Gangguan identitas disosiatif (bahasa Inggris: dissociative identity disorder, disingkat DID), yang sebelumnya dikenal sebagai
Gangguan kepribadian majemuk (bahasa Inggris: multiple personality disorder, disingkat MPD), dan dikenal dalam penggunaan sehari-hari yang umum tetapi salah kaprah sebagai kepribadian ganda (bahasa Inggris: split personality), adalah
Gangguan jiwa yang disebabkan oleh trauma parah pada masa kanak-kanak (umur 3-11 tahun) dan remaja (umur 12-18 tahun).
Individu biasanya mengalami pengalaman traumatis yang cukup ekstrem dan terjadi berulang kali yang mengakibatkan terbentuknya dua atau lebih kepribadian yang berbeda. Masing-masing kepribadian dengan ingatan sendiri, kepercayaan, perilaku, pola pikir, serta cara melihat lingkungan dan diri mereka sendiri. Setidaknya dua kepribadian ini secara berulang memegang kendali penuh atas tubuh si individu.
Kriteria diagnosis
Terdapat empat kriteria untuk mendiagnosis
Gangguan identitas disosiatif pada seseorang, yakni:
Kehadiran dua atau lebih kepribadian;
Kepribadian tersebut dapat mengendalikan perilaku;
Ketidak-mampuan untuk mengingat informasi penting yang melebihi kelupaan pada normalnya;
Gangguan bukan karena efek fisiologis langsung dari suatu zat atau kondisi medis umum.
Tanda dan gejala
Penderita
Gangguan identitas disosiatif memiliki gejala-gejala sebagai berikut:
= Depersonalisasi dan derealisasi
=
Penderita mengalami perasaan tidak nyata, merasa terpisah dari diri sendiri baik secara fisik maupun mental. Penderita merasa seperti mengamati dirinya sendiri, seolah-olah mereka sedang menonton diri mereka dalam sebuah film. Penderita merasa tidak mendiami tubuh mereka sendiri dan menganggap diri sebagai orang asing atau tidak nyata.
= Mengalami distorsi waktu, amnesia, dan penyimpangan waktu
=
Penderita kerap kali mengalami kehilangan waktu, dimana kadang-kadang mereka menemukan sesuatu yang tidak diketahuinya, ataupun tersadar di suatu tempat yang tidak dikenal, sementara mereka tidak ingat kapan pergi ke tempat tersebut.
= Sakit kepala dan keinginan bunuh diri
=
Penderita sering kali merasa sakit kepala, dan mendengar banyak suara-suara dikepalanya (mirip dengan gejala skizofrenia). Beberapa kepribadian dapat mendorongnya untuk melakukan bunuh diri.
= Fluktuasi tingkat kemampuan dan gambaran diri
=
Berubah-ubahnya kondisi penderita terjadi saat satu kepribadian bertukar dengan kepribadian lain. Misalnya, saat kepribadian A muncul, maka kepribadian tersebut adalah kepribadian yang mempunyai kemampuan berhitung yang bagus. Sementara saat kepribadian lain muncul, kemampuan kepribadian A pun menghilang. Jadi, kemampuannya berubah tergantung dari kepribadian mana yang muncul. Begitu juga dengan gambaran dirinya, berfluktuasi sesuai kehadiran setiap kepribadian.
= Perilaku menyakiti diri sendiri
=
= Kecemasan dan depresi
=
Individu umumnya mengalami kecemasan dan depresi karena berulang kali mengalami hal-hal yang tidak diingatnya.
Diagnosis
Membuat diagnosis untuk
Gangguan identitas disosiatif tidaklah mudah dan memakan waktu yang lama. Diagnosis bisa dilakukan dengan wawancara terstruktur dan melalui beragam tes psikologi.
= Wawancara Klinis Terstruktur
=
Wawancara Klinis Terstruktur (bahasa Inggris: Structured Clinical Interview for DSM-IV (SCID-D)). Metode wawancaranya pun telah memiliki panduan, yaitu menggunakan Diagnosis dan Penjadwalan Wawancara Terstruktur untuk Penderita
Gangguan identitas disosiatif (bahasa Inggris: Diagnosis dan Dissociative Disorders Interview Schedule (DDIS)).
Sebuah tes sederhana dianggap tetap valid untuk melakukan diagnosis yang dinamakan Pengukuran Kejadian
disosiatif pada Penderita (bahasa Inggris: Dissociative Experience Scale (DES)). Diagnosis harus dilakukan oleh psikiater atau psikolog yang berkompeten dan bersertifikat.
Terkadang kesalahan sering terjadi karena
Gangguan kepribadian
disosiatif kerap kali mirip dan/atau hadir dengan
Gangguan lainnya seperti
disosiatif amnesia, depresi, kecemasan, atau
Gangguan panik. Karena itu faktor komorbiditas perlu diawasi dengan teliti agar tidak terjadi diagnostik yang salah, terutama salah membandingkannya dengan skizofrenia.
