Jahitan suami, atau dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah husband stitch, atau daddy stitch, husband's knot atau vaginal tuck, adalah salah satu tindakan pembedahan untuk menambahkan
Jahitan ekstra pada perineum perempuan untuk setelah ia melalui proses persalinan yang menyebabkan perineum robek. Tujuan dari prosedur ini adalah untuk mengencangkan vagina dengan harapan untuk meningkatkan kenikmatan dari pasangan (laki-laki) mereka ketika melakukan hubungan intim. Sampai saat tidak ada bukti dari manfaat prosedur ini. Alih-alih menambah kenikmatan, prosedur ini justru dianggap akan menyebabkan hubungan intim yang menyakitkan bagi perempuan maupun pasangan laki-lakinya.
Prosedur ini sebenarnya bukan prosedur medis resmi. Tidak ada penelitian atau dokumen medis yang membuktikan seberapa sering prosedur ini dilakukan atau berapa banyak perempuan yang pernah melalui prosedur ini.
Komplikasi
Beberapa komplikasi yang dapat dialami perempuan yang menerima
Jahitan suami antara lain:
Munculnya rasa nyeri di area sayatan.
Terjadi pendarahan terus-menerus.
Kebocoran urine atau feses.
Munculnya tanda-tanda infeksi, seperti adanya nanah, bau tidakk sedap, atau lokasi sayatan yang kemudian membengkak.
Munculnya rasa nyeri saat berhubungan intim.
Pembentukan jaringan parut.
Prolaps rahim.
Trauma emosional.
Sejarah
= Sejarah Episiotomi Husband Stitch
=
Sejak sekitar tahun 1920-an, kepercayaan medis populer adalah bahwa episiotomi membuat sayatan lebih bersih yang akan lebih mudah untuk diperbaiki dan disembuhkan dengan lebih baik. Logikanya juga bahwa mendapatkan episiotomi akan mencegah robekan perineum yang lebih buruk. Diperkirakan bahwa lebih dari 60 persen wanita mengalami episiotomi di Amerika Serikat pada tahun 1983. Tetapi mulai tahun 1980-an, penelitian berkualitas tinggi tentang episiotomi dirilis, menunjukkan bahwa episiotomi rutin menyebabkan masalah yang seharusnya dicegah, membuat banyak wanita mengalami trauma jaringan yang lebih parah dan hasil negatif jangka panjang lainnya, termasuk hubungan seksual yang menyakitkan. Pada 2012, hanya 12 persen kelahiran yang melibatkan episiotomi, turun dari 33 persen pada 2002. Episiotomi masih terjadi dan dapat diindikasikan secara klinis dalam beberapa situasi, seperti ketika vakum atau forsep diperlukan. Namun, seringkali, keputusan tentang apakah akan melakukannya tergantung pada pelatihan, preferensi, dan kenyamanan penyedia obstetrik. Studi lain, melihat penggunaan episiotomi rutin di Kamboja, menemukan bahwa keyakinan bahwa "wanita akan dapat memiliki vagina yang lebih kencang dan cantik" adalah alasan yang diberikan oleh penyedia untuk episiotomi rutin. Saat ini, tujuan dari perbaikan vagina bukanlah untuk mengencangkan vulva atau vagina, tetapi untuk menyatukan kembali kulit yang cukup untuk memfasilitasi proses penyembuhan tubuh sendiri.
Catatan
Referensi