- Source: Kognisi musik
Kognisi musik adalah sebuah pendekatan interdisipliner untuk memahami proses mental yang mendukung perilaku musik, termasuk persepsi, pemahaman, ingatan, perhatian, dan pertunjukan. Teori kognitif mengenai cara orang memahami musik awalnya muncul di bidang psikoakustik dan sensasi, lalu seiring waktu mencakup juga neurosains, teori musik, terapi musik, ilmu komputer, psikologi, filsafat, dan linguistik.
Sejarah
Kognisi musik ditetapkan sebagai sebuah disiplin pada awal 1980-an melalui pendirian Society for Music Perception and Cognition, European Society for the Cognitive Sciences of Music, dan jurnal Music Perception. Bidang ini berfokus pada cara pikiran mengartikan musik sambil mendengarkannya. Bidang ini juga mempelajari proses kognitif yang terlibat ketika para musisi memainkan musik. Seperti bahasa, musik adalah kapasitas manusia yang unik yang mungkin memainkan peran penting dalam terbentuknya kognisi manusia. Cara musik mencerahkan masalah-masalah dasar dalam kognisi cenderung diabaikan atau bahkan dianggap epifenomenal. Pandangan epifenomenal pernah dipaparkan oleh ilmuwan kognisi ternama Steven Pinker ketika ia menyebut musik sebagai "kue keju auditori". Namun karena kognisi musik semakin diakui sebagai dasar pemahaman manusia terhadap kognisi secara keseluruhan, kognisi musik harus bisa berkontribusi secara konseptual dan metodologis terhadap ilmu kognisi. Topik dalam bidang ini meliputi:
Persepsi pendengar terhadap struktur pengelompokan (motif, frasa, seksi, dll.)
Ritme dan meter (persepsi dan produksi)
Inferensi kunci
Harapan (termasuk harapan melodis)
Kesamaan musik
Tanggapan emosional, afektif, atau menggairahkan
Pertunjukan yang ekspresif
Pemrosesan konseptual
Sejumlah aspek teori musik kognitif menjelaskan cara bunyi dipersepsikan oleh pendengar. Jika studi interpretasi manusia terhadap bunyi disebut psikoakustik, aspek-aspek kognitif tentang cara pendengar menerjemahkan bunyi sebagai pertunjukan musik biasa disebut kognisi musik.
Pada tahun 1970-an, musik cenderung dipelajari karena sifat akusik dan perseptualnya dalam disiplin psikofisika dan psikologi musik yang relatif masih baru. Para sarjana musik mengkritik penelitian ini karena terlalu berfokus pada masalah sensasi dan persepsi yang kurang penting, sering memakai stimulus yang buruk (misalnya fragmen ritmik kecil) atau musik yang dibatasi sampai repertoar klasik Barat saja, serta ketidaksadaran umum terhadap peran musik dalam konteks sosial dan budaya yang lebih luas. Revolusi kognitif menjadikan para ilmuwan lebih sadar terhadap aspek-aspek ini.
Dua puluh tahun yang lalu, musik nyaris tidak disebutkan di buku-buku psikologi atau hanya muncul di subbagian tentang persepsi nada atau ritme. Sekarang, bersama penglihatan dan bahasa, musik diakui sebagai domain penting dan informatif untuk mempelajari berbagai aspek kognisi yang mengaktifkan proses psikik, termasuk harapan (ekspektasi), emosi, persepsi dan memori, dan cara menerapkannya ke dalam terapi. Peran sarjana dan ilmuwan musik terhadap penelitian terakhir ini tampak lebih besar daripada sebelumnya. Bisa jadi karena kognisi musik akan berubah menjadi disiplin utama yang berkontribusi pada pemahaman manusia terhadap musik sebagaimana kerangka kerja analitis tradisional.
Penelitian telah dilakukan untuk mempelajari jalur-jalur persepsi emosi dalam otak saat menanggapi musik dan ekspresi vokal. Hasilnya adalah jalur-jalur semacam itu sifatnya serupa sehingga mereka dengan akurat membawa emosi tertentu, dan bahwa acuan akustik tertentu bersifat istimewa terhadap emosi tertentu.
Meski ide bahwa musik berdampak terhadap kognisi sifatnya baru, para peneliti mengatakan bahwa pelatihan musik meningkatkan kinerja perilaku. Penelitian yang menghubungkan musik dan kognisi ini membantu para ilmuwan memahami kekuatan besar yang diberikan musik terhadap lingkungan manusia saat ini.
Dampak identitas terhadap preferensi musik
Para psikolog umumnya menerima gagasan bahwa perbedaan individu nonklinis dapat dirangkum sesuai lima dimensi yang berbeda. Dimensi-dimensi ini dikenal sebagai lima sifat besar kepribadian dan terdiri dari keterbukaan terhadap pengalaman baru, kehati-hatian, keterbukaan, keramahan, dan neurotisisme. Peneliti yang tertarik mempelajari bahwa kepribadian berkorelasi dengan preferensi musik telah berfokus pada lima sifat besar tadi dan menemukan banyak hubungan antara jenis musik populer dan lima sifat besar kepribadian.
= Metode umum
=Berbagai kuesioner telah dibuat untuk mengukur lima sifat besar kepribadian dan preferensi musik. Kebanyakan studi yang berusaha menemukan hubungan antara kepribadian dan preferensi musik memanfaatkan kuesioner untuk mengukur kedua sifat tersebut. Peneliti lain memakai kuesioner untuk menentukan sifat kepribadian, kemudian meminta peserta menilai petikan musik dengan beragam skala seperti menyukai, persepsi kerumitan, emosi yang dirasakan, dan lain-lain.
= Lima sifat besar kepribadian
=1. Neuroticism (N)
2. Extraversion (E)
3. Openness to New Experience (O)
4. Agreeableness (A)
5. Conscientiousness (C)
Keterbukaan terhadap pengalaman baru
Keterbukaan adalah sifat besar kepribadian yang paling kuat saat mengaitkan musik dengan kualitas kepribadian. Kualitas ini memprediksi preferensi musik yang sifatnya reflektif (merenung) dan kompleks dan musik yang sifatnya intens dan semangat. Genre reflektif dan kompleks meliputi musik klasik, blues, jazz, dan musik rakyat, sementara musik intens dan semangat meliputi rock, alternatif, dan heavy metal. Hal ini juga berkorelasi positif dengan penggunaan musik secara intelektual atau kognitif, yang berarti bahwa orang ini suka menganalisis komposisi musik yang kompleks (rumit). Selain itu, seseorang lebih terbuka memilih tema melodi berjumlah besar dalam karya musik. Keterbukaan terhadap pengalaman juga telah dihubung-hubungkan dengan orang-orang yang menyukai musik sedih, terutama karena sifat kepribadian ini juga berkaitan dengan apresiasi yang lebih besar terhadap pengalaman estetis dan keindahan. Terakhir, orang-orang yang terbuka memperlihatkan preferensi terhadap berbagai macam gaya musik, namun tidak memilih bentuk musik kontemporer yang populer, sehingga menunjukkan bahwa ada batasan terhadap keterbukaan ini.
Keterbukaan
Orang-orang terbuka (ekstravert) yang enerjik sering dikaitkan dengan preferensi musik yang menyenangkan, ceria, dan konvensional, serta musik yang enerjik dan ritmik, seperti rap, hip hop, soul, electronik, dan musik tari. Musik ceria dengan tempo cepat, banyak tema melodi, dan vokal juga dipilih oleh orang-orang terbuka. Mereka lebih suka mendengarkan musik sebagai latar sambil melakukan aktivitas lain, seperti berlari, bercengkerama dengan teman, atau belajar. Orang-orang seperti ini juga cenderung memakai musik untuk melawan sifat monoton aktivitas sehari-hari, seperti menyetrika baju. Dalam sebuah studi di Turki, peneliti menemukan bahwa kaum ekstravert memilih musik rock, pop, dan rap karena genre-genre tersebut mengikutsertakan tari dan gerakan. Temuan-temuan ini menunjukkan bahwa banyak preferensi musik dapat direplikasikan secara lintas budaya.
Neurotisisme
Semakin neurotis seseorang, semakin besar ketidaksukaan mereka terhadap musik intens dan semangat (seperti rock dan heavy metal), namun memilih musik ceria dan konvensional, seperti country, soundtrack, dan musik pop. Selain itu, neurotisisme terkorelasikan secara positif dengan pemakaian musik yang emosional. Orang-orang yang memiliki nilai neurotisisme tinggi cenderung memakai musik untuk mengatur emosi dan mengalami intensitas pengaruh emosi yang lebih tinggi, khususnya emosi negatif.
Kehati-hatian
Kehati-hatian dihubungkan secara negatif dengan musik intens dan semangat, seperti rock dan heavy metal. Meski studi sebelumnya berhasil menemukan hubungan antara kehati-hatian dan pengendalian emosi, hasilnya tidak dapat diterapkan secara lintas budaya. Para peneliti tidak bisa menemukan hubungan ini di Malaysia.
Keramahan
Orang-orang ramah memilih musik yang ceria dan konvensional. Selain itu, pendengar dengan keramahan tinggi menampilkan respon emosi yang intens terhadap musik yang belum pernah mereka dengarkan.
Pengaruh suasana terhadap preferensi musik
Telah ditunjukkan bahwa situasi bisa memengaruhi preferensi seseorang terhadap jenis-jenis musik tertentu. Para peserta studi tahun 1996 memberikan informasi mengenai musik yang akan mereka dengarkan dalam suasana tertentu, dan menunjukkan bahwa suasana sangat menentukan preferensi musik mereka. Misalnya, suasana melankolis akan menghasilkan musik yang sedih dan muram, sementara suasana yang menggairahkan akan menghasilkan musik yang lantang, beritme kuat, dan semangat.
= Jenis kelamin
=Wanita cenderung merespon musik secara lebih emosional ketimbang pria. Selain itu, wanita lebih suka musik populer ketimbang pria. Dalam studi kepribadian dan gender mengenai preferensi bass berlebihan dalam musim, para peneliti menemukan bahwa pria lebih menyukai musik bass ketimbang wanita. Preferensi musik bass ini juga berkorelasi dengan kepribadian antisosial dan mengurung diri.
= Usia
=Dalam studi preferensi musik remaja di Inggris, para peneliti menemukan bahwa perempuan menganggap musik sebagai aktivitas yang berharga ketimbang laki-laki, namun baik laki-laki dan perempuan setuju musik tidak perlu diajarkan di sekolah. Temuan ini membuktikan bahwa preferensi dan pilihan musik bisa berubah seiring usia. Dalam sebuah studi di Kanada mengenai bagaimana preferensi musik remaja berhubungan dengan kepribadian, peneliti menemukan bahwa remaja yang memilih musik berat memiliki kepercayaan diri yang rendah, ketidaknyamanan tinggi di dalam keluarga, dan cenderung merasa dijauhi orang lain. Remaja yang memilih musik ringan asyik melakukan hal yang pantas dan sulit menyeimbangkan kebebasan dengan ketergantungan. Remaja yang memilih musik eklektik mudah beradaptasi dengan masa remajanya dan fleksibel memanfaatkan musik sesuai suasana hati dan kebutuhan tepat pada waktunya.
= Musim
=Musim juga bisa memengaruhi preferensi. Setelah melihat musik gugur atau dingin, orang-orang biasanya memilih musik reflektif (merenung) atau kompleks, sementara setelah melihat musim panas atau semi, orang-orang akan memilih musik yang enerjik dan ritmik. Meski begitu, musik pop tampaknya lebih bersifat universal dan tidak tergantung musim.
= Familiaritas
=Familiaritas dan kerumitan (kompleksitas) sama-sama memiliki dampak unik terhadap preferensi musik. Seperti yang terlihat di tipe media artistik lain,hubungan U terbalik bisa terlihat saat mengaitkan kerumitan subjektif dengan menyukai petikan musik. Seseorang menyukai kompleksitas sampai tingkat tertentu, kemudian mulai tidak menyukai musik tersebut saat kompleksitasnya menjadi terlalu tinggi. Selain itu, terdapat hubungan monoton positif yang jelas antara familiritas dan menyukai musik.
= Pandangan diri
=Preferensi musik juga bisa dipengaruhi oleh bagaimana seseorang ingin dipandang, khususnya pada pria. Preferensi musik dapat dipakai untuk menciptakan klaim identitas yang dibuat sendiri. Seseorang dapat memilih gaya musik yang memperkuat pandangan diri mereka. Misalnya, orang dengan pandangan diri konservatif memilih gaya musik konvensional, sementara orang berpandangan diri atletik memilih musik yang bersemangat.
Lihat pula
= Bidang terkait
=Musikologi kognitif
Neurosains kognitif musik
Psikologi musik
Psikoakustik
= Topik
=Kognisi musik tertanam
Budaya dalam kognisi musik
Terapi musik
Referensi
Bahan bacaan
= Entri ensiklopedia
=Palmer, Caroline/Melissa K. Jungers (2003): Music Cognition. In: Lynn Nadel: Encyclopedia of Cognitive Science, Vol. 3, London: Nature Publishing Group, pp. 155–158.
= Bacaan perkenalan
=Patel, Anirrudh D. (2010). Music, language, and the brain. New York: Oxford University Press.
Day, Kingsley (October 21, 2004). "Music and the Mind: Turning the Cognition Key". Observer online.