Panduan diagnosis
Berbagai panduan diagnosis dari
Gangguan identitas disosiatif bisa dilihat pada:
ICD-10 dengan kode F44.9
DSM-IV TR dengan kode 300.14
PPDGJ III dengan kode F60.2
Sejarah
Istilah
Gangguan identitas disosiatif merupakan sebuah istilah baru, dahulu
Gangguan ini dikenal dengan
Gangguan kepribadian majemuk ataupun banyak yang menyebutnya kepribadian ganda, istilah ini lalu diperkenalkan pada tahun 1987.
Pada abad ke-18, keahlian para dukun untuk berubah menjadi roh binatang ataupun peristiwa kerasukan dianggap sebagai fenomena seseorang yang mempunyai kepribadian ganda. Kasus Eberhardt Gmelin (1791) dianggap sebagai kasus kepribadian ganda pertama yang dilaporkan, walaupun sebelumnya pernah terjadi peristiwa amnesia yang menyerupai gejala kepribadian ganda yang dilaporkan pada tahun 1664.
Pada tahun 1812, Benjamin Rush, yang juga dijuluki sebagai Bapak Psikiatri Amerika, mengoleksi kasus-kasus
Gangguan disosiatif dan kepribadian ganda. Dia menulis buku psikiatri pertama tentang
Gangguan kepribadian ganda berjudul "Pertanyaan Medis dan Pengamatan dari Penyakit Kejiwaan" (asli dalam bahasa Inggris: "Medical Inquiries and Observations Upon Disesases of the Mind"), teorinya mengatakan bahwa
Gangguan kepribadian ganda terjadi karena kerusakan hubungan pada 2 hemisper otak.
Pada akhir abad ke-19, Eugene Azam, seorang profesor bedah tertarik pada hipnosis, menerbitkan sejumlah laporan tentang Felida X, Felida X lahir pada tahun 1843, kehilangan ayahnya pada masa bayi dan masa kanak-kanak hidup dengan pengalaman yang menyakitkan. Felida X memiliki 3 kepribadian dimana kepribadian 1 adalah kepribadian normalnya dan 2 lagi kepribadian lainnya yang abnormal. Pierre Janet melaporkan beberapa kasus kepribadian ganda pada akhir abad ke-19 dan abad ke-20 awal, seperti kasus Leonie, Lucie, Rose, Marie, dan Marceline.
Pada era 1880-1920, banyak konferensi medis internasional yang membahas tentang disosiasi. Jean-Martin Charcot memperkenalkan gagasannya tentang
disosiatif, dia mengatakan bahwa "gegar" (shock) pada saraf mengakibatkan berbagai kondisi neurologis yang abnormal.
Kasus kepribadian ganda pertama yang pernah diselidiki secara ilmiah adalah kasus Clara Norton Fowler pada tahun 1906. Pada tahun 1987, istilah
Gangguan Kepribadian Majemuk (Multiple Personality Disorder disingkat MPD) pada DSM II mulai digantikan menjadi
Gangguan disosiatif (Dissociative disorder) pada DSM III. Pada tahun 1989, Frank W. Putnam menerbitkan buku "Diagnosis and Treatment of Multiple Personality Disorder" dan pada tahun yang sama Colin A. Ross mencatat dan menerbitkan penelitian
Gangguan Kepribadian Majemuk: Diagnosis, Ciri-ciri Klinis, dan Pengobatannya (judul asli dalam bahasa Inggris:"Multiple Personality Disorder: Diagnosis, Clinical Features, and Treatment".)
Era baru dimulai kembali pada tahun 1994 saat diterbitkannya DSM-IV
Gangguan ini berganti nama menjadi
Gangguan identitas disosiatif (Dissociative Identity Disorder).
Di Indonesia istilah-istilah ini menjadi lebih dikenal semenjak diterbitkan buku yang diangkat dari kisah nyata dan menjadi banyak terjual (best-seller) pada tahun 2000an. Buku yang bercerita tentang penderita-penderita
Gangguan identitas disosiatif diantaranya: Sybil, Karen, ,dan Billy.
Penyebab
Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan
Gangguan identitas disosiatif, yaitu:
Kemampuan bawaan untuk memisahkan kepribadian dengan mudah.
Pelecehan seksual pada masa kecil yang berulang.
Kurangnya orang yang melindungi ataupun menghibur dari pengalaman buruk yang dialami.
Pengaruh dari anggota keluarga lain yang memiliki
Gangguan psikologis.
Penyebab utama
Gangguan identitas disosiatif sebenarnya adalah trauma berkepanjangan yang dialami pada masa kanak-kanak. Trauma tersebut terbentuk akibat beragam penyiksaan dan pelecehan, seperti: penyiksaan dan pelecehan seksual, kekerasan fisik, kekerasan secara psikologis, dan juga ritual-ritual aneh yang menyakiti sang korban (Satanic Ritual Abuse).
