• Source: Gedung Bank Indonesia Aceh
  • Gedung Bank Indonesia Aceh adalah bangunan berarsitektur kolonial peninggalan pemerintah Hindia Belanda yang terletak di Jalan Cut Mutia No. 15, Kota Banda Aceh. Bangunan ini dibangun pada 2 Desember 1918 dan dulu dikenal sebagai kantor cabang De Javasche Bank sebelum diambil alih oleh BI pada 1 Juli 1953. Gedung ini terletak ditengah kota, tidak jauh dari pusat perekonomian pasar Aceh dan di bagian depan arah timur terdapat sungai Krueng Aceh.
    Gedung bank ini telah ditetapkan sebagai cagar budaya sejak tahun 1999. Pada 2 Desember 2018, gedung ini berusia 100 tahun. Gedung ini pun dioptimalkan sebagai salah satu cagar budaya untuk mengembangkan pariwisata di Aceh. Gedung ini sering dijadikan objek pengambilan foto dan menjadi ikon wisata karena dinilai memiliki bentuk dan nilai sejarah.


    Sejarah


    Peran masyarakat Aceh pada era penjajahan, pasca kemerdekaan, hingga masa pengisian kemerdekaan sangatlah besar, terutama para pahlawan Aceh. Dii bidang ekonomi, Aceh sangat berkontribusi bagi perekonomian negara. Sumber daya alam yang banyak dimiliki daerah ini, menjadikannya sebagai salah satu daerah yang berperan besar bagi kemajuan ekonomi bangsa. Hasil perkebunan seperti lada, pala, cengkeh, dan karet merupakan bahan-bahan yang sangat diincar oleh Belanda pada masa penjajahan. Pasca kemerdekaan, hasil perkebunan Aceh tetap berlanjut, Aceh menghasilkan bermacam-macam komoditas seperti karet, lada, pala, dan cengkih untuk diekspor.
    Salah satu peran strategis Aceh dalam perekonomian Indonesia ditunjukkan dengan pembangunan gedung ini. Gedung yang sebelumnya milik De Javasche Bank ini menunjukkan bahwa perekonomian Aceh dianggap penting pada masa itu, sehingga pemerintah Hindia Belanda membuka kantornya di Kutaraja (nama Banda Aceh pada masa itu).
    Selama beroperasi di Indonesia sejak tahun 1828 hingga 1953, kantor yang telah dibuka oleh De Javasche Bank berjumlah 24 kantor yang tersebar di pulau Sumatra, Kalimantan, Sulawesi dan Jawa. Di Sumatra, kantor ini hanya dibuka di Aceh, Palembang, Medan dan Padang. Keistimewaan daerah Aceh bertambah dengan adanya keberadaan gedung peninggalan De Javasche Bank ini.
    Pada 1 Juli 1953, menyusul kemerdekaan Indonesia, fungsi dan operasi De Javasche Bank di seluruh Indonesia diambil alih oleh Bank Indonesia (BI). Gedung ini masih dimanfaatkan sebagai gedung Bank Indonesia sampai saat ini.


    Arsitektur


    Secara fisik, bangunan ini memperlihatkan arsitektur Kolonial yang digabungkan dengan arsitektur bangunan tropis. Bagian atapnya berbentuk kerucut dan limas dengan jendela. Hampir seluruh dinding bangunan ini terdapat ventilasi, baik di lantai dasar maupun di lantai atas. Bangunan ini diapit oleh dua menara, yang menunjukkan arsitektur bangunan pemerintah yang didirikan pada masa Kolonial. Bangunan ini berdenah segi empat dan menghadap ke arah timur. Bangunan ini terdiri dari tiga bagian, bangunan utama terletak di tengah dan diapit oleh dua bangunan yang menyerupai menara.
    Gedung ini sejak awal memang berfungsi sebagai gedung bank, di bagian halaman depannya sudah terlihat kesan formal sebagai bangunan pemerintah. Di bagian gedung ini banyak terdapat unsur-unsur dekorasi berbentuk garis-garis lurus, serta tiang semu pada jendela dan ventilasi yang hanya berfungsi sebagai penghias. Gedung ini sempat direnovasi kembali setelah terkena musibah tsunami.
    Seluruh bahan yang digunakan untuk mendirikan gedung ini terbuat dari beton bangunan. Pada bagian menara yang mengapit bangunan utama memiliki tiga lantai, berbentuk kubah dan beratap sirap. Di seluruh sisi dinding lantai tiga bangunan ini dikelilingi oleh empat buah jendela. Sedangkan pada bagian dinding lantai dasar terdapat dua buah jendela yang masing-masing berukuran besar dan kecil. Pada lantai dasar bangunan terdapat lima ruang dan lima buah jendela.


    Lihat pula


    Gedung Bank Indonesia Nusantara


    Referensi

Kata Kunci Pencarian: