- Source: Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia
- Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia
- Wakil Menteri Agraria dan Tata Ruang Indonesia
- Daftar Menteri Agraria dan Tata Ruang Indonesia
- Kementerian Indonesia
- Daftar susunan organisasi kementerian negara Republik Indonesia
- Direktorat Jenderal Tata Ruang
- Kementerian Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan Republik Indonesia
- Sekretariat Jenderal Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia
- Inspektorat Jenderal Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia
- Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional
- Cabinet of Indonesia
- List of government ministries of Indonesia
Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional adalah kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertanahan dan suburusan tata ruang yang merupakan lingkup urusan pemerintahan di bidang pekerjaan umum. Badan Pertanahan Nasional adalah Lembaga Pemerintah Nonkementerian yang menyelenggarakan tugas pemerintahan di bidang pertanahan. Kementerian Agraria dan Tata Ruang Republik Indonesia dijabat oleh seorang menteri yang juga menjabat sebagai Kepala Badan Pertanahan Nasional. Sejak 21 Oktober 2024, Kementerian Agraria dan Tata Ruang Republik Indonesia dipimpin oleh Nusron Wahid.
Sejarah
Kementerian Agraria dan Tata Ruang Republik Indonesia pertama kali dibentuk pada tahun 1955 melalui Keputusan Presiden Nomor 55 Tahun 1955. Sebelum menjadi kementerian pada tahun 1955, urusan agraria diselenggarakan oleh Departemen Dalam Negeri. Hal ini dikarenakan awalnya pemerintah pada waktu itu menganggap bahwa urusan agraria belum merupakan urusan strategis sehingga cukup diselenggarakan oleh suatu lembaga di bawah kementerian.
Titik tolak reformasi hukum pertanahan nasional terjadi pada 24 September 1960. Pada hari itu, rancangan Undang-Undang Pokok Agraria disetujui dan disahkan menjadi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960. Dengan berlakunya UUPA tersebut, untuk pertama kalinya pengaturan tanah di Indonesia menggunakan produk hukum nasional yang bersumber dari hukum adat. Dengan ini pula Agrarische Wet dinyatakan dicabut dan tidak berlaku. Tahun 1960 ini menandai berakhirnya dualisme hukum agraria di Indonesia.
Pada 1964, meIalui Peraturan Menteri Agraria Nomor 1 Tahun 1964, ditetapkan tugas, susunan, dan pimpinan Departemen Agraria. Peraturan tersebut nantinya disempurnakan dengan Peraturan Menteri Agraria Nomor 1 Tahun 1965 yang mengurai tugas Departemen Agraria serta menambahkan Direktorat Transmigrasi dan Kehutanan ke dalam organisasi. Pada periode ini, terjadi penggabungan antara Kantor Inspeksi Agraria-Departemen Dalam Negeri, Direktorat Tata Bumi-Departemen Pertanian, Kantor Pendaftaran Tanah-Departemen Kehakiman.
Pada 1965, Departemen Agraria kembali diciutkan secara kelembagaan menjadi Direktorat Jenderal. Hanya saja, cakupannya ditambah dengan Direktorat bidang Transmigrasi sehingga namanya menjadi Direktorat Jenderal Agraria dan Transmigrasi, di bawah Departemen Dalam Negeri. Penciutan ini dilakukan oleh Pemerintah Orde Baru dengan alasan efisiensi dan penyederhanaan organisasi. Namun struktur ini tidak bertahan lama karena pada tahun yang sama terjadi perubahan organisasi yang mendasar. Direktorat Jenderal Agraria tetap menjadi salah satu bagian dari Departemen Dalam Negeri dan berstatus Direktorat Jenderal, sedangkan permasalahan transmigrasi ditarik ke dalam Departemen Veteran, Transmigrasi, dan Koperasi.
Pada 1972, Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 145 Tahun 1969 dicabut dan diganti dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 88 Tahun 1972, yang menyebutkan penyatuan instansi Agraria di daerah. Di tingkat provinsi, dibentuk Kantor Direktorat Agraria Provinsi, sedangkan di tingkat kabupaten/kota dibentuk Kantor Sub Direktorat Agraria Kabupaten/ Kotamadya.