Jourdain, Robert (1997). Music, the Brain, and Ecstasy: How Music Captures Our Imagination. New York: William Morrow and Company. ISBN 0-688-14236-2.
Honing, Henkjan (2011). "Musical Cognition. A Science of Listening." New Brunswick, N.J.: Transaction Publishers. ISBN 978-1-4128-4228-0.
Levitin, Daniel J. (2006). "This Is Your Brain on Music: The Science of a Human Obsession." Diarsipkan 2011-10-01 di Wayback Machine. New York: Dutton. ISBN 0-525-94969-0
Purwins & Hardoon (2009). "Trends and Perspectives in Music Cognition Research and Technology." Diarsipkan 2020-06-26 di Wayback Machine. Connection Science. 21(2-3), 85-88.
Snyder, Bob (2000). "Music and Memory: an introduction" The MIT Press. ISBN 0-262-69237-6.
= Bacaan pelengkap
=Deutsch, D. (Ed.) (1999). The Psychology of Music, 2nd Edition.San Diego: Academic Press. ISBN 0-12-213565-2.
Dowling, W. Jay and Harwood, Dane L. (1986). Music Cognition. San Diego: Academic Press. ISBN 0-12-221430-7.
Hallam, Cross, & Thaut, (eds.) (2008). The Oxford Handbook of Music Psychology. Oxford: Oxford University Press.
Krumhansl, Carol L. (2001). Cognitive Foundations of Musical Pitch. Oxford: Oxford University Press. ISBN 0-19-514836-3.
Parncutt, Richard (1989). Harmony: A Psychoacoustical Approach. Diarsipkan 2006-05-03 di Wayback Machine. Berlin: Springer.
Sloboda, John A. (1985). The Musical Mind: The Cognitive Psychology of Music. Oxford: Oxford University Press. ISBN 0-19-852128-6.
Lerdahl, F., and Jackendoff, R. (21996) A Generative Theory of Tonal Music. The MIT Press. ISBN 978-0-262-62107-6.
Jackendoff, Ray (1987): Consciousness and the Computational Mind. Cambridge: MIT Press. Chapter 11: Levels of Musical Structure, section 11.1: What is Musical Cognition?
Temperley, D. (2004). The Cognition of Basic Musical Structures. The MIT Press. ISBN 978-0-262-70105-1.
Thompson, W. F. (2009). Music, Thought, and Feeling: Understanding the Psychology of Music New York: Oxford University Press. ISBN 978-0-19-537707-1.
Zbikowski, Lawrence M. (2004). Conceptualizing Music: Cognitive Structure, Theory, and Analysis. Oxford University Press, USA. ISBN 978-0-19-514023-1.
North, A.C. & Hargreaves, D.J. (2008). The Social and Applied Psychology of Music. Oxford: Oxford University Press. ISBN 978-0-19-856742-4.
= Artikel jurnal
=Cross, Ian (1998). "Music Analysis and Music Perception." Diarsipkan 2012-07-22 di Wayback Machine. Music Analysis 17(1).
Gur, Golan (2008). "Body, Forces, and Paths: Metaphor and Embodiment in Jean-Philippe Rameau’s Conceptualization of Tonal Space" Music Theory Online 14(1).
Honing, Henkjan (2006). "Computational modeling of music cognition: A case study on model selection." Diarsipkan 2013-02-12 di Wayback Machine. Music Perception 23(5), 365–376.
Henkjan, Honing (2012). "Without it no music: Beat induction as a fundamental musical trait" (PDF). Annals of the New York Academy of Sciences. 1252: 85–91. doi:10.1111/j.1749-6632.2011.06402.x. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2013-02-12. Diakses tanggal 2013-01-05.
Huron, David (1999). "Music and Mind: The foundation of cognitive musicology (The 1999 Ernst Bloch Lectures)" Diarsipkan 2013-04-04 di Wayback Machine. "Berkeley, University of California Press"
Purwins, Herrera, Grachten, Hazan, Marxer, Serra (2008). Computational Models of Music Perception and Cognition (Part I, Part II) Physics of Life Reviews 5(3), 151-182.
Deutsch, D. (2010). "Hearing music in ensembles" (PDF). Physics Today.
Pranala luar
MusicCognition.info - A Resource and Information Center
Society for Music Perception and Cognition (SMPC)
European Society for the Cognitive Sciences of Music (ESCOM)
Kata Kunci Pencarian:
- Kognisi musik
- Psikologi musik
- Teori Kognitif Sosial
- Efek Levitin
- Manusia
- Atensi (Buddhisme)
- Robot humanoid
- Pembelajaran terkondisi
- Psikologi