- Source: Flyover Sitinjau Lauik
Flyover Sitinjau Lauik merupakan sebuah flyover yang berada di Jalan Padang–Solok tepatnya di Lubuk Kilangan Kota Padang, Sumatera Barat. Flyover ini rencananya akan dibangun dengan Skema Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU) dengan Hutama Karya sebagai kontraktornya dengan nilai Investasi mencapai 4,8 triliun. Flyover Sitinjau Lauik ini direncakan memiliki dua Panorama yaitu Panorama 1 dibangun diperkirakan nilai Investasinya mencapai 1,163 Triliun yang rencananya dibangun sepanjang 2,78 KM dengan 4 buah Jembatan Layang dengan Lebar badan jalan flyover 2 X 3,5 meter ditunjang bahu luar selebar 1,5 meter dan trotoar 0,5 meter dan untuk Panorama 2 nilai Investasinya diperkirakan mencapai 2,051 Triliun. Pembangunan Flyover ini untuk memperbaiki aspek geometrik jalan menjadi lebih baik yakni, gradien maksimal dari yang awalnya 26% menjadi 8% dan radius tikungan yang semula kurang dari 15 meter menjadi kurang dari 95 meter, dan jarak pandang menjadi lebih baik. Fly over ini terdiri dari jalan dan jembatan dengan 5 tahap pengerjaan buat jalan, dan 4 tahap untuk jembatan.
Latar Belakang
Sitinjau Lauik adalah jalan ekstrem yang menghubungkan Kota Padang dan Solok dengan jarak 53 km, sekaligus menjadi bagian dari jalan nasional dan Lintas Sumatera yang mengarah ke Dharmasraya, Jambi, hingga Pulau Jawa. Meski berbahaya, jalan ini ramai dilewati karena merupakan rute terdekat dari Solok ke Padang, hanya membutuhkan waktu sekitar 1,5 jam. Sebagai alternatif, rute melalui Padang Panjang tersedia, tetapi jaraknya jauh lebih panjang, mencapai 132 Km. .
Sitinjau Lauik terletak di kawasan hutan lindung dengan kemiringan jalan hingga 45 derajat, dipenuhi tanjakan curam, turunan terjal, belokan tajam, tebing, dan jurang. Saat hujan gerimis, kabut tebal sering menghalangi pandangan, meningkatkan risiko kecelakaan.
Kawasan ini rawan kecelakaan dan tanah longsor, sering menyebabkan kerugian materiil dan korban jiwa. Data Polresta Padang mencatat 50 kecelakaan selama 2016–2020, dengan 19 korban meninggal, 9 luka berat, dan 111 luka ringan. Truk bertonase besar kerap gagal menanjak atau mengalami rem blong, yang sering berujung pada kecelakaan beruntun atau kendaraan terjun ke jurang
Jalan Sitinjau Lauik adalah salah satu jalur vital perekonomian Sumatera Barat. Sebagai bagian dari Jalan Trans Sumatera, arus barang dari Jakarta, Lampung, Palembang, dan Jambi harus melewati jalur ini. Gangguan atau terputusnya jalur di Sitinjau Lauik dapat menghambat distribusi barang ke Padang, berdampak pada ekonomi regional, dan memicu kenaikan inflasi.
Sejarah
Proyek pembangunan Flyover Sitinjau Lauik ini sudah diinisiasi pembangunanya sejak tahun 2012 silam bahkan sudah ada Studi Kelayayakannya, tapi hingga tahun 2019 rencana itu menguap begitu saja dan hilang begitu saja.
Pada tahun 2019 Komisi V DPR RI dengan Bupati Epyardi mengusulkan kepada kementrian PUPR agar pembanguan Flyover Sitinjau Lauik dipercepat karena terjadi rawan longsor dan kecelakaan lintas yang terjadi setiap hari.
Pada 29 Januari 2021, Pemerintah Provinsi Sumatera Barat, melalui Wakil Gubernur Nasrul Abit, mengajukan kembali usulan pembangunan flyover Panorama 1 Sitinjau Lauik, Kota Padang. Usulan ini disampaikan dalam rapat pembangunan infrastruktur Sumbar kepada Kemenko Bidang Kemaritiman dan Investasi melalui Djoko Hartoyo, Asisten Deputi Infrastruktur Pengembangan Wilayah, dan direncanakan didanai oleh APBN.
Sebagai tindak lanjut usulan tersebut, pada 8 April 2021, Menteri PPN/Bappenas Suharso Monoarfa mengunjungi lokasi rencana pembangunan flyover Sitinjau Lauik di Lubuk Kilangan, Padang. Dalam kunjungannya, Menteri PPN/Bappenas menyampaikan bahwa proyek ini telah masuk dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) sebagai salah satu dari 35 Proyek Prioritas Utama. Pembangunan flyover ini diprioritaskan untuk meningkatkan keselamatan pengendara dan mengurangi risiko kecelakaan di jalur ekstrem tersebut..
