan dengan aliran filsafat akademi untuk menghidupkan kembali Pyrrhonisme. Kontribusi Aenesidemus yang paling terkenal terhadap
Skeptisisme adalah bukunya yang sekarang hilang, Pyrrhonian Discourses, yang hanya kita ketahui melalui Photius, Sextus Empiricus, dan pada tingkat lebih rendah Diogenes Laërtius . Argumen skeptis yang paling erat hubungannya dengan Aenesidemus adalah sepuluh mode yang dijelaskan di atas yang dirancang untuk mendorong epoch. Perumusan 10 bentuk untuk membela
Skeptisisme terdiri dari empat mode mengenai argumen yang muncul dari sifat pengamat, dua mode mengenai bagaimana suatu hal dirasakan, dan empat mode mengenai hubungan antara pengamat dan hal yang dirasakan.
Aenesidemus memutuskan hubungan dengan aliran filsafat Akademi dan mendirikan aliran filsafatnya sendiri dengan menggunakan nama Pyrrho. Untuk memperkuat penyebab
Skeptisisme, ia mengembangkan sepuluh kiasan atau mode
Skeptisisme—satu set bentuk argumen skeptis, untuk menunjukkan bahwa penilaian harus ditahan pada masalah apa pun. Secara singkat, kesepuluh mode tersebut antara lain: (1) Perasaan dan persepsi semua makhluk hidup berbeda. (2) Orang-orang memiliki perbedaan fisik dan mental, yang membuat hal-hal tampak berbeda bagi mereka. (3) Indera yang berbeda memberikan kesan yang berbeda terhadap sesuatu. (4) Persepsi kita bergantung pada kondisi fisik dan intelektual kita pada saat persepsi. (5) Hal-hal tampak berbeda dalam posisi yang berbeda, dan pada jarak yang berbeda. (6) Persepsi tidak pernah langsung, tetapi selalu melalui media. Misalnya, kita melihat sesuatu melalui udara. (7) Benda tampak berbeda menurut variasi dalam jumlah, warna, gerak, dan suhunya. (8) Suatu hal membuat kita terkesan berbeda ketika akrab dan ketika tidak dikenal. (9) Semua pengetahuan yang seharusnya adalah predikasi. Semua predikat memberi kita hanya hubungan hal-hal dengan hal-hal lain atau diri kita sendiri; mereka tidak pernah memberi tahu kita apa benda itu sendiri. (10) Pendapat dan kebiasaan orang berbeda di berbagai negara.
= Arcesilas dan Carneades
=
Setelah kematian·Timon, dilanjut oleh salah pengikut aliran filsafat akademi Plato yang bernama Arcesilas dan Carneades (315-241 SM) yang berfaham skeptis.
Skeptisisme yang diajarkan oleh Arkesilaos bertitik tolak dari ajaran-ajaran Plato dalam tiap dialognya. Ia berpendapat bahwa karya-karya Plato yang berbentuk dialog mengandung skeptisme.
Skeptisisme Arcesilas dan Carneades mendominasi filosofi Akademi Platonis sampai abad pertama sebelum masehi. Pada masa studi Cicero, aliran filsafat akademiberubah dari
Skeptisisme menjadi eklektisisme Philo dari Larissa dan Antiochus dari Ascalon. Argumen dari penganut aliran filsafat akademi selamat terutama melalui presentasi Cicero tentang mereka di Academica, De Natura Deorum ,dan melalui sanggahan mereka dalam Contra Academicos karya St. Augustine, serta dalam ringkasan yang diberikan oleh Diogenes Laertius. Perpindahan lokus aktivitas skeptis dari aliran filsafat akademi ke skeptis Pyrrhonian yang kemungkinan terkait dengan sekolah kedokteran Metodis di Iskandariyah.
= Sextus Empiricus
=
Karya Sextus Empiricus (sekitar 200 M) merupakan catatan utama dari Pyrrhonisme kuno yang masih bertahan. Jauh sebelum waktu Sextus, aliran filsafat akademi telah meninggalkan
Skeptisisme dan telah dihancurkan sebagai institusi formal. Dalam catatan, ia mengemukakan pendapatnya bahwa validitas induksi terhadap pengetahuan itu meragukan dengan tujuan tidak ada penyangkalan terhadap keyakinan. Sextus menyusun dan mengembangkan lebih lanjut argumen-argumen skeptis kaum Pyrrhonis, yang sebagian besar ditujukan terhadap kaum Stoa tetapi mencakup argumen-argumen yang menentang semua aliran filsafat Helenistik, termasuk kaum skeptis yang ada di Akademik penganut aliran filsafat.
