Imperialisme bahasa atau
Imperialisme linguistik didefinisikan sebagai "pemindahan
bahasa yang paling berpengaruh kepada bangsa lain". Pemindahan
bahasa ini dianggap sebagai bukti kekuasaan, tidak hanya melalui kekuatan militer, tetapi juga kekuatan ekonomi. Aspek-aspek budaya yang paling berpengaruh biasanya turut dipindahkan bersama dengan
bahasa itu.
Sejak awal 1990-an,
Imperialisme bahasa telah menarik perhatian dalam kalangan ahli linguistik terapan. Khususnya, buku keluaran tahun 1992 yang berjudul Linguistic Imperialism karya Robert Phillipson telah menimbulkan banyak perbahasan tentang kekurangan dan kelebihannya. Phillipson mendapati pengecaman
Imperialisme bahasa yang berawal dari kritik Nazi terhadap Dewan Britania dan kupasan Soviet tentang
bahasa Inggris sebagai
bahasa kapitalisme dan penguasaan dunia. Dalam hal ini, kritik terhadap
bahasa Inggris sebagai
bahasa dunia sering kali berakar dari antiglobalisme.
Imperialisme bahasa juga sering dilihat dalam konteks
Imperialisme budaya.
Definisi
Imperialisme bahasa adalah satu bentuk linguisisme yang menguntungkan dan memberikan kekuatan kepada
bahasa yang menguasai atau menindas dan penuturnya. Seperti yang diringkaskan oleh ahli
bahasa Heath Rose dan John Conama, Dr. Phillipson berpendapat bahwa ciri-ciri yang menentukan
Imperialisme bahasa adalah sebagai berikut:
Sebagai satu bentuk linguisisme, yang menjelma dalam mengutamakan
bahasa yang paling berpengaruh di atas yang lain menurut jalur yang sama seperti rasisme dan seksisme.
Sebagai ide yang diwujudkan secara terstruktur, yang lebih banyak memberikan sumber daya dan prasarana kepada
bahasa yang paling berpengaruh
Sebagai ideologi, dalam hal ini meyakinkan bahwa bentuk
bahasa yang paling berpengaruh lebih bergengsi daripada yang lain. Gagasan-gagasan ini bersifat hegemoni dan dihayati serta diserap sebagai "kebiasaan".
Sebagai sesuatu yang terjalin dengan struktur yang sama dengan
Imperialisme dalam budaya, pendidikan, media, dan politik.
Sebagai sesuatu yang memiliki intisari yang bersifat mengeksploitasi, yang menyebabkan ketidakadilan dan ketidaksetaraan antara orang yang menggunakan
bahasa yang paling berpengaruh dan orang yang tidak menggunakannya.
Oleh sebab mempunyai pengaruh subtraktif pada
bahasa-
bahasa lain, dalam mempelajari
bahasa yang paling berpengaruh adalah dengan mengorbankan
bahasa yang lain.
Sebagai sesuatu yang dipertikaikan dan dipertentangkan karena faktor-faktor tersebut.
Walaupun tidak mudah untuk menentukan maksud kebijakan tertentu yang mengarah pada linguisisme, beberapa ahli percaya bahwa maksud tersebut dapat dibuktikan dengan mengamati kelanjutan praktik imperialis setelah kerusakan sosiolinguistik, sosiologis, psikologis, politis, dan pendidikan
bahasa lain telah disadari.
Dalam buku Linguistic Imperialism, Robert Phillipson mendefinisikan
Imperialisme bahasa Inggris sebagai
Dominasi
bahasa Inggris yang ditegaskan dan dipertahankan oleh pihak berwenang serta penyusunan kembali ketidaksetaraan struktur dan budaya antara
bahasa Inggris dan
bahasa-
bahasa lain secara terus-menerus.
bahasa Inggris sering disebut "
bahasa perantara" (lingua franca) sedunia. Namun, Phillipson berpendapat bahwa ketika dominasinya mengarah pada pembunuhan
bahasa atau linguisida,
bahasa Inggris lebih tepat disebut "
bahasa frankenstein" (lingua frankensteinia) menurut pandangannya.
Teori Phillipson mendukung sejarah penyebaran
bahasa Inggris sebagai
bahasa antarbangsa dan dominasi
bahasa tersebut secara berkelanjutan, tidak hanya di lingkungan pascapenjajahan seperti Wales, Skotlandia, Irlandia, India, Pakistan, Uganda, Zimbabwe, dan lain-lain., tetapi juga semakin meningkat di lingkungan "penjajahan baru" seperti Eropa daratan. Teorinya terutama didasarkan pada teori
Imperialisme Johan Galtung, teori persekongkolan Antonio Gramsci, dan khususnya pada gagasannya sendiri tentang hegemoni budaya.
