Ignatius Ciwa (bahasa Yunani Kuno: Ἰγνάτιος Ἀντιοχείας, Ignátios Antiokheías) (ca 35 – ca 107), dikenal pula sebagai
Ignatius Teoforus (Ιγνάτιος ὁ Θεοφόρος, Ignátios ho Theophóros, harfiah: "sang pemanggul Allah"),
Ignatius Nurono (harfiah: "sang pembawa api") adalah seorang penulis Kristen awal dan uskup
Antiokhia. Dalam perjalanan menuju Roma, tempat ia menghadapi kemartirannya,
Ignatius menulis serangkaian surat. Korespondensi ini sekarang merupakan suatu bagian sentral
dari karya-karya tulis sekumpulan teolog yang kemudian dikenal sebagai para Bapa Apostolik. Surat-suratnya yang terlestarikan juga berfungsi sebagai salah satu contoh teologi Kristen awal. Topik-topik penting yang diuraikan dalam surat-surat tersebut misalnya eklesiologi, sakramen-sakramen, dan peranan para uskup. Ketika berbicara tentang kewenangan atau otoritas Gereja, ia adalah orang pertama yang menggunakan frasa "gereja katolik" secara tertulis, yang masih digunakan sampai hari ini.
Riwayat hidup
Konversi
Ignatius ke dalam Kekristenan terjadi saat usianya masih muda. Dalam kehidupannya di kemudian hari ia terpilih untuk melayani sebagai Uskup
Antiokhia; Eusebius
dari Kaisarea, sejarawan Gereja
dari abad ke-4, menuliskan bahwa
Ignatius menggantikan Evodius. Dalam upaya menjadikan suksesi apostoliknya lebih cepat dilakukan, Teodoretus
dari Cyrrhus menyatakan bahwa Santo Petrus sendiri meninggalkan arahan agar
Ignatius diangkat ke takhta episkopal
Antiokhia.
Ignatius menyebut dirinya Teoforus ("Pemanggul Allah"). Terdapat tradisi yang mengatakan bahwa ia adalah salah seorang di antara anak-anak yang dipeluk dan diberkati Yesus. Tradisi juga mengidentifikasi
Ignatius, bersama dengan Polikarpus temannya, sebagai murid-murid
dari Rasul Yohanes.
Karya tulis
Ignatius sendiri menyebutkan penangkapan dirinya oleh pihak berwenang dan ia dibawa ke Roma untuk diadili:
dari Siria bahkan sampai ke Roma aku bergulat dengan binatang-binatang buas, melintasi daratan dan lautan, melewati malam hari dan siang hari, terbelenggu di antara sepuluh macan tutul, bahkan sekelompok prajurit, yang hanya semakin memburuk ketika mereka diperlakukan dengan baik.
Dalam perjalanan menuju Roma,
Ignatius dan rombongan prajurit yang mengiringinya berhenti beberapa kali di Asia Kecil. Sepanjang perjalanan itu
Ignatius menulis enam surat kepada jemaat-jemaat di wilayah tersebut dan satu surat kepada rekannya sesama uskup, Polikarpus, uskup Smirna. Dalam Kronik karyanya, Eusebius menarikhkan tahun wafatnya
Ignatius AA 2124 (2124 tahun setelah Abraham), yaitu tahun ke-11 pemerintahan Kaisar Trayanus, 108 Masehi.
Ignatius sendiri menuliskan bahwa ia akan dilemparkan ke binatang-binatang buas, namun, "singa-singa" pertama kali disebutkan secara eksplisit pada abad ke-4 oleh Hieronimus, dan Yohanes Krisostomus adalah orang pertama yang mengisyaratkan Colosseum sebagai tempat kemartiran
Ignatius.
Menurut legenda Kristen, setelah kemartiran
Ignatius di Circus Maximus, sisa-sisa jenazahnya dibawa kembali ke
Antiokhia oleh teman-teman yang mendampinginya dan dikebumikan di luar gerbang kota. Sisa-sisa jenazah
Ignatius yang sangat dihormati itu dipindahkan oleh Kaisar Theodosius II ke Tikhaeum, atau Kuil Tikhe, yang telah diubah menjadi sebuah bangunan gereja yang didedikasikan untuk
Ignatius. Pada tahun 637, relikuinya dipindahkan ke Basilika San Clemente di Roma.
Penghormatan
Pesta peringatan Santo
Ignatius dirayakan di
Antiokhia sendiri setiap tanggal 17 Oktober, hari ia diperingati pada saat ini dalam Gereja Katolik dan Kekristenan Barat pada umumnya, kendati
dari abad ke-12 sampai tahun 1969 dirayakan setiap tanggal 1 Februari berdasarkan Kalender Roma Umum.
Dalam Gereja Ortodoks Timur peringatannya dirayakan setiap tanggal 20 Desember. Sinaksarium (Sinaksarion) Gereja Ortodoks Koptik Aleksandria menempatkan peringatannya pada hari ke-24 bulan Koptik Koiak, yang selama tiga
dari setiap empat tahun bertepatan dengan tanggal 20 Desember dalam kalender Julian atau tanggal 2 Januari dalam kalender Gregorian.
Surat-surat
Ketujuh surat berikut yang terlestarikan dengan nama
Ignatius umumnya dipandang autentik karena surat-surat ini disebutkan oleh sejarawan Eusebius pada paruh pertama abad ke-4:
Tujuh Surat Autentik:
Surat kepada Jemaat di Efesus
Surat kepada jemaat di Magnesia
Surat kepada Jemaat di Tralles
Surat kepada Jemaat di Roma
Surat kepada jemaat di Filadelfia
Surat kepada Jemaat di Smirna
Surat kepada Polikarpus, Uskup Smirna
Dalam tulisannya pada tahun 1886, William P. Killen menganggap semua surat Ignasian, dimulai dengan Surat kepada Jemaat di Roma, tersusun secara pseudopigrafik pada awal abad ke-3. Salah satu alasannya adalah penekanan episkopal pada surat-surat tersebut tidak dikenal sebelum kepemimpinan Paus Kallistus I, Uskup Roma sekitar tahun 220. Namun, kebanyakan akademisi menerima setidaknya dua surat yang dirujuk oleh Origenes, dan meyakini bahwa kumpulan surat itu telah diperluas oleh surat-surat yang keliru atau palsu pada abad ke-5. Teks asli enam surat di antara ketujuh surat autentik ditemukan dalam Kodeks Mediceo Laurentianus yang ditulis dalam bahasa Yunani pada abad ke-11 (yang juga berisikan surat-surat pseudopigrafik Recensio Panjang, selain Surat kepada Jemaat di Filipi), sedangkan Surat kepada Jemaat di Roma ditemukan dalam Kodeks Colbertinus. Beberapa
dari surat asli tersebut diyakini telah mengalami pengubahan pada suatu waktu dengan sejumlah interpolasi. Yang tertua di antaranya, yang dikenal sebagai "Recensio Panjang", bertarikh paruh akhir abad ke-4. Semua itu diciptakan untuk mencantumkan
Ignatius secara anumerta sebagai seorang saksi tak berkehadiran dalam perselisihan teologis pada zaman itu. Namun, posisi tersebut dilawan dengan gencar oleh sejumlah kritikus Inggris dan Jerman, termasuk Denzinger dan Hefele, yang dipandang berhasil membela keauntentikan
dari keseluruhan tujuh surat tersebut. Pada saat yang sama, laporan
dari yang dianggap sebagai saksi mata tentang kemartirannya juga dianggap sebagai pemalsuan pada waktu yang hampir bersamaan. Suatu catatan terperinci, namun dipandang palsu, mengenai penangkapan
Ignatius serta penderitaan yang ia alami dan kemartirannya dikenal dengan judul Martyrium Ignatii. Karya tersebut disajikan sebagai suatu laporan kesaksian demi kepentingan Gereja
Antiokhia, dan dianggap sebagai tulisan Filo, diakon Tarsus, dan Rheus Agathopus, seorang Siria yang menemani
Ignatius menuju Roma.
Meskipun James Ussher memandangnya asli, seandainya terdapat suatu inti asli dalam Martyrium, karya tersebut telah mengalami banyak perluasan dengan dengan berbagai interpolasi sehingga tidak ada bagian darinya yang tidak dipertanyakan. Manuskripnya yang paling dapat dipercaya adalah Kodeks Colbertinus (Paris) abad ke-10, yang di dalamnya Martyrium menjadi bagian terakhirnya. Martyrium menyajikan konfrontasi antara Uskup
Ignatius dengan Kaisar Trayanus di
Antiokhia, suatu tropus lazim Acta para martir, dan banyak rincian tentang sebagian perjalanan darat yang panjang menuju Roma. Sinaksarium Gereja Ortodoks Koptik Aleksandria mengatakan bahwa ia dilemparkan ke binatang-binatang buas yang melahapnya dan mengoyak tubuhnya hingga menjadi beberapa bagian.
Surat-surat
Ignatius terbukti merupakan kesaksian penting bagi perkembangan teologi Kristen, karena sangat sedikitnya jumlah tulisan yang terlestarikan
dari salah satu periode dalam sejarah Gereja (pada zamannya). Surat-surat tersebut menunjukkan tanda-tanda bahwa penulisannya dilakukan dengan sangat tergesa-gesa tanpa suatu rencana yang semestinya, sebagaimana terlihat pada adanya kalimat-kalimat yang berlanjutan tanpa jeda dan suatu peralihan pemikiran yang tidak sistematis.
Ignatius menggunakan gaya tulisan Rasul Paulus, Petrus, dan Yohanes, dan bahkan mengutip ataupun melakukan parafrase tulisan-tulisan mereka secara bebas, seperti ketika ia mengutip 1 Korintus 1:18 dalam Surat kepada Jemaat di Efesus (menurut terjemahan Roberts dan Donaldson): "Let my spirit be counted as nothing for the sake of the cross, which is a stumbling-block to those that do not believe, but to us salvation and life eternal." (Biarlah rohku tidak diperhitungkan sama sekali demi salib, yang adalah batu sandungan bagi mereka yang tidak percaya, tetapi keselamatan dan hidup kekal bagi kita.)
= Kristologi
=
Santo
Ignatius menguraikan tentang keilahian Kristus dalam Surat kepada Jemaat di Efesus Bab 7:
Terdapat satu Tabib yang memiliki daging maupun roh; keduanya menjadikan dan tidak dijadikan; Allah yang ada dalam daging; kehidupan sejati dalam kematian;
dari Maria dan juga
dari Allah; pertama-tama dapat merasakan penderitaan dan kemudian tidak dapat, yaitu Yesus Kristus Tuhan kita.
Kendati kurang jelas, dalam Surat kepada Jemaat di Efesus Bab 7 pada teks Recensio Panjang abad ke-4 yang mengalami interpolasi tertulis:
Tetapi Tabib kita adalah satu-satunya Allah yang benar, yang tidak diperanakkan dan yang tak terhampiri, Tuhan
dari semua, Bapa dan Yang Memperanakkan Putra Tunggal. Kita juga memiliki seorang Tabib: Tuhan Allah kita, Yesus Kristus, Firman dan Putra Tunggal, sebelum waktu dimulai, tetapi yang kemudian menjadi manusia pula,
dari Maria sang perawan. Karena "Firman itu telah menjadi daging." Menjadi tak bertubuh, Ia berada dalam tubuh, menjadi tak dapat merasakan penderitaan, Ia berada dalam tubuh yang dapat merasakan penderitaan, menjadi baka, Ia berada dalam tubuh yang fana, menjadi hidup, Ia menjadi tunduk pada kebinasaan, agar Ia dapat membebaskan jiwa kita
dari kematian dan kebinasaan, serta membebaskannya, dan dapat menyembuhkannya ketika jiwa kita terserang penyakit kefasikan dan nafsu jahat.
Santo
Ignatius menekankan arti penting Ekaristi, menyebutnya "obat kekekalan" dalam Surat kepada Jemaat di Efesus Bab 20. Keinginan yang sangat kuat untuk menyongsong kemartiran di dalam arena, yang ia ungkapkan cukup eksplisit dalam beberapa bagian, mungkin tampak agak aneh bagi pembaca modern. Pemeriksaan atas teologi soteriologisnya menunjukkan bahwa ia memandang keselamatan sebagai terbebasnya manusia
dari ketakutan yang luar biasa akan kematian dan karenanya berani menghadapi kemartiran.
Karena tulisannya dalam Surat kepada Jemaat di Magnesia, Santo
Ignatius diklaim sebagai penulis Kristen pertama yang diketahui mendukung digantikannya Sabat dengan Hari Tuhan di dalam Kekristenan:
Jangan tergoda dengan ajaran-ajaran aneh ataupun dongeng-dongeng kuno, yang adalah tidak bermanfaat. Karena apabila sampai hari ini kita hidup menurut cara Yudaisme, kita mengakui bahwa kita masih belum menerima rahmat (kasih karunia). ... Apabila mereka yang pernah menjalani praktik-praktik kuno memperoleh kebaruan harapan, tidak lagi menjalankan hari Sabat tetapi membiasakan hidup mereka mengikuti hari Tuhan, yang padanya kehidupan kita juga muncul melalui Dia dan melalui kematian-Nya yang disangkal sejumlah pihak ... bagaimana kita dapat hidup terpisah
dari Dia? ... Adalah mengerikan berbicara tentang Yesus Kristus dan [sekaligus] mempraktikkan Yudaisme. Karena Kekristenan tidak meyakini Yudaisme, tetapi Yudaisme dalam Kekristenan. ... .
= Eklesiologi
=
Santo
Ignatius adalah penulis Kristen paling awal yang diketahui menekankan loyalitas kepada seorang uskup (bishop) tunggal di masing-masing kota (atau keuskupan) dengan bantuan presbiter-presbiter (elders) dan juga diakon-diakon. Tulisan-tulisan sebelumnya hanya menyebutkan uskup-uskup ataupun presbiter-presbiter.
Salah satu contoh tulisannya dalam Surat kepada jemaat di Magnesia Bab 6 tentang para uskup, presbiter, dan diakon:
... Aku mendesak kamu untuk belajar melakukan segala sesuatu dalam keselarasan ilahi, dengan uskupmu yang memimpin sebagai wakil Allah, dan presbiter-presbitermu yang mewakili dewan para rasul, beserta dengan diakon-diakonmu yang sangat kukasihi dan dipercayakan dengan pelayanan Yesus Kristus, yang bersama Bapa sebelum permulaan waktu dan disingkapkan saat kesudahan. ...
Ia juga berperan dalam penggunaan pertama yang diketahui atas kata Yunani katolikos (καθολικός), yang berarti "universal", "sepenuhnya" atau "utuh", dan "keseluruhan" untuk mendeskripsikan gereja, dengan menuliskan hal berikut ini dalam Surat kepada Jemaat di Smirna Bab 8:
Di mana saja uskup tampil, di situlah juga orang banyak; sama seperti di mana saja Yesus Kristus berada, ada Gereja Katolik. Tidaklah halal membaptis ataupun merayakan perjamuan kasih tanpa persetujuan uskup; tetapi apapun yang perlu ia setujui adalah juga berkenan kepada Allah, sehingga segala sesuatu yang dilakukan dapat terjamin dan sahih.
Kata katolik berasal
dari kata katolikos ("sehubungan dengan keseluruhan"). Ketika St.