Sextus, sebagai penulis paling sistematis dari karya-karya skeptis Helenistik yang bertahan, mencatat bahwa setidaknya ada sepuluh mode
Skeptisisme. Metode-metode ini dapat dipecah menjadi tiga kategori: satu mungkin skeptis terhadap pengamat subjektif, dunia objektif, dan hubungan antara pengamat dan dunia.
Tradisi
Skeptisisme filosofis Barat memang telah ada sejak Pyrrho (lahir sekitar 360 SM) hingga Xenophanes (lahir sekitar 570 SM). Bagian dari
Skeptisisme juga muncul di antara para sofis abad ke-5 yang mengembangkan bentuk-bentuk perdebatan yang menjadi awal mula dari argumentasi skeptis. Mereka bangga berdebat dengan cara persuasif untuk kedua sisi masalah".
Skeptisisme akademik
Pemikiran skeptis Pyrrho memengaruhi penganut aliran filsafat Akademi Platonis. Salah satu muridnya yang bernama Timon yang memiliki peranan dalam
Skeptisisme kuno fase, namun bukan lagi Pyrrhonian melainkan Akademik. Pertama kemunculan penganut aliran filsafat Akademi Platonik sebagai akademik
Skeptisisme di bawah Arcesilaus (c. 315 – 241 SM) hingga kemudian penganut aliran filsafat Akademi Platonik Baru di bawah Carneades (sekitar 214–129 SM). Clitomachus, seorang siswa dari Carneades, menafsirkan filosofi gurunya sebagai penjelasan pengetahuan berdasarkan pada keserupaan sejati. Politisi dan filsuf Romawi, Cicero, juga merupakan penganut aliran akademi baru, meskipun kembalinya ke orientasi sekolah yang lebih dogmatis sudah mulai terjadi.
Agustinus tentang
Skeptisisme
Pada abad ke 386 M, Agustinus menerbitkan Contra Academicos (Melawan Skeptis Akademik), yang menentang klaim yang dibuat oleh Skeptis Akademik (266 SM – 90 SM) dengan alasan berikut:
= Keberatan dari Kesalahan
=
Keberatan dari Kesalahan melalui logika, Agustinus berpendapat bahwa
Skeptisisme filosofis tidak mengarah pada kebahagiaan seperti klaim Skeptis penganut aliran filsafat Akademik. Penjabaran tersebut harus terdiri atas 4 poin karena berupa salah satu pola dari kebenaran logika yakni:
Orang bijak hidup sesuai dengan alasan, dan dengan demikian bisa bahagia.
Orang yang mencari ilmu tetapi tidak pernah menemukannya, maka dia dalam kesesatan.
Keberatan ketidaksempurnaan: Orang yang salah tidak bahagia, karena kesalahan adalah ketidaksempurnaan, dan orang tidak bisa bahagia dengan ketidaksempurnaan.
Kesimpulan: Orang yang selalu mencari dan tidak pernah menemukan tidak bahagia.
= Kesalahan Non-Persetujuan
=
Memuncul Agustinus ketika Socrates terus-menerus menghadapkan pendengarnya dengan kemungkinan kekeliruan atau kesalahan, sebagai pengagum Socrates, ia juga menyadari kemungkinan ini. Agustinus berpikir bahwa ia berkewajiban untuk berbuat lebih banyak. Ia mengemukakan Kesalahan Non-Persetujuan melalui argumen Agustinus bahwa menangguhkan keyakinan tidak sepenuhnya mencegah seseorang dari kesalahan. Pertama, dia menantang pandangan Akademik bahwa kami melakukan satu atau lain dari kesalahan, kekeliruan dan persetujuan Bodoh setiap kali menyetujui apa pun. Dan kedua, dia menantang pandangan Akademik bahwa itu hanya dengan melakukan satu atau lain dari kesalahan, kekeliruan dan ketidaktahuan menyetujui bahwa kami salah. Agustinus dapat menghukum kesalahan penganut aliran filsafat sebagai kesalahan, kekeliruan dan ketidaktahuan menyetujui bahwa kami salah dalam argumennya dirangkum di bawah ini.
Pengenalan kesalahan: Biarkan P benar. Jika seseorang gagal mempercayai P karena penangguhan keyakinan untuk menghindari kesalahan, orang tersebut juga melakukan kesalahan.
Anekdot Dua Wisatawan: Wisatawan A dan B mencoba mencapai tujuan yang sama. Di persimpangan jalan, seorang gembala yang malang menyuruh mereka ke kiri. Wisatawan A segera mempercayainya dan mencapai tujuan yang benar. Wisatawan B menangguhkan kepercayaan, dan sebaliknya percaya pada saran seorang warga kota yang berpakaian bagus untuk pergi ke kanan, karena nasihatnya tampaknya lebih persuasif. Namun, penduduk kota itu sebenarnya adalah seorang penipu sehingga Wisatawan B tidak pernah mencapai tujuan yang benar.
Anekdot Pezina: Seorang pria menangguhkan keyakinan bahwa perzinahan itu buruk, dan melakukan perzinahan dengan istri pria lain karena itu persuasif baginya. Di bawah
Skeptisisme Akademik, orang ini tidak dapat dituntut karena dia bertindak berdasarkan apa yang persuasif kepadanya tanpa menyetujui keyakinan.
Kesimpulan: Menangguhkan keyakinan menghadapkan individu pada kesalahan seperti yang didefinisikan oleh Skeptis Akademik.
Argumen sebagai tujuan yang spesifik, dengan merevisi definisi awal dari Kesalahan Non-Persetujuan dengan mempertimbangkan sifat spesifik tujuannya. Agustinus merevisi definisi adalah sebagai berikut.
S melakukan Kesalahan Non-Persetujuan untuk berjaga-jaga:
ada beberapa tujuan G, yang ingin dicapai S
ada beberapa proposisi yang benar P, sehingga, jika S tidak setuju
ke P, S tidak akan mencapai G
Kesimpulan: S tidak setuju dengan P.
= Abad keenam belas
=
Francisco Sanches dalam karyanya "That Nothing is Known" yang diterbitkan pada tahun 1581 sebagai "Quod nihil scitur" adalah salah satu teks penting
Skeptisisme Renaisans.
Michel de Montaigne (1533-1592)
Michel Eyquem de Montaigne ( MON-tayn; bahasa Prancis: [miʃɛl ekɛm də mɔ̃tɛɲ] kelahiran 28 Februari 1533 – 13 September 1592), juga dikenal sebagai Lord of Montaigne. Michel de Montaigne adalah tokoh paling menonjol dari kebangkitan
Skeptisisme pada tahun 1500-an , Michel de Montaigne menulis tentang studinya tentang
Skeptisisme Akademik dan Pyrrhonisme melalui Essais. Tulisannya yang paling menonjol tentang
Skeptisisme terjadi dalam sebuah esai yang sebagian besar ditulis pada tahun 1575–1576, "Apologie de Raimond Sebond", ketika dia sedang membaca Sextus Empiricus dan mencoba menerjemahkan tulisan Raimond Sebond, termasuk buktinya tentang keberadaan alami Kekristenan. Ulasan argumen skeptis oleh Montaigne sebagai penghormatannya terhadap kognitif nilai keyakinan agama paling baik dipahami menyiratkan bahwa:(i) kemampuan kognitif alami kita tidak dapat diandalkan, dan (ii)keyakinan agama menyediakan akses ke agama kebenaran dengan kepastian yang lebih besar daripada yang dicapai dalam pengetahuan alam.
Penerimaan terjemahan Montaigne mendapat beberapa kritik terhadap bukti Sebond. Montaigne menanggapi beberapa Apologie, termasuk pembelaan terhadap logika Sebond yang bersifat skeptis dan mirip dengan Pyrrhonisme. Sanggahannya adalah sebagai berikut:
Kritik yang mengklaim argumen Sebond lemah menunjukkan bagaimana manusia egois percaya bahwa logika mereka lebih unggul dari orang lain.
Banyak hewan dapat diamati lebih unggul dari manusia dalam hal-hal tertentu. Untuk memperdebatkan hal ini, Montaigne bahkan menulis tentang anjing yang logis dan menciptakan silogisme mereka sendiri untuk memahami dunia di sekitar mereka. Ini adalah contoh yang digunakan dalam Sextus Empiricus .
Karena hewan juga memiliki rasionalitas, pemujaan berlebihan terhadap kemampuan mental manusia adalah jebakan—kebodohan manusia. Sebagai hasilnya, alasan seseorang tidak dapat dipastikan lebih baik daripada orang lain.