Pada Juni 2021, opsi pembangunan flyover Sitinjau Lauik dibatalkan meskipun sebelumnya telah disetujui pemerintah pusat. Keputusan ini didasarkan pada beberapa pertimbangan:
Kondisi Keuangan Negara: Anggaran negara masih fokus pada penanganan pandemi COVID-19, sehingga dana untuk proyek besar seperti ini terbatas.
Biaya yang Sangat Mahal: Pembangunan flyover Panorama 1 dan Panorama 2 diperkirakan menelan biaya total Rp4 triliun. Selain itu, karena Sumatera Barat merupakan wilayah rawan gempa, pembangunan memerlukan teknik khusus yang semakin meningkatkan biaya.
Risiko Proyek Mangkrak: Dengan berakhirnya RPJMN 2020-2024, ada kekhawatiran proyek ini tidak akan masuk dalam RPJM pemerintah berikutnya, berpotensi menyebabkan proyek mangkrak.
Sebagai alternatif, pemerintah memilih opsi pelebaran jalan untuk memperbaiki geometri dan mengurangi kemiringan jalur ekstrem di Sitinjau Lauik. Opsi ini dinilai lebih hemat biaya meskipun tetap melibatkan pembangunan jembatan layang pada titik-titik tertentu. Kementerian PUPR sedang menghitung anggaran dan mengevaluasi desain sebelumnya untuk memastikan solusi lebih terjangkau dan efektif.
Pada 2 November 2022, Menteri PUPR Basuki Hadimuljono mengunjungi lokasi rencana pembangunan Flyover Sitinjau Lauik di Lubuk Kilangan, Padang. Dalam kunjungan tersebut, beliau menyatakan bahwa fokus pembangunan saat ini adalah pada Panorama 1 dengan panjang total 2,78 km, yang desainnya masih dalam proses penyelesaian. Sementara itu, Panorama 2 akan ditangani secara parsial melalui perbaikan geometri jalan. Proses perizinan lahan, termasuk kawasan hutan lindung, akan menjadi tanggung jawab Pemerintah Daerah
Pada 20 Desember 2022, Menteri BUMN Erick Thohir bersama Anggota DPR RI Andre Rosiade mengunjungi lokasi rencana pembangunan Flyover Sitinjau Lauik. Dalam kunjungan tersebut, Erick Thohir mengumumkan bahwa PT Hutama Karya (Persero) telah ditunjuk untuk mempersiapkan proyek tersebut, dengan rencana pembangunan dimulai pada Oktober 2023. Flyover ini direncanakan memiliki panjang 10,5 km dengan anggaran sebesar Rp4,8 triliun. Proyek ini diharapkan dapat mendukung pengembangan infrastruktur sekaligus menunjang pariwisata di Sumatera Barat..
Pada 31 Maret 2023, dokumen dan studi kelayakan pengusahaan KPBU Flyover Sitinjau Lauik telah diserahkan oleh Direktur Utama PT Hutama Karya, sebagai pemimpin konsorsium PT HK Infrastruktur. Sebelumnya, telah dilakukan tahapan value engineering dengan melibatkan Kementerian PUPR, KNKT, Bappeda, Dinas BMCKTR, Dinas Lingkungan Hidup, Dinas Kehutanan, Dinas Perhubungan Sumbar, serta lembaga terkait lainnya. Proses ini bertujuan untuk memastikan desain dan pelaksanaan proyek sesuai dengan standar efisiensi dan kebutuhan teknis.
Pada 25 Oktober 2023, Presiden Joko Widodo mengunjungi Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat, dan bertemu dengan Gubernur Sumatera Barat serta pejabat terkait. Dalam pertemuan tersebut, salah satu topik yang dibahas adalah rencana pembangunan Flyover Sitinjau Lauik. Presiden Jokowi merespons positif rencana tersebut dan langsung menghubungi Menteri PUPR. Presiden juga mengumumkan bahwa pada 19 Desember 2023, akan dilakukan acara ground breaking untuk pembangunan Flyover Sitinjau Lauik.
Pada 30 Oktober 2023, Menteri PUPR Basuki Hadimuljono menyetujui prakarsa Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU) untuk pembangunan Flyover Sitinjau Lauik, Sumatera Barat, melalui surat dengan nomor BM 0201-Mn/2407.
Menanggapi hal ini, Pemerintah Provinsi Sumatera Barat berencana untuk segera merevisi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Sumbar untuk memasukkan flyover Sitinjau Lauik ke dalamnya. Selain itu, pemerintah daerah juga akan mendorong percepatan izin penggunaan kawasan hutan lindung dari Kementerian LHK, karena sebagian pembangunan flyover berada di kawasan hutan. Kedua langkah ini harus diselesaikan agar proses groundbreaking pada 19 Desember 2023 dapat terealisasi sesuai rencana.
Pada 23 November 2023, Kementerian PUPR melalui Direktorat Jenderal Pembiayaan Infrastruktur Pekerjaan Umum dan Perumahan menggelar Market Sounding untuk penjajakan minat pasar dalam proyek pembangunan Flyover Sitinjau Lauik menggunakan skema Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU). Skema KPBU ini memungkinkan penyediaan layanan infrastruktur tanpa bergantung sepenuhnya pada anggaran pemerintah, serta memberikan berbagai fasilitas dan kemudahan untuk mempercepat pembangunan, seperti pembiayaan sebagian konstruksi, dukungan kelayakan, dan jaminan pemerintah.
Proyek Flyover Sitinjau Lauik ini merupakan prakarsa badan usaha (unsolicited) dengan nilai investasi sebesar Rp2,824 triliun, panjang jalan 2,781 km, dan masa konsesi selama 12,5 tahun. Skema pengembalian investasi menggunakan pembayaran Availability Payment (AP) dari pemerintah kepada badan usaha. Proyek ini direncanakan memasuki tahap lelang pada akhir kuartal I 2024.
Pada 19 Februari 2024, Dirjen Bina Marga mengirimkan surat kepada Gubernur Sumatera Barat mengenai penyampaian dokumen perencanaan pengadaan tanah (DPPT) untuk penerbitan penetapan lokasi proyek KPBU Flyover Sitinjau Lauik. Surat dengan nomor PS0102-Db/147 tersebut mencakup rencana trase sepanjang ± 2,78 km, dengan total lahan yang dibutuhkan sekitar ± 18,7 ha. Rincian lahan yang dibutuhkan terdiri dari:
Kepemilikan lahan masyarakat: ± 12,8 ha
Kawasan hutan lindung: ± 4,94 ha (masuk dalam Peta Indikatif Penghentian Pemberian Izin Baru/PIPPIB)
Jalan nasional: ± 0,5 ha
Sungai (termasuk sempadan): ± 0,4 ha
Proses ini merupakan langkah penting untuk memulai tahapan pembebasan lahan dalam pembangunan proyek flyover tersebut..
Pada 7 Maret 2024 Menteri BUMN Erick Thohir bersama dengan Andre Rosiade mengunjungi Sumatera Barat untuk membicarakan tentang kelanjutan proyek Flyover Sitinjau Lauik
Pada 22 April 2024 Kementrian PUPR mengumumkan Prakualifikasi untuk Proyek KPBU Pembangunan Flyover Panorama 1 (Sitinjau Lauik 1) dengan perkiraan nilai investasi Rp2,8 Triliun ini distrukturkan dengan masa konsesi selama 12,5 tahun yang terdiri dari 2,5 tahun masa konstruksi dan 10 tahun masa layanan dengan pengembalian investasi bagi Badan Usaha melalui Pembayaran Ketersediaan Layanan/Availability Payment.
Pada 6 Agustus 2024 Gubernur Sumatera Barat Bersama Andre Rosiade bertemu dengan Direktur Jenderal (Dirjen) Bina Marga Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Rachman Arief Dienaputra. Pertemuan itu terkait perkembangan pembangunan flyover Sitinjau Lauik yang rencananya Pemenang tender flyover Sitinjau Lauik akan diumumkan pada 13 September 2024.
Pada 4 Oktober 2024 Anggota DPR RI Andre Rosiade mengatakan pengumuman pemenang lelang proyek flyover itu akan dilakukan 7 Oktober 2024 mendatang yang sebelumnya akan diumumkan tanggal 13 September 2024 yang sempat tertunda karena masih ada beberapa hal yang harus diselesaikan antara pihak PT Hutama Karya (HK) dengan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kementerian PUPR).
Pada 18 Oktober 2024 Kementrian PUPR mengeluarkan surat bernomor PB 0201-Mn/991 tentang Penetapan Pemenang Lelang Pengadaan Badan Usaha Pelaksana Proyek KPBU Pembangunan Flyover Panorama I (Sitinjau Lauik I) yaitu PT Hutama Karya (Persero) sebagai pemenang tender dengan nilai investasi mencapai Rp2,79 triliun, dengan masa kerja 12 tahun 6 bulan, yang terdiri dari 2 tahun 6 bulan masa konstruksi dan 10 tahun masa layanan.