Hak asasi manusia di dunia maya merupakan sebuah lingkup hukum yang relatif baru. Hal ini dinyatakan oleh Dewan
Hak asasi manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNHRC) yang menganggap bahwa kebebasan berekspresi juga mencakup kebebasan untuk mendapatkan dan menyampaikan informasi, ide, dan gagasan
di internet berdasarkan Pasal 19(2) dalam Kovenan Internasional tentang
Hak-
Hak Sipil dan Politik (ICCPR).
Privasi publik
Privasi publik mencakup kebebasan informasi dan ekspresi serta keamanan dan kerahasiaan pribadi
di dunia maya.:3 Dalam konteks
dunia maya, privasi berarti menggunakan internet sebagai media untuk menjalankan kepentingan pribadi tanpa khawatir diawasi atau mengalami penyalahgunaan data oleh pihak ketiga tanpa persetujuan.:3 Penyalahgunaan yang dimaksud dapat berupa pengambilan data pengguna tanpa persetujuan, manipulasi informasi, dan sebagainya.
Hak atas kebebasan ini telah diatur dalam berbagai traktat internasional.:3
Hak ini termasuk
Hak untuk mendapatkan dan memberikan informasi dan ide serta mempertahankan pendapat tanpa interferensi dari pihak lain. Kebebasan ini juga berlaku
di media apapun, termasuk platform internet atau media sosial.:3
Keamanan siber
Seiring dengan meningkatnya pembajakan dan virus komputer, World Wide Web (WWW) menjadi kurang aman untuk menyimpan informasi pribadi yang sensitif.
di sisi lain,
dunia maya menjadi alat bagi berbagai orang untuk mendapatkan
Hak atas kebebasan mereka, meskipun
dunia maya pada dasarnya tidak dapat menjamin kebebasan.:11 Menurut Statista, terdapat 4,66 miliar pengguna internet aktif (59,5% populasi
dunia) per Januari 2021. Data ini menegaskan ulang bahwa keamanan
di internet haruslah menjadi prioritas utama.:12
Pelanggaran
= Perundungan siber
=
Tingkah laku diskriminatif yang terjadi
di dunia nyata dapat pula terjadi secara daring. Salah satu tingkah laku tersebut adalah perundungan siber atau juga disebut sebagai intimidasi
dunia maya. Fenomena ini merupakan salah satu masalah yang mungkin pernah dialami oleh setiap orang. Tindakan tersebut berdampak kepada beberapa lingkup
Hak asasi manusia, misalnya
Hak atas standar tertinggi kesehatan fisik dan mental,
Hak untuk bekerja dan mendapatkan kondisi kerja yang adil,
Hak atas kebebasan berekspresi atau mempertahakan pendapat tanpa interferensi, dan
Hak anak untuk beristirahat dan bermain. Tingkah laku ini dapat ditemui
di berbagai negara, dibuktikan oleh sebuah penelitian yang menyatakan bahwa satu dari sepuluh siswa
di dunia pernah mengalami perundungan siber. Dalam kasus ekstrim, tindakan tersebut dapat menyebabkan seseorang mengakhiri nyawanya sendiri. Perundungan
dunia maya dapat memengaruhi seseorang dengan berbagai cara, tetapi tentunya masalah ini dapat diatasi dan orang-orang yang terdampak juga dapat memperoleh kembali kepercayaan diri dan kesehatan mental mereka.
= Rasisme di internet
=
Rasisme
di internet dapat berupa komentar bernada rasis dari seseorang atau partisipasi seseorang dalam grup rasis
di media sosial. Salah satu contoh dari perilaku ini adalah sebuah halaman
di Facebook yang sering mengunggah meme bernada rasis terhadap suku Aborigin. Sebuah laporan menyatakan bahwa Facebook menganggap halaman tersebut sebagai halaman bertopik 'humor kontroversial'.
= Ujaran kebencian
=
Pasal 20 ICCPR menyatakan bahwa “segala pembelaan atas kebencian nasional, rasial, atau agama yang mendasari hasutan untuk bertindak diskriminatif, bermusuhan, atau kekerasan harus dilarang oleh hukum.” Ujaran kebencian merupakan bentuk provokasi, hasutan, ataupun hinaan kepada individu atau kelompok dalam aspek-aspek, seperti etnis, ras, atau orientasi seksual. Dalam hal ini,
dunia maya dapat dianggap sebagai media untuk menyebarkan ujaran kebencian. Terlepas dari masalah hukum, para penebar kebencian perlu diberikan hukuman sosial karena hal itu merupakan musuh besar kebebasan berekspresi.
Salah satu bentuk ancaman terhadap
Hak asasi manusia terjadi ketika sekelompok teroris berkumpul untuk merencanakan dan menghasut orang-orang. Contohnya ketika Al-Qaeda menganggap
dunia maya sebagai "wilayah tanpa pemerintahan" dan menggunakannya sebagai tempat pelatihan dan penyebaran ideologi serta kebencian. Oleh karena itu, situasi seperti ini menjadi penting untuk diawasi supaya mencegah adanya teroris siber
di masa mendatang.
Masa depan Hak asasi manusia dalam era digital
Masa depan
Hak asasi manusia di dunia maya bergantung pada perkembangan hukum dan bagaimana pemerintah menafsirkan hukum tersebut. Roger Brownsword, seorang pengacara asal Inggris, menemukan tiga masalah etis yang berkaitan dengan perkembangan bioteknologi,
Hak asasi manusia, dan teknologi digital, yakni "pendirian utilitarian pragmatis", pertahanan
Hak asasi manusia, dan dignitarian alliance. Brownsword mengklaim bahwa dua masalah pertama dari tiga masalah tersebut sering ditemui
di Britania Raya. Ia juga menganggap bahwa perkembangan teknologi kerap menempatkan
manusia sebagai subjek yang kurang memiliki kemandirian dan kapasitas.
Pada 22 Mei 2020, Dewan Keamanan PBB mendiskusikan topik keamanan siber bertajuk "Cyber Stability, Conflict Prevention, and Capacity Building" sebagai salah satu bentuk masalah
Hak asasi manusia. Hal ini menjadi perhatian ketika pemerintah suatu negara terlibat dalam serangan siber, seperti pemadaman internet atau penyadapan jurnalis. Salah satu bentuk pelanggaran
Hak asasi manusia ini terjadi
di beberapa negara, yaitu Estonia, Belgia, Belanda, Ekuador, Jepang, Swiss, dan lain-lain.
Lihat pula
Hak digital
Referensi