Tema utama teori Phillipson adalah proses hegemoni rumit yang menurutnya terus menopang keunggulan
bahasa Inggris di dunia saat ini. Bukunya mengupas penggunaan retorika Dewan Britania untuk menggalakkan
bahasa Inggris, di samping membahas prinsip-prinsip utama linguistik terapan dan metodologi pengajaran
bahasa Inggris. Prinsip-prinsip ini berpendapat bahwa:
bahasa Inggris paling baik diajarkan secara ekabahasa ("kesesatan ekabahasa");
Guru terbaik adalah penutur jati ("kesesatan penutur jati");
Semakin awal
bahasa Inggris diajarkan, maka semakin baik hasilnya ("kesesatan permulaan awal");
Semakin banyak
bahasa Inggris diajarkan, maka semakin baik hasilnya ("kesesatan pendedahan maksimum");
Jika
bahasa lain banyak digunakan, baku
bahasa Inggris akan menurun ("kesesatan subtraktif").
Menurut Phillipson, pihak-pihak yang menggalakkan
bahasa Inggris, termasuk Dewan Britania, IMF, dan Bank Dunia, serta orang-orang seperti operator sekolah berbahasa Inggris menggunakan tiga jenis alasan:
Alasan intrinsik menggambarkan
bahasa Inggris sebagai
bahasa yang "benar", "kaya", "mulia", dan "menarik". Alasan-alasan seperti ini cenderung menegaskan sifat-sifat
bahasa Inggris dan bukan
bahasa lain.
Alasan ekstrinsik menunjukkan bahwa
bahasa Inggris sudah mapan karena banyak penuturnya, terdapat guru terlatih, dan banyak bahan ajar.
Alasan fungsian menekankan kegunaan
bahasa Inggris sebagai gerbang dunia.
Alasan-alasan lain yang menekankan
bahasa Inggris:
Kegunaan ekonomi:
bahasa Inggris memungkinkan orang menjangkau teknologi
Fungsi ideologi:
bahasa Inggris dikatakan sebagai lambang kemodernan;
Kedudukan
bahasa Inggris dapat dilihat sebagai lambang kemajuan dan kedayagunaan bendawi.
Tema lain dalam karya Phillipson ini adalah "linguisisme"—sejenis prasangka yang menyebabkan
bahasa terancam menjadi punah atau kehilangan kedudukan tertinggi di tingkat setempat akibat kebangkitan dan persaingan pentingnya
bahasa Inggris.
Di berbagai waktu, terutama di lingkungan penjajahan atau tempat budaya yang paling berpengaruh berusaha menyatukan wilayah di bawah kendalinya, fenomena yang serupa telah muncul. Di Kekaisaran Romawi,
bahasa Latin pada mulanya merupakan
bahasa yang terbatas di daerah Italia Tengah yang mula-mula diberlakukan di seluruh Italia. Kemudian,
bahasa Latin diberlakukan di beberapa bagian Eropa yang akhirnya banyak menggantikan
bahasa setempat, sementara
bahasa Latin di Afrika Romawi hanya berpengaruh kuat sampai
bahasa Latin dan
bahasa asli digantikan melalui pengaraban.
Anatolia mempunyai keanekaragaman
bahasa yang serupa ketika diperintah oleh negara pribumi yang kecil. Di bawah Kekaisaran Persia dan Keyunanian,
bahasa sang penakluk berfungsi sebagai
bahasa perantara sehingga rumpun
bahasa Anatolia asli menghilang.
Di Timur Jauh, Afrika dan Amerika Latin,
bahasa-
bahasa daerah telah menghadapi ancaman digantikan atau diketepikan secara paksa oleh
bahasa dan budaya yang paling berpengaruh seperti halnya ragam
bahasa daerah Tibet dan Tiongkok lain oleh
bahasa Tionghoa Mandarin,
bahasa Ainu dan Ryukyu oleh
bahasa Jepang, rumpun
bahasa Quechua dan Mesoamerika oleh
bahasa Spanyol, rumpun
bahasa Melayu-Polinesia oleh
bahasa Melayu, rumpun
bahasa Filipina oleh
bahasa Filipino, dan seterusnya. Pengaraban telah menghilangkan banyak rumpun
bahasa Berber asli di Afrika Utara dan membatasi penggunaan
bahasa Kubti untuk kegunaan kudus oleh Gereja Ortodoks Kristen Kubti.
