Sistem komplemen adalah protein dalam serum darah yang bereaksi berjenjang sebagai enzim untuk membantu
Sistem kekebalan seluler dan
Sistem kekebalan humoral untuk melindungi tubuh dari infeksi. Protein
komplemen tidak secara khusus bereaksi terhadap antigen tertentu, dan segera teraktivasi pada proses infeksi awal dari patogen. Oleh karena itu
Sistem komplemen dianggap merupakan bagian dari
Sistem imun bawaan. Walaupun demikian, beberapa antibodi dapat memicu beberapa protein
komplemen, sehingga aktivasi
Sistem komplemen juga merupakan bagian dari
Sistem kekebalan humoral.
Protein
komplemen di dalam serum darah merupakan prekursor enzim yang disebut zimogen. Zimogen pertama kali ditemukan pada saluran pencernaan, sebuah protease yang disebut pepsinogen dan bersifat proteolitik. Pepsinogen dapat teriris sendiri menjadi pepsin saat terstimulasi derajat keasaman pada lambung.
Protein hasil irisan zimogen berguna bagi:
peningkatan respon antibodi dan memori imunologis
proses lisis
pembersihan kompleks imun dan sel apoptotik
proses kemotaksis
mediator peradangan seperti mastosit untuk memicu proses degranulasi antibodi IgE.
melalui jalur yang disebut:
Jalur klasik
C1qrs, C2, C3, C4, C1-INH, C4-BP
Jalur lektin
MBL, MASP, MASP2
Jalur alternatif
C3, Faktor B, Faktor D, Properdin, Faktor I, Faktor H, Faktor DA, CR1
yang ketiganya mengarah pada pembentukan kompleks lisis melibatkan protein-protein C5, C6, C7, C8, C9, Protein S
Sejarah
Di akhir abad ke 19, serum darah telah diketahui mengandung suatu faktor atau cara yang dapat digunakan untuk membunuh bakteri. Pada tahun 1896, Jules Bordet, ilmuwan muda Belgia dari Pasteur Institute, Paris, mendemonstrasikan bahwa prinsip ini bisa dianalisis menggunakan dua komponen: komponen panas-tetap dan komponen panas-labil. Panas-labil menunjukkan bahwa komponen akan kehilangan kemampuannya jika serum dipanaskan. Komponen panas-tetap ada untuk memberikan kekebalan melawan mikroorganisme spesifik, sedangkan komponen panas-labil bertanggung jawab terhadap aktivitas mikrobial non-spesifik yang dimiliki serum. Komponen panas-labil ini adalah yang disebut “
komplemen”.
Istilah “
komplemen” diperkenalkan oleh Paul Ehrlich pada akhir tahun 1980an, sebagai bagian dari teorinya mengