Hasil Pencarian:
Artikel: Jacobus Anthonie Meessen
Biografi
Meessen lahir di Utrecht, Belanda, pada tanggal 5 Desember 1836, dari pasangan tukang cat Hermanus Johannes Meessen dan istrinya, Megteld Legué. Pada tahun 1858, ia pergi ke Batavia (sekarang Jakarta), ibu kota koloni Belanda di Hindia Timur, dan bekerja sebagai tukang cat. Tahun 1860, ia menetap di daerah Purbalingga. Dua tahun kemudian, ia pulang ke Belanda dan menjadi inspektur khusus pengelolaan air. Pada tanggal 11 Desember 1862, ia menikahi Johanna Alida (Jansje) Steenbeek. Keduanya menetap di Utrecht selama dua tahun. Pernikahan mereka menghasilkan tiga putri, yang lahir pada 1865, 1866, dan 1869; yang pertama, Antonia, meninggal saat masih bayi.= Fotografi
= Meessen dan istrinya berangkat ke Batavia, Hindia Belanda, pada tahun 1864 dan mendirikan studio foto pada awal 1867. Ia merupakan salah satu fotografer yang aktif di Hindia Belanda pada 1860-an; fotografer lainnya meliputi Isidore van Kinsbergen, Adolph Schaefer, dan firma komersial Woodbury and Page (dioperasikan oleh Walter B. Woodbury dan James Page). Meessen berharap bisa mengambil foto pemandangan dan penduduk Hindia Belanda. Sejak Mei sampai Agustus, ia berada di Sumatra; pertama ia ke Padang, lalu ke Dataran Tinggi Minang. Ia menawarkan berbagai layanan fotografi di sana, termasuk potret ganda dan foto keluarga. Sepulangnya ke Batavia pada bulan September, ia membuka studio lainnya, yang menyediakan potret-potret dan menjual cetakan-cetakan lanskap. Tiga bulan kemudian, Jacobus dan Johanna menjual barang-barang mereka dan pindah ke Padang. Di sana mereka mendirikan sebuah studio foto. Dalam biografi Meessen, Mattie Boom dan Steven Wachlin berpendapat bahwa tindakan Meessen mungkin didasari alasan keuangan karena ia tidak mampu bersaing dengan Woodbury and Page. Pada November 1868, Jacobus mengiklankan album pertamanya, yang berjudul Sumatra's Westkust (Pesisir Barat Sumatra). Berlapiskan kulit Maroko, album tersebut berisi lebih dari enam puluh lanskap Padang dan kota-kota sekitarnya seperti Padang Panjang dan Fort de Kock. Bulan Juni 1869, studionya di Sumatra Hotel membuka lokakarya yang menampilkan foto-foto dari Sumatera Utara (Mandailing) dan Nias. Secara keseluruhan, petualangan fotografi Meessen di Hindia Belanda beserta albumnya memakan kurang lebih 34.000 gulden Hindia Belanda. Uang ini dihabiskan untuk berbagai keperluan, termasuk perlengkapan kamera (modelnya belum diketahui), cairan kimia, transportasi, dan penginapan. Meessen bekerja sendiri, tidak pernah mencari rekan selama berada di Hindia Belanda, dan berusaha mendokumentasikan daerah dan penduduk koloni ini. Saat mengambil foto penduduk Hindia Belanda, ia sering mengabaikan perkataan orang yang "seolah-olah memustahilkan pengambilan foto masyarakat di luar Jawa," seperti yang dikutip oleh Bataviaasch Handelsblad. Namun demikian, ia kadang mendapat bantuan dari masyarakat yang dikunjunginya. Dalam catatannya, Meessen menulis pengalamannya di Nias sebagai berikut: "Setibanya di sana, saya mengambil beberapa foto dan mengibarkan bendera Belanda. Warga desa pun datang dan bertanya apakah saya butuh sesuatu. Setelah saya mengatakannya, mereka berjanji akan membantu sebisanya. Pada pukul 5 pagi keesokan harinya, saya bangun dan melihat sekitar 60 prajurit desa sedang menunggu saya di pantai."= Kepulangan ke Belanda
= Pada bulan Juni 1869, Meessen bersama istrinya pulang ke Batavia, kemudian kembali ke Utrecht pada tahun berikutnya. Di sana pada akhir 1870, Meessen dan Abraham Adrianus Vermeulen membuka studio baru bernama A.A. Vermeulen & Company. Mereka menandatangani kontrak selama lima tahun, namun berakhir cepat pada bulan Maret 1873. Boom dan Wachlin berpendapat bahwa Vermeulen – yang terkenal karena karya potretnya – tertarik mendalami karya lanskap, sementara Meessen membutuhkan tempat untuk mencetak dan memasarkan foto-foto Hindia Belandanya. Pada Februari 1871, Meessen menghadiahkan album foto Jawa dan Sumatranya kepada Raja William III. Album yang berisikan 153 foto ini dihias dengan perak dan emas, dan dilengkapi nama-nama Jawa, Sumatra, Kalimantan