Ketidaktahuan bahkan dianjurkan oleh agama agar seseorang dapat mencapai iman melalui ketaatan mengikuti petunjuk ilahi untuk belajar, bukan dengan logika seseorang.
Marin Mersenne (1588-1648)
Marin Mersenne juga dikenal sebagai Marinus Mersennus atau le Père Mersenne. Mersenne, seorang imam Katolik yang telah ditahbiskan, memiliki banyak kontak di dunia ilmiah dan telah disebut "pusat dunia sains dan matematika selama paruh pertama tahun 1600-an" dan, karena kemampuannya untuk membuat hubungan antara orang-orang dan ide, "kotak pos Eropa". Ia juga anggota Ordo Minim dan menulis serta memberi kuliah tentang teologi dan filsafat. Sebagai seorang penulis, matematikawan, ilmuwan, dan filsuf. Dia menulis untuk membela sains dan Kekristenan melawan ateis dan Pyrrhonis sebelum pensiun untuk mendorong pengembangan sains dan "filsafat baru", yang mencakup filsuf seperti Gassendi, Descartes, Galileo, dan Hobbes . Karya utamanya yang berkaitan dengan
Skeptisisme adalah La Verité des Sciences, di mana ia berpendapat bahwa meskipun kita mungkin tidak dapat mengetahui sifat sebenarnya dari segala sesuatu, kita masih dapat merumuskan hukum dan aturan tertentu untuk persepsi indra melalui sains. Selain itu, ia mengemukakan bahwa kita tidak meragukan segalanya karena:
Manusia memang setuju tentang beberapa hal, misalnya semut lebih kecil dari gajah
Ada hukum alam yang mengatur persepsi indra kita, seperti optik, yang memungkinkan kita menghilangkan ketidakakuratan
Manusia menciptakan alat seperti penggaris dan timbangan untuk mengukur sesuatu dan menghilangkan keraguan seperti dayung bengkok, leher merpati, dan menara bundar.
Seorang Pyrrhonist mungkin menyangkal poin-poin ini dengan mengatakan bahwa indra menipu, dan dengan demikian pengetahuan berubah menjadi kemunduran tak terbatas atau logika melingkar. Jadi Mersenne berpendapat bahwa ini tidak mungkin terjadi, karena aturan praktis yang disepakati bersama dapat dihipotesiskan dan diuji dari waktu ke waktu untuk memastikan bahwa aturan tersebut terus berlaku.
= Abad ketujuh belas
=
Thomas Hobbes (1588–1679)
Selama tinggal lama di Paris, Thomas Hobbes aktif terlibat dalam lingkaran skeptis besar seperti Gassendi dan Mersenne yang fokus pada studi
Skeptisisme dan epistemologi. Tidak seperti teman-temannya yang skeptis, Hobbes tidak pernah menganggap
Skeptisisme sebagai topik utama diskusi dalam karya-karyanya. Meskipun demikian, Hobbes masih dicap sebagai skeptis agama oleh orang-orang sezamannya karena menimbulkan keraguan tentang kepenulisan Pentateukh dan penjelasan politik dan psikologisnya tentang agama-agama. Meskipun Hobbes sendiri tidak melangkah lebih jauh untuk menantang prinsip-prinsip agama lain, kecurigaannya terhadap kepenulisan Mosaik menyebabkan kerusakan signifikan pada tradisi keagamaan dan membuka jalan bagi para skeptis agama di kemudian hari seperti Spinoza dan Isaac La Peyrère untuk mempertanyakan lebih lanjut beberapa kepercayaan mendasar dari agama tersebut. Sistem agama Yahudi-Kristen. Jawaban Hobbes terhadap
Skeptisisme dan epistemologi secara inovatif bersifat politis: dia percaya bahwa pengetahuan moral dan pengetahuan agama bersifat relatif, dan tidak ada standar kebenaran absolut yang mengaturnya. Akibatnya, karena alasan politik, standar kebenaran tertentu tentang agama dan etika dirancang dan ditetapkan untuk membentuk pemerintahan yang berfungsi dan masyarakat yang stabil.
= Modern
=
Descartes (1596-1650)
René Descartes sering dikenal sebagai "Bapak Filsafat Modern" yang memperkenalkan Skeptis melalui penggunaan metode modern dalam mencari suatu kebenaran dan kebijakan bermula dari keraguan.
Skeptisisme juga dapat diklasifikasikan menurut metode filsafat barat memiliki dua pendekatan dasar terhadap
Skeptisisme.
Skeptisisme Cartesian dinamai agak menyesatkan setelah René Descartes, yang bukan seorang skeptis tetapi menggunakan beberapa argumen skeptis tradisional. Descartes menulis karya
filosofis Meditations on First Philosophy (1641) untuk membantu membangun pendekatan rasionalisnya terhadap pengetahuan serta berusaha menunjukkan bahwa setiap klaim pengetahuan yang diusulkan dapat diragukan.
Skeptisisme Agripan berfokus pada pembenaran daripada kemungkinan keraguan.
Bentuk skeptisme Descartes dibagi menjadi dua yakni
Skeptisisme metodis atau skeptisme metodikal, yang artinya menggunakan keraguan secara metodologis modern untuk mencapai pengetahuan sejati. Metode ini dilakukan untuk melempar jauh-jauh segala keyakinannya. Meditation I dengan judul "Dari Benda yang Bisa Kita Ragukan". Namun untuk meragukan segala keyakinannya maka pasti tidak berujung, tidak habis-habisnya. Aku akan menguji semua itu, kata Descartes, sebagai pencinta keteraturan metematis, dengan cara menjelaskan dan mengelompokkannya untuk mengetahui apakah ada satu keyakinan yang tidak bias diragukan dengan memenuhi tiga kreteria yaitu: pertama, bahwa dalilnya mustahil diragukan. Kedua, keyakinan itu merupakan kebenaran akhir; dan terakhir keyakinan itu merupakan sesuatu yang ada, dan juga, kelas demi kelas, kelompok demi kelompok, ia tidak melewatkan satupun keyakinannya.
Bertolak dari skeptis yang metodis itu, ia ingin menemukan adakah hal yang dapat bertahan terhadap sikap sangsi atau ragu-ragu sang subyek, yang akan dapat menjadi kepastian dan menjadi dasar bagi kepastian yang lain. Dari kesangsian metodis ini hendak mencari pangkal mutlak bagi filsafat.
David Hume (1711-1776)
Skeptisisme yang dikemukkan oleh Hume dikenal sebagai
Skeptisisme konsekuen.
Skeptisisme dasar dalam pemikiran Hume dapat dikatakan sebagai serangan terhadap tiga konsep ideologis. Pertama, Hume ingin menolak doktrin rasionalisme, yang berasumsi: "Bahkan jika kita tidak pernah mengalaminya, pikiran dapat mengetahui kebenaran penting. Rasionalis biasanya percaya pada pengetahuan sebelumnya (ide). Oleh karena itu, kita pasti dapat memahami kebenaran metafisik" . Sebagai seorang empiris sejati, bahkan radikal, Hume menolak pemikiran rasionalis karena dia percaya: "Sumber pengetahuan adalah pengalaman. Tidak ada ide bawaan." Ungkapan ini jelas bertentangan dengan rasionalisme, yang percaya bahwa sains dan kebenaran tidak perlu dialami melalui indera, dan hanya didasarkan pada proporsi manusia. Selain itu, ide-ide bawaan ini adalah hal-hal yang tidak disentuh oleh pengalaman dan empirisisme manusia, sehingga mereka tidak benar-benar ada. Kedua, Hume menyerang pemikiran agama baik itu Katolik, Anglikan yang masih mempercayai adanya sebab tertinggi, maupun deisme yang menganggap : "that God is exists but takes no interest in human affairs. he wound up the world like a clock and then left it to run itself down". Bagi Hume, agama bukanlah sesuatu yang empiris, bahkan cenderung kepada takhayul klasik yang tidak terbukti. Aspek ini akan dibahas lebih lanjut. Ketiga, Hume menolak dan mengkritisi filosofi empirisnya sendiri karena dia masih percaya pada keberadaan entitas. Seperti yang kita ketahui bersama, entitas adalah gagasan standar para filosof empiris sebelum Hume, seperti John Locke (1632-1704), yang percaya akan keberadaan entitas fisik, meskipun ia mengakui bahwa kita tidak sepenuhnya memahami sifat entitas tersebut. Pada saat yang sama, George Berkeley (1685-1753) menolak pengalaman material dan menerima substansi batin. Inilah yang disebut Barkley “esse is percipi”, yang berarti kesan persepsi atau terdiri dari sesuatu yang dirasakan.
Bacaan lebih lanjut
Essais oleh Michel de Montaigne
Referensi