Ignatius menulis Surat kepada Jemaat di Smirna sekitar tahun 107 dan menggunakan kata katolik, ia menggunakannya seolah-olah kata tersebut merupakan kata yang memang sudah digunakan untuk mendeskripsikan Gereja. Hal ini menyebabkan banyak akademisi menyimpulkan bahwa sebutan Gereja Katolik dengan konotasi gerejaninya kemungkinan telah digunakan sejak kuartal terakhir abad ke-1. Tentang Ekaristi, ia menuliskan hal berikut dalam Surat kepada Jemaat di Smirna 6:2–7:1:
... Tetapi perhatikanlah mereka yang memiliki pendapat berbeda mengenai kasih karunia (rahmat) Kristus yang telah datang kepada kita, betapa bertentangannya mereka dengan kehendak Allah. ... Mereka menjauhkan diri
dari Ekaristi dan
dari doa karena mereka tidak mengakui bahwa Ekaristi adalah daging
dari Yesus Kristus Juruselamat kita, yang menderita untuk dosa-dosa kita, dan yang karena kemurahan hati Bapa dibangkitkan-Nya kembali. Dengan demikian, mereka yang menolak karunia Allah ini menanggung kematian dalam perselisihan mereka.
Dalam suratnya yang ditujukan kepada umat Kristen Roma, St.
Ignatius meminta agar mereka tidak melakukan apapun untuk menghalangi kemartirannya.
Surat-surat Pseudo-Ignatius
Epistolae (surat-surat) yang dikaitkan dengan Santo
Ignatius namun dipandang keliru atau palsu misalnya:
Surat kepada Jemaat di Tarsus
Surat kepada Jemaat di
Antiokhia
Surat kepada Hero, seorang Diakon
dari Antiokhia
Surat kepada Jemaat di Filipi
Surat Maria sang Proselit kepada
Ignatius
Surat kepada Maria di Neapolis, Zarbus
Surat Pertama kepada St. Yohanes
Surat Kedua kepada St. Yohanes
Surat
Ignatius kepada Perawan Maria
Lihat pula
Bapa Apostolik
Daftar Patriark
Antiokhia
Katolik (istilah)
Kekristenan pada abad ke-2
Pusat awal Kekristenan
Sejarah Kekristenan awal
Suksesi apostolik
Referensi
= Kutipan
=
= Sumber
=
(Inggris)(Belanda) Holy Letters and Syllables, the function and character of Scripture Authority in the writings of St
Ignatius (Berisi pula biografi
Ignatius. Disertasi pada Universiteit van die Oranje Vrystaat 1997, Bahasa Belanda, pdf) Diarsipkan 2009-09-22 di Wayback Machine.
Pranala luar
(Inggris) Karya oleh/tentang
Ignatius dari Antiokhia di Internet Archive (pencarian dioptimalkan untuk situs non-Beta)
(Inggris) Karya
Ignatius dari Antiokhia di LibriVox (buku suara domain umum)
(Inggris) Early Christian writings: On-line texts of St.
Ignatius' letters (archived) (non-archived link)
(Inggris) The Ecclesiology of St.
Ignatius of Antioch by Fr. John S. Romanides
(Inggris) Saint
Ignatius Diarsipkan 2009-08-30 di Wayback Machine.
(Inggris) Opera Omnia by J.-P. Migne, Patrologia Graeca with analytical indexes
(Inggris) Catholic Encyclopedia: Spurious Epistles of St.
Ignatius of Antioch
(Inggris)
Ignatius writings in the Ante-Nicene Fathers
(Inggris) Text of
Ignatius writings
(Inggris) 2012 Translation & Audio Version (Authentic Seven Letters and Martyrdom of
Ignatius)
(Inggris) Saint
Ignatius of Antioch at the Christian Iconography web site
(Inggris) Here Followeth the Life of St.
Ignatius, Bishop from Caxton's translation of the Golden Legend
(Inggris) Colonnade Statue in St Peter's Square