= Teori Psikoanalisa
=
Menurut Teori Psikoanalisa oleh Sigmund Freud, trauma pada masa kanak-kanak adalah kejadian paling berpeluang mengakibatkan
Gangguan kepribadian seseorang. Pada masa kanak-kanak itulah kepribadian mulai berkembang dan terbentuk. Saat terjadi pengalaman buruk, pengalaman-pengalaman tersebut sebisa mungkin akan di tekan (repress) ke dalam alam bawah sadar. Namun ada beberapa kejadian yang benar-benar tidak bisa ditangani oleh penderita, sehingga memaksanya untuk menciptakan sosok pribadi lainnya yang mampu menghadapi situasi itu.Hal ini merupakan mekanisme pertahanan diri, suatu sistem yang terbentuk saat seseorang tidak bisa menghadapi sebuah kecemasan yang luar biasa. Kepribadian-kepribadian baru akan terus muncul apabila terjadi lagi suatu peristiwa yang tidak bisa teratasi. Munculnya kepribadian-kepribadian itu tergantung pada situasi yang dihadapi. Kepribadian aslinya cenderung tidak mengetahui keberadaan kepribadian lainnya, karena memang hal itu yang diinginkan, yaitu melupakan hal-hal yang telah diambil alih oleh kepribadian lainnya.
Pengobatan
Beberapa gejala
Gangguan identitas disosiatif mungkin akan muncul dan hilang secara fluktuatif, namun gangguannya sendiri akan terus ada. Pengobatan untuk
Gangguan ini terutama terdiri dari psikoterapi dan hipnosis.
Terapis berupaya mengungkap dan menemukan semua kepribadian yang terdapat dalam diri penderita dengan proses hipnosis. Pada saat terhipnosis dan individu masuk ke dalam kondisi ambang, terapis dapat memanggil/ bertemu dengan kepribadian-kepribadian lainnya. Memahami peran dan fungsi masing-masing kepribadian. Terapis akan berusaha untuk membangun hubungan yang baik dan efektif dengan setiap kepribadian dan berusaha untuk menjadi sosok yang dapat dipercaya dan memberikan perlindungan.
Setelah mengetahui, memahami, dan memiliki hubungan yang baik dengan setiap kepribadian, proses selanjutnya adalah membuat kepribadian aslinya untuk bisa menerima dan membuka diri kepada kepribadian lainnya. Pada kebanyakan kasus yang terjadi kepribadian asli tidaklah sadar akan keberadaan sosok lain dalam dirinya. Namun, kepribadian-kepribadian lainnya sadar akan keberadaan sosok asli.
Lazimnya tujuan akhir terapi adalah untuk mengintegrasikan suatu kepribadian dimana hal ini berhasil untuk kasus Sybil dan Karen. Prosesnya berlangsung dengan menghipnosis individu untuk bisa menerima dan bersatu kembali dengan kepribadian lainnya. Proses ini tidak berjalan dengan mudah, karena setelah penyatuan tersebut individu biasanya akan merasakan kembali hal-hal yang dialami kepribadian lainnya, seperti pengalaman disakiti, dilecehkan, dan juga percobaan bunuh diri. Kembalinya ingatan tersebut membuat masalah baru bagi individu, dan membutuhkan penanganan lainnya.
Namun, hal ini tidak berhasil untuk beberapa kasus. Banyak kasus berakhir tanpa penyembuhan. Obat-obatan medis seperti anti-depresan dan anti-psikotik juga kadang-kadang digunakan, untuk mengendalikan pikiran dan perasaan individu agar tetap pada kondisi normal.
Prognosis
Prognosis individu dengan
Gangguan identitas disosiatif tergantung pada gejala dan fitur yang mereka alami. Misalnya, orang yang memiliki tambahan
Gangguan kesehatan mental yang serius, seperti
Gangguan kepribadian,
Gangguan perasaan,
Gangguan makan, dan
Gangguan penyalahgunaan zat, memiliki prognosis yang lebih buruk.
Sayangnya memang tidak ada penelitian sistematis jangka panjang yang menelitinya. Beberapa ahli percaya bahwa prognosis pemulihan sangat baik untuk anak-anak. Meskipun pengobatan membutuhkan beberapa tahun, sering pada akhirnya efektif. Walaupun dikembalikan lagi pada faktor pasien dan terapisnya. Secara umum memang diketahui bahwa semakin baik pengobatan, maka semakin baik juga prognosisnya. Pasien mungkin mengalami
Gangguan dari gejala-gejalanya saat memasuki usia empat puluhan. Stres atau penyalah-gunaan zat juga berperan penting dalam kambuhnya gejala-gejala
Gangguan ini.
Referensi