Tahun 1988 merupakan tonggak bersejarah karena saat itu terbit Keputusan Presiden Nomor 26 Tahun 1988 tentang Badan Pertanahan Nasional. Sejalan dengan meningkatnya pembangunan nasional yang menjadi tema sentral proyek ekonomi – politik Orde Baru, kebutuhan akan tanah juga makin meningkat. Persoalan yang dihadapi Direktorat Jenderal Agraria bertambah berat dan rumit. Untuk mengatasi hal tersebut, status Direktorat Jenderal Agraria ditingkatkan menjadi Lembaga Pemerintah Non Departemen dengan nama Badan Pertanahan Nasional. Dengan lahirnya Keputusan Presiden Nomor 26 Tahun 1988 tersebut, Badan Pertanahan Nasional bertanggung jawab langsung kepada Presiden.
Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 96 Tahun 1993, tugas Kepala Badan Pertanahan Nasional kini dirangkap oleh Menteri Negara Agraria. Kedua lembaga tersebut dipimpin oleh satu orang sebagai Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional. Dalam pelaksanaan tugasnya, Kantor Menteri Negara Agraria berkonsentrasi merumuskan kebijakan yang bersifat koordinasi, sedangkan Badan Pertanahan Nasional lebih berkonsentrasi pada hal-hal yang bersifat operasional.
Pada masa kepemimpinan Presiden BJ.Habibie Dirganbayu Negara pada tahun [1999], Kementerian Negara Agraria dibubarkan melalui Keputusan Presiden Nomor 154 Tahun 1999 tentang Perubahan Keputusan Presiden Nomor 26 Tahun 1988. Kepala Badan Pertanahan Nasional dirangkap oleh Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia. Pelaksanaan pengelolaan pertanahan sehari-harinya dilaksanakan Wakil Kepala Badan Pertanahan Nasional
Presiden Megawati menerbitkan Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, Dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen, dan Keputusan Presiden Nomor 34 Tahun 2003 tentang Kebijakan Nasional Di Bidang Pertanahan memposisikan BPN sebagai lembaga yang menangani kebijakan nasional di bidang pertanahan. Kedudukan BPN kemudian diperkuat pada masa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dengan menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2006 tentang Badan Pertanahan Nasional dan menempatkan BPN RI di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden.
Penguatan lembaga agraria kembali diperkuat pada masa kepemimpinan Presiden Jokowi yakni dengan menggabungkan Badan Pertanahan Nasional dengan unit pemerintah yang mengurusi penataan ruang, planologi dan perencanaan kehutanan, serta informasi geospasial. Penggabungan struktur ini diikuti dengan uraian tugas dan fungsi kelembagaan Kementerian Agraria yang sejatinya amanat Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960, sesuai semangat Pasal 33 Ayat 3 Konstitusi UUD 1945.
Tugas dan Fungsi
Kementerian mempunyai tugas menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertanahan dan suburusan tata ruang yang merupakan lingkup urusan pemerintahan di bidang pekerjaan umum untuk membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara. Kementerian menyelenggarakan fungsi:
perumusan, penetapan, dan pelalsanaan kebijakan di bidang tata ruang, survei dan pemetaan pertanahan dan ruang, penetapan hak dan pendaftaran tanah, penataan agraria, pengadaan tanah dan pengembangan pertanahan, pengendalian dan penertiban tanah dan ruang, serta penanganan sengketa dan konflik pertanahan;
pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi atas pelaksanaan urusan Kementerian di daerah;
koordinasi pelaksanaan tugas, pembinaan, dan pemberian dukungan administrasi kepada seluruh unsur organisasi di lingkungan Kementerian;
pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab Kementerian;
pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan Kementerian;
pelaksanaan pengembangan sumber daya manusia di bidang pertanahan dan tata ruang;
pelaksanaan dukungan yang bersifat substantif kepada seluruh unsur organisasi di lingkungan Kementerian; dan
pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Presiden.
