Keraton Plered (bahasa Jawa: ꦏꦫꦠꦺꦴꦤ꧀ꦥ꧀ꦭꦺꦫꦺꦢ꧀, translit. karaton plèrèd) adalah bekas
Keraton dan ibu kota Kesultanan Mataram pada tahun 1646–1680, setelah
Keraton Karta. Sebenarnya
Plered sudah direncanakan sebagai ibu kota sejak masa pemerintahan Sultan Agung, tetapi pemindahannya baru dilakukan pada tahun 1647. Akibat dari pemberontakan Trunajaya, status ibu kota
Plered berakhir pada tahun 1677, tetapi baru ditinggalkan sepenuhnya pada tahun 1680.
Etimologi
Nama "
Plered" berasal dari kosa kata bahasa Jawa: palérédan diambil dari kata léréd yang berarti "aliran". Dengan demikian Paleredan yang kemudian disingkat menjadi
Plered bermakna "pengaliran".
Tata letak
Karena
Keraton Plered telah hancur, tata letaknya hanya bisa diperkirakan dari catatan masa lalu, seperti deskripsi Rijcklof van Goens saat mengunjungi
Plered tahun 1648, kunjungan Gerret Pieter Rouffaer tahun 1889, sebuah peta
Plered yang dibuat oleh P. J. F. Louw tahun 1897, dan analisis dari babad yang diketahui mencatat
Plered.
Bentuk
Keraton dilaporkan sebagai bentuk persegi yang tidak simetris, dengan kecondongan sekitar 10 derajat, sementara Van Goens menggambarnya sebagai belah ketupat. Van Goens juga mencatat keliling dalem
Keraton sebesar 2.256 meter. Seorang arkeolog Widya Nayati memperkirakan keliling temboknya sebesar 3.040 meter. Mengenai tinggi dan ketebalatan tembok tersebut, terdapat perbedaan antara sumber satu sama lain, seperti yang dijabarkan dalam tabel perbandingan ini:
Peta Rouffaer memasukkan nama beberapa bangunan yang termasuk masjid, macan kurung, dan bagian
Keraton seperti Sitinggil, Keben, dan Srimanganti. Sekitar kompleks
Keraton terdapat pemukiman yang dinamai setelah profesi penghuninya seperti Kauman untuk ulama, Gerjen untuk penjahit, dan nama ini masih ada hingga kini.
Bangunan
Tidak seperti
Keraton Karta yang bangunannya didominasi oleh kayu, bangunan
Keraton Plered didominasi oleh batu bata.
Keraton Plered dikelilingi dengan tembok-tembok setinggi 18-20 kaki dengan kedalaman 8-12 kaki.
Plered memiliki
Keraton seluas 3 hektar, dua masjid, dan alun-alun yang memiliki pohon beringin, yang setidaknya masih ada pada tahun 1989. Sementara bangunan-bangunan lainnya masih harus diidentifikasi.
Kondisi bangunan
Keraton Plered kini rata dengan tanah. Hal ini tak lepas dari serangan Trunajaya yang dibantu oleh Karaeng Galesong karena merasa tidak puas atas sikap Amangkurat I yang telah bersekutu dengan Belanda. Sisa-sisa bangunan
Keraton dapat ditemui di beberapa situs seperti Situs Pungkuran yang awalnya adalah bekas pondasi benteng
Keraton. Kemudia ada beberapa situs yang kini menjadi nama perkampungan seperti Kedaton, Segaryasa, Kepuntren, dan Kauman.
Lihat pula
Keraton Kutagede
Keraton Karta
Keraton Kartasura
Referensi
= Kutipan
=
= Sumber
=
Alifah; Priswanto, Hery (2012). "Benteng Kraton Pleret: Data Historis dan Data Arkeologi". Berkala Arkeologi. Balai Arkeologi Yogyakarta. 32 (2). doi:10.30883/jba.v32i2.56.
Dumarçay, Jacques (1989). "
Plered, capitale d'Amangkurat Ier". Archipel. 37 (37).
Pratama, Henki Riko; Priswanto, Hery (2013). "Sebuah Informasi Mutakhir Hasil Penelitian Tahun 2013 di Situs Kedaton Pleret, Kabupaten Bantul, D.I. Yogyakarta". Berkala Arkeologi. Balai Arkeologi Yogyakarta. 33 (2). doi:10.30883/jba.v32i2.56.
Siswanta (2020). "Sejarah Perkembangan Mataram Islam Kraton
Plered". Karmawibangga. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas PGRI Yogyakarta. 2 (1): 37. ISSN 2715-4483.