bahasa Inggris selama Abad Pertengahan juga terancam oleh
Imperialisme bahasa Prancis, terutama setelah penaklukan Norman. Selama berabad-abad lamanya,
bahasa Prancis atau Anglo-Norman merupakan
bahasa penadbiran (Lihat Hukum Prancis). Oleh sebab itu,
bahasa tersebut mempunyai kedudukan yang lebih tinggi di Inggris.
bahasa Latin tetap menjadi
bahasa gereja dan pembelajaran. Walaupun bagi sebagian besar penutur
bahasa Inggris, banyak kata yang diperkenalkan oleh orang Normandia saat ini sulit dibedakan dari perkataan asli Jermanik, kata pinjaman dari
bahasa Latin atau Prancis yang dipelajari kemudian mungkin "lebih berbudaya bunyinya" menurut penutur jati
bahasa Inggris.
Setelah berdirinya Kekaisaran Romawi Suci di sebagian besar wilayah Jerman dan Eropa Tengah saat ini,
bahasa Jerman dan dialek-dialeknya menjadi
bahasa pilihan kebanyakan kaum bangsawan Eropa Tengah.
bahasa Jerman berhasil disebarkan di sebagian besar Eropa Timur dan Tengah sebagai
bahasa perdagangan dan derajat hingga berakhir setelah Perang Dunia II (Lihat pula Penjermanan.).
bahasa Prancis juga telah meluas.
bahasa-
bahasa seperti
bahasa Oksitan, Breton, Basque, Katala, dan Korsika telah diketepikan di Prancis. Proses yang dikenal sebagai pemrancisan ini sering ditentang penutur
bahasa setempat tersebut hingga muncul tuntutan kemerdekaan seperti di Breton dan Flandria (Belgia).
Di Italia terdapat keadaan yang mirip dengan Prancis.
bahasa Italia telah meluas dengan mengorbankan
bahasa-
bahasa seperti
bahasa Sardinia, Sisilia, Ladin, Venesia, dan Friuli, sedangkan
bahasa-
bahasa seperti
bahasa Jerman (di Tirol Selatan) atau
bahasa Prancis (di Lembah Aosta) ditindas dari segi sejarah.
bahasa Italia kini menjadi
bahasa resmi bersama di wilayah tersebut (Lihat pula Pengitaliaan).
Penjajahan Spanyol dan sedikit banyak Portugis menjadikan
bahasa penjajah tersebut lazim di Amerika Selatan dan beberapa bagian Afrika dan Asia (Filipina, Makau, dan Formosa untuk waktu yang singkat). Di Iberia,
bahasa Spanyol Kastila seperti yang dituturkan Kerajaan Kastila menyebar dan dipaksakan pada bangsa dan wilayah lain di Spanyol dan menjadi satu-satunya
bahasa resmi negara dari abad ke-18 sampai ke-20.
bahasa tersebut dilabelkan sebagai "pendamping kekaisaran" oleh Antonio de Nebrija (1492) dalam kata pengantar Gramática de la lengua castellana.
Imperialisme bahasa Rusia dapat dilihat di Belarus, baik melalui perselisihan nama negara (Belarus lwn. Belorussia), maupun dalam ejaan umum nama presiden mereka. Transkripsi
bahasa Inggris telah melebihi bentuk
bahasa Rusia Alexander Lukashenko dan bukannya Alyaksandr Lukashenka dalam bentuk
bahasa Belarus.
Contoh lain
Imperialisme bahasa pernah dilihat di negara India pascakemerdekaan. Upaya menjadikan
bahasa Hindi sebagai satu-satunya
bahasa resmi mendapat pertentangan keras dari berbagai provinsi, terutama dari negara bagian Tamil Nadu. Di Karnataka, terdapat
Imperialisme bahasa yang memaksakan
bahasa Kannada hampir di mana-mana.
Kritikan
Banyak ahli telah ikut serta dalam perbincangan yang hangat tentang pernyataan Phillipson. Misalnya, Alan Davies membayangkan hantu Phillipson menghantui Departemen Linguistik Terapan di Edinburgh:
'Kumpulkan mereka', serunya, merujuk kepada siapa pun yang selama ini berpura-pura hanya untuk mengajar linguistik terapan, tetapi sebaliknya telah merencanakan dengan Dewan Britania untuk mengambil alih dunia.
Bagi Davies, terdapat dua budaya yang mendiami
Imperialisme bahasa, yaitu budaya rasa bersalah ("penjajahan tidak seharusnya terjadi") dan budaya putus harapan ("kita tidak seharusnya melakukan apa yang sedang kita lakukan"). Rajagopalan melangkah lebih jauh menyatakan bahwa buku Phillipson telah menyebabkan munculnya kompleks rasa bersalah dalam kalangan para profesional pembelajaran dan pengajaran
bahasa Inggris (ELT).
