Hasil Pencarian:
- Harriet Beecher Stowe
- Harriet Hoctor
- Harriet (film)
- Harriet Martineau
- Harriet Craig
- Harriet Lane
- Harriet Hammond
- Taman Nasional Gunung Harriet
- Harriet Hosmer
- Harriet Bedell
- Liam Payne
- Harriet Tubman
- Harriet Phipps
- Harriet Shaw Weaver
- Ozzie Nelson
- Harriet Taylor Upton
- Eivor Landström
- Harriet Cany Peale
- Herself (film)
- Cynthia Erivo
Artikel: Harriet Beecher Stowe
Kehidupan Pribadi
Harriet berasal dari keluarga Puritan, ayahnya adalah seorang teolog juga pendeta bernama Lyman Beecher. Ibunya bernama Roxanna Foote Beecher, meninggal ketika Harriet masih kecil. Ketujuh kakak lelakinya menjadi pendeta, salah satu yang terkenal adalah Henry Ward Beecher. Saudarinya, Catharine Beecher merupakan seorang penulis sekaligus guru yang turut membantu membentuk pandangan Harriet. Saudarinya yang lain, Isabella, menjadi seorang pemimpin dari suatu persatuan yang menuntut hak mereka sebagai perempuan. Harriet masuk ke sekolah yang dikelola oleh Catharine, yang kemudian ia mengikuti kursus pembelajaran klasik tradisional yang diperuntukkan bagi para remaja putra. Dia pindah ke Cincinnati, Ohio di umurnya yang ke 21, yang mana pada saat itu ayahnya menjadi pemimpin untuk Lane Theological Seminary. Lyman Beecher mengambil sikap yang kuat terkait abolisionisme, terlebih setelah kerusuhan di Cincinnati yang pro-perbudakan pada 1836. Sikapnya ini pun memperkuat keyakinan abolisionis anak-anaknya, termasuk Harriet. Di sebuah asosiasi sastra lokal bernama Semi-Colon Club, Harriet menemukan teman-teman yang berpikiran sama dengannya. Di sini, dia menjalin persahabatan dengan sesama anggota dan guru seminari Calvin Ellis Stowe. Mereka kemudian menikah pada 6 Januari 1836, dan akhirnya pindah ke sebuah pondok di dekat Brunswick, Maine, dekat dengan Bowdoin College.Karier
Bersamaan dengan kariernya dalam dunia sastra, Harriet dan Calvin Stowe saling berberbagi keyakin yang kuat terhadap abolisi. Pada tahun 1850, Kongres mengesahkan Hukum Budak Pelarian, yang lantas hal ini memicu kesusahan di komunitas-komunitas kulit hitam yang bebas dan abolisionis di Utara. Harriet memutuskan untuk mengekspresikan perasaannya melalui sastra sebagai represntasi dari perbudakan, mendasarkan karnyanya pada kehidupan Josiah Henson serta terhadap pandangannya sendiri. Pada tahun 1851, bab pertamanya, Pondok Paman Tom, dipublikasi di National Era. Novel tersebut diterbitkan sebagai buku setahun kemudian dan secara cepat menjadi salah satu buku yang luarbiasa penjualannya. Penggambaran emosi yang dideskripsikan oleh Harriet mengenai perbudakan, terutama pada keluarga dan anak-anak, menarik perhatian bangsa. Buku dan penulisnya ini merangkul di Bagian Utara, namun membangkitkan permusuhan di Selatan. Antusias penggemar begitu besar hingga menggelar pertunjukan teater berdasarkan cerita, dengan karakter Tom, Eva dan Topsy mencapai status ikonik. Setelah Perang Saudara dimulai, Harriet pergi ke Washington, di mana ia bertemu dengan presiden Amerika ke-16, Abraham Lincoln. Kisah yang mungkin bersifat apokrif tetapi populer ini dipuji Lincoln melalui sambutannya, "Jadi, Anda adalah wanita kecil yang menulis buku yang memulai perang besar ini." Sementara sedikit yang diketahui tentang pertemuan itu, kegigihan kisah ini menangkap makna yang dirasakan dari Paman Tom Kabin dipecah antara Utara dan Selatan.Referensi
No More Posts Available.
No more pages to load.