BPN mempunyai tugas menyelenggarakan tugas pemerintahan di bidang pertanahan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. BPN menyelenggarakan fungsi:
penyusunan dan penetapan kebijakan di bidang pertanahan;
perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang survei dan pemetaan pertanahan;
perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang penetapan hak dan pendaftaran tanah;
perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang redistribusi tanah, pemberdayaan tanah masyarakat, penatagunaan tanah, penataan tanah sesuai rencana tata ruang, dan penataan wilayah pesisir, pulau-pulau kecil, perbatasan dan wilayah tertentu;
perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pengadaan tanah dan pengembangan pertanahan;
perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pengendalian dan penertiban penguasaan dan pemilikan tanah, serta penggunaan dan pemanfaatan tanah sesuai rencana tata ruang;
perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang penanganan dan pencegahan sengketa dan konflik serta penanganan perkara pertanahan;
pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan BPN;
pelaksanaan koordinasi tugas, pembinaan, dan pemberian dukungan administrasi kepada seluruh unit organisasi di lingkungan BPN;
pelaksanaan pengelolaan data dan informasi pertanahan dan lahan pertanian pangan berkelanjutan; dan
pelaksanaan pengembangan sumber daya manusia di bidang pertanahan.
Susunan Organisasi
Susunan organisasi Kementerian terdiri atas:
Sekretariat Jenderal
Direktorat Jenderal Tata Ruang
Direktorat Jenderal Survei dan Pemetaan Pertanahan dan Ruang
Direktorat Jenderal Penetapan Hak dan Pendaftaran Tanah
Direktorat Jenderal Penataan Agraria
Direktorat Jenderal Pengadaan Tanah dan Pengembangan Pertanahan
Direktorat Jenderal Pengendalian dan Penertiban Tanah dan Ruang
Direktorat Jenderal Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan
Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia
Inspektorat Jenderal
Staf Ahli Bidang Hukum Agraria dan Masyarakat Adat
Staf Ahli Bidang Reformasi Birokrasi
Staf Ahli Bidang Partisipasi Masyarakat dan Pemerintah Daerah
Staf Ahli Bidang Pengembangan Kawasan
Staf Ahli Bidang Teknologi Informasi
Berdasarkan Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 8 Tahun 2015, susunan organisasi tersebut kemudian ditambah oleh tiga Pusat sebagai unsur pendukung yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri/Kepala melalui Sekretaris Jenderal. Ketiga Pusat tersebut adalah:
Pusat Pendidikan dan Pelatihan
Pusat Penelitian dan Pengembangan; dan
Pusat Data dan Informasi Pertanahan, Tata Ruang, dan Lahan Pertanian Pangan
Susunan organisasi BPN terdiri atas:
Kepala yang dijabat oleh Menteri Agraria dan Tata Ruang;
Wakil kepala yang dijabat oleh Wakil Menteri Agraria dan Tata Ruang; dan
Susunan unit organisasi eselon I teknis menggunakan susunan organisasi eselon I pada Kementerian Agraria dan Tata Ruang yang tugas dan fungsinya bersesuaian.
= Kantor Wilayah dan Kantor Pertanahan
=Untuk menyelenggarakan tugas dan fungsi BPN di daerah, dibentuk Kantor Wilayah BPN di provinsi dan Kantor Pertanahan di kabupaten/kota.
Kantor Pertanahan dapat dibentuk lebih dari 1 (satu) Kantor Pertanahan di tiap kabupaten/kota.
Tugas, fungsi, susunan organisasi, dan tata kerja Kantor Wilayah BPN dan Kantor Pertanahan ditetapkan oleh Kepala setelah mendapat persetujuan dari menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang aparatur negara.
Galeri
Lihat pula
Daftar Menteri Agraria dan Tata Ruang Indonesia
Kementerian Indonesia
Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional
Kantor Pertanahan
Pranala luar
(Indonesia) Situs web resmi Kementerian Agraria dan Tata Ruang Republik Indonesia
(Indonesia) Website Daerah / Unit Esselon 1