Davies juga berpendapat bahwa pernyataan Phillipson tidak dapat dipalsukan: "Andai bangsa yang dikuasai...ingin menerima
bahasa Inggris dan terus ingin mempertahankannya? Jawaban Phillipson yang tidak dapat dipalsukan ini pastilah mereka tidak bisa, karena mereka sudah dibujuk melawan kepentingan mereka yang lebih baik." Dengan demikian, telah dikemukakan bahwa teori Phillipson ini seolah-olah merendahkan kemampuan negara berkembang membuat keputusan secara bebas (untuk menerima atau tidak menerima ELT). Dalam konteks Nigeria, Bisong menyatakan bahwa "golongan terpinggir" menggunakan
bahasa Inggris secara pragmatis. Mereka mengantar anak-anak mereka ke sekolah berbahasa Inggris semata-mata karena ingin anak-anak mereka menguasai aneka
bahasa ketika besar nanti. Mengenai Phillipson, Bisong menyatakan bahwa "menafsirkan tindakan-tindakan seperti itu sebagai hasil korban-korban
Imperialisme bahasa pusat adalah memutarbalikkan bukti sosiolinguistik agar sesuai dengan tesis yang telah terbentuk sebelumnya". Seandainya
bahasa Inggris harus dihapuskan karena keasingannya, Bisong berpendapat, maka Nigeria sendiri juga harus dibubarkan karena dianggap sebagai struktur jajahan.
Lebih-lebih lagi, anggapan bahwa
bahasa Inggris itu bersifat
Imperialisme telah dikecam. Henry Widdowson berpendapat bahwa "adanya percanggahan mendasar dalam gagasan bahwa
bahasa itu sendiri menggunakan kendali hegemoni. Jika begitu, Anda tidak akan pernah bisa menentang kendali semacam itu". Selain itu, gagasan bahwa penggalakan
bahasa Inggris seharusnya menyiratkan penurunan taraf
bahasa setempat telah ditentang. Holborrow menunjukkan bahwa "tidak semua jenis
bahasa Inggris pusat yang berpengaruh kuat, begitu juga tidak semua penutur terpinggir sama-sama didiskriminasi". Misalnya,
bahasa Inggris Irlandia,
bahasa Inggris Selandia Baru, atau bahkan dialek-dialek kedaerahan Inggris seperti
bahasa Inggris Kernowek dapat dianggap sebagai ragam
bahasa Inggris pusat yang tidak berpengaruh kuat.
Beberapa ahli percaya bahwa dominasi
bahasa Inggris bukan disebabkan oleh kebijakan
bahasa tertentu, melainkan sebagai efek samping dari penyebaran jajahan berbahasa Inggris melalui penjajahan dan pengglobalan.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pihak yang sependapat dengan Phillipson memandang pemilihan
bahasa dipaksakan oleh pengaruh luar, sementara pihak lain memandangnya sebagai pilihan pribadi.
Tanggapan
Pihak-pihak yang mendukung alasan yang mengiakan keberadaan
Imperialisme bahasa menyatakan bahwa alasan-alasan yang menentang sering diajukan oleh penutur jati
bahasa Inggris ekabahasa yang mungkin memandang kedudukan
bahasa Inggris saat ini layak untuk dirayakan.
Siapa pun yang melihat peningkatan penyebaran
bahasa Inggris di dunia sebagai perkembangan yang mengkhawatirkan (yang menurunkan kedudukan
bahasa setempat dan daerah serta mampu merusak atau mengikis nilai-nilai budaya) cenderung lebih menerima pandangan Phillipson. Alastair Pennycook, Suresh Canagarajah, Adrian Holliday, dan Julian Edge termasuk dalam kelompok ini digambarkan sebagai ahli linguistik terapan kritis.
Namun, pernyataan Henry Widdowson tentang kupasan wacana kritis juga dapat diterapkan pada ahli-ahli linguistik terapan kritis tersebut:
Seharusnya dapat dikatakan bahwa suatu alasan dapat membingungkan atau kupasannya cacat, tanpa menyangkal keadilan perjuangan yang didukung. Pada pandangan saya, jika tujuannya adil maka kita harus mencari cara untuk mendukungnya dengan alasan yang koheren...Saya memang berpendapat bahwa berbuat sebaliknya berarti merugikan perjuangan. Untuk langkah-langkah pendedahan ideologis dengan kupasan yang bijaksana...sudah tentu dapat digunakan untuk melanjutkan perjuangan mana pun, baik haluan kanan maupun kiri.... Dengan adanya keyakinan dan komitmen, Anda pasti mencapai sasarannya.