dan Nias di sudut halaman. Di tengahnya terdapat pohon kelapa dan pisang perak yang dikelilingi senjata Belanda dan Batavia. Selama beberapa tahun berikutnya, Meessen terus memasarkan foto-foto Hindia Belandanya. Pada tahun 1875, ia menerbitkan koleksi 175 foto miliknya melalui percetakan De Bussy di Amsterdam. Koleksi tersebut ia beri judul Verzameling Fotografien van Nederlandsch Indië (Koleksi Foto Hindia Belanda), yang terjual 225 gulden, dan didatangkan dalam sebuah kotak buah kenari. Di Exposition Géographique in Paris tahun 1875, ia memamerkan 250 foto jepretannya yang terdiri dari 175 lanskap dan 75 potret, dan mendapat tanggapan baik. Bataviaasch Handelsblad menulis bahwa upaya dokumentasi Hindia Belanda oleh Meessen sangat berharga dan akan lebih baik lagi jika keragaman hewan Hindia Belanda juga didokumentasikan. Tahun 1883, Meessen memamerkan lagi koleksi fotonya di Pameran Dagang Kolonial dan Ekspor Internasional di Amsterdam. Sayangnya, ia gagal meraup untung dari pameran tersebut. Meessen berpindah-pindah pada tahun-tahun terakhirnya. Ia menghabiskan hidupnya di Gorredijk dan Opsterland, Friesland. Ia bekerja sebagai pengawas bangunan dan menyebut dirinya sebagai "arsitek kota". Salah satu proyek besutannya adalah sekolah dasar berarsitektur neo-Gothik – mungkin dipengaruhi arsitektur sekolah di Raamsdonkveer dan Amsterdam – di Jalan Zuidwest Dubbele, Gorredijk, yang dibangun untuk menggantikan gedung sekolah tua yang telah diruntuhkan. Meessen meninggal dunia di Opsterland tanggal 14 Oktober 1885 setelah terkena penyakit tiga hari sebelumnya. Proyek tersebut diselesaikan oleh arsitek bernama Hidde Petrus Nicolaas Halbertsma.Gaya dan pengaruh
Menilai kualitas fotonya, Boom dan Wachilin menulis bahwa foto-foto Jawa karya Meessen adalah salah satu karya terbaiknya, sedangkan foto dari pulau lain memiliki kualitas yang berbeda. Mereka menilai lanskap kota Meessen memiliki detail yang bagus. Pada foto arsitektur, ia sering mengambil foto bangunan-bangunan yang dikenal para fotografer, termasuk Istana Gubernur Jenderal dan rumah Raden Saleh. Banyak potret studionya tampak seperti gambar komersial, sehingga Boom dan Wachlin berpendapat foto-foto tersebut ditujukan untuk mendanai foto lanskap Meessen. Beberapa gambar, termasuk foto potret, diwarnai sendiri. Banyak foto Meessen, termasuk album yang diberikannya kepada Raja William III, yang disimpan di Perpustakaan Nasional Belanda di Den Haag. Album ini menampilkan catatan perjalanan terkait foto Meessen serta foto-foto dari enam pulau (Jawa, Sumatra, Bangka, Belitung, Kalimantan, dan Nias) dan berbagai suku bangsa, termasuk Jawa, Tionghoa, Dayak, dan Melayu. Ia menyertakan komentar pada beberapa foto orang, contohnya pada foto nyai (selir): "[Mereka] iblis yang diperlukan bagi militer. Mereka memiliki disiplin yang bagus di dalam maupun luar barak dan terbukti berharga dalam setiap ekspedisi atau pelayaran". Dua foto (Sungai Ciliwung di Batavia dan Kali Mati di Padang) dipajang di Rijksmuseum, Amsterdam. Foto lainnya disimpan di Perpustakaan Universitas Leiden dan Koninklijk Instituut voor Taal-, Land- en Volkenkunde. Perpustakaan Universitas Leiden menyimpan 281 foto, 7 di antaranya masih dipertanyakan, yang disumbangkan ke Perkumpulan Geografi Kerajaan Belanda oleh Pieter Johannes Veth pada tahun 1891, sedangkan KITLV menyimpan salinan album De Bussy. Keempat koleksi ini lebih sedikit daripada koleksi fotografer ternama waktu itu; karya-karya Woodbury dan Page, misalnya, sering diekspor ke Belanda oleh para emigran dan dipamerkan.Catatan penjelas
Sumber
Referensi
Bacaan lanjutan
Merrillees, Scott (2000). Batavia in Nineteenth Century Photographs. London: Routledge. ISBN 978-0-7007-1436-0.jacobus anthonie meessen
YouTube Results for: jacobus anthonie meessen
-
17 | Nyai Ontosoroh and the "Housekeepers" of the Dutch East Indies
This episode is not about a particular historical figure, but about an embattled group of women known as the nyai, housekeepers, ...
-
Namibia Nostalgia
Provided to YouTube by IIP-DDS Namibia Nostalgia · Jacobus Namibia Nostalgia ℗ JACOBUS Released on: 2019-06-06 ...