Forensik veteriner atau
Forensik hewan adalah cabang ilmu
Forensik yang digunakan terhadap hewan nonmanusia. Pemeriksaan
Forensik veteriner dilakukan pada kasus kejahatan yang melibatkan hewan, seperti penyiksaan hewan hingga penyelundupan satwa liar. Dalam hal ini, ilmu kedokteran hewan digunakan untuk kepentingan penegakan hukum dan keadilan.
Peran dokter hewan
Forensik veteriner membutuhkan peran dokter hewan. Seorang dokter hewan melakukan
Forensik untuk menegakkan diagnosis pada tindak pidana yang dilakukan terhadap hewan. Terhadap hewan yang telah mati, ia akan melakukan nekropsi, dan kemudian menentukan kesimpulan atau diagnosis dalam bentuk visum et repertum. Dalam penegakan hukum, dokter hewan berwenang bertindak sebagai saksi ahli dan menggunakan hasil nekropsi dan visum sebagai alat bukti yang sah sebagai data penunjang untuk mendapatkan penyelesaian di persidangan. Kontribusi
Forensik veteriner adalah memenuhi kepentingan korban kekerasan, yaitu hewan, dan menindak pelaku kekerasan sesuai peraturan yang ada.
Forensik veteriner dilakukan setelah seorang dokter hewan menerima perintah saat penyidikan suatu kasus kriminal. Observasi terhadap bukti-bukti fisik dan interpretasi dari hasil analisis barang bukti berfungsi sebagai alat utama dalam penyidikan. Adanya pembuktian ilmiah membuat penegak hukum tidak hanya mengandalkan pengakuan dari tersangka atau saksi hidup dalam penyidikan dan penyelesaian suatu perkara. Kesaksian dokter hewan menurut keahliannya dapat digunakan untuk memperberat hukuman bagi pelaku tindakan kejahatan yang melibatkan satwa.
Perlakuan
Forensik untuk satwa tidak berbeda dengan manusia. Kendala pada analisis
Forensik satwa adalah banyaknya spesies hewan sehingga standar yang diperlukan juga banyak. Sementara itu, kejahatan terhadap satwa liar yang paling sering dijumpai yaitu kasus kematian yang diduga disebabkan oleh keracunan, penembakan, penyetruman, penjeratan, dan luka.
= Kompetensi
=
Dokter hewan yang menerima perintah untuk melakukan tindakan
Forensik veteriner perlu memiliki sejumlah kompetensi, di antaranya melakukan olah tempat kejadian perkara, mengumpulkan data dasar
Forensik (antemortem), melakukan pemeriksaan patologi hewan, melakukan pengujian spesimen, dan menetapkan diagnosis akhir dengan memperhatikan ilmu patologi
Forensik, radiologi
Forensik, toksikologi
Forensik, entomologi
Forensik, genetika
Forensik, psikologi
Forensik, odontologi
Forensik, balistika
Forensik, hingga medikolegal
Forensik veteriner.
Kasus
Berikut ini beberapa kasus penerapan
Forensik veteriner.
Seekor orang utan betina bernama Hope mati dan ditemukan 74 peluru bersarang di badannya. Pelakunya adalah dua orang remaja di Aceh yang kemudian dihukum wajib azan selama satu bulan.
Tim
Forensik veteriner diterjunkan untuk melakukan nekropsi terhadap bekantan yang tewas akibat sengatan listrik di Pontianak, Kalimantan Barat. Hewan tersebut sebelumnya ditemukan oleh warga dalam kondisi luka dan memar setelah terjatuh dari tiang listrik.
Konflik manusia dengan harimau di Sumatera Barat pada 2021 menyebabkan luka dan trauma pada satwa. Entomotoksikologi
Forensik veteriner digunakan untuk membuktikan dugaan toksikasi pada ternak dan satwa liar di wilayah kerja Balai
veteriner Lampung.
Pada kejadian satwa akuatik terdampar peran dokter hewan untuk mendata individu dan menganalisis penyebab terdampar hingga kematian megafauna. Pada kasus-kasus ini penegakan hukum terhadap pelestarian satwa liar dan dilindungi masih perlu diperbaiki.
Ilmu patologi
Forensik digunakan dalam dugaan ketidaksesuaian penyembelihan halal pada ayam konsumsi dengan memperhatikan gambaran patomorfologi intravitalitas luka sayat penyembelihan secara makroskopis, mikroskopis, dan ultrastruktur. Kondisi ini untuk membuktikan apakah ayam disembelih dalam kondisi hidup atau sudah mati (bangkai) sebagai bagian dari asesmen halal dan pemenuhan Nomor Kontrol
veteriner (NKV).
Lihat pula
Kekejaman terhadap hewan
Referensi