Di Irlandia, masalah menghilangkan pengaruh penginggrisan dari bangsa Inggris telah menjadi topik perbahasan di negara tersebut bahkan sebelum kemerdekaan. Sebuah alasan untuk menghilangkan penginggrisan disampaikan di hadapan Perhimpunan Sastra Nasional Irlandia di Dublin pada 25 November 1892; "Ketika kita berbicara tentang perlunya menghilangkan penginggrisan bangsa Irlandia, kita tidak bermaksud untuk menjadikannya protes untuk meniru hal-hal yang baik dari bangsa Inggris. Hal tersebut tidak masuk akal karena menunjukkan kebodohan bangsa Irlandia yang mengabaikan dan menerima segala sesuatu yang berbau Inggris secara sembarangan hanya karena itu Inggris."
Menurut Ghil'ad Zuckermann, "Gelar dan hak berbahasa ibu harus digalakkan. Pemerintah harus mendefinisikan
bahasa sehari-hari orang asli dan penduduk kepulauan Selat Torres sebagai
bahasa resmi Australia. Kita harus mengubah bentang linguistik Whyalla dan tempat lain. Rambu-rambu harus ada dalam
bahasa Inggris dan
bahasa asli setempat. Kita harus mengakui kekayaan intelektual pengetahuan pribumi termasuk
bahasa, musik, dan tarian."
Penyesuaian
Beberapa orang yang menolak gagasan
Imperialisme bahasa berpendapat bahwa penyebaran
bahasa Inggris ke seluruh dunia lebih baik dipahami dalam kerangka pengambilan manfaat, yaitu
bahasa Inggris digunakan di seluruh dunia untuk kegunaan setempat. Selain contoh Nigeria tadi, berikut contoh-contoh lain:
Pengunjuk rasa di negara-negara yang tidak berbahasa Inggris sering menggunakan papan tanda berbahasa Inggris untuk menyampaikan tuntutan mereka kepada penonton TV di seluruh dunia. Adakalanya, pengunjuk rasa tidak mengerti apa yang ditulis pada papan tanda yang digunakannya.
Bobda menunjukkan cara Kamerun beralih dari cara pengajaran
bahasa Inggris secara ekabudaya berpusatkan Inggris dan secara berangsur-angsur menyesuaikan bahan ajar dalam konteks Kamerun, meliputi topik-topik bukan Barat seperti pemerintahan amir, pengobatan tradisional, dan poligami. Bobda mendukung pendidikan dwibudaya, yaitu budaya Kamerun dan Inggris Amerika.
Kramsch dan Sullivan menggambarkan cara metodologi dan buku pelajaran Barat dapat disesuaikan dengan budaya Vietnam setempat.
Buku pelajaran
bahasa Inggris Tahap Dasar di Pakistan meliputi pelajaran seperti "Pakistan, Negaraku", "Bendera Kita," dan "Pemimpin Hebat Kita", yang mungkin terdengar kejingoan di telinga Barat. Namun, dalam budaya asli, membangun hubungan antara ELT, patriotisme, dan keyakinan Muslim dipandang sebagai tujuan ELT karena ketua Dewan Buku Pelajaran Punjab menyatakan: "Dewan...dengan telitinya, melalui buku-buku ini untuk menanamkan kecintaan terhadap nilai-nilai Islam dalam diri pelajar dan kesadaran untuk menjaga perbatasan ideologi tanah air dalam kalangan [pelajar]."
"Pengantarbangsaan (internationalization)
bahasa Inggris semacam itu dapat membuka lembaran baru bagi penutur jati
bahasa Inggris. McCabe menjelaskan:
...sedangkan selama dua abad kita mengekspor
bahasa dan kebiasaan kita untuk memburu...pasar segar, kini kita mendapati bahwa
bahasa dan kebiasaan kita dikembalikan kepada kita tetapi diubah sehingga dapat digunakan oleh orang lain... sehingga
bahasa dan budaya kita sendiri menemukan kemungkinan-kemungkinan baru dan percanggahan segar.
Lihat pula
Rujukan
Bacaan lanjut
Pranala luar
Robert Phillipson Diarsipkan 2006-12-08
For further discussions Diarsipkan 2007-10-02 di Wayback Machine.
Pennycook Diarsipkan 2007-09-27 di Wayback Machine.
The Spread of English and its Appropriation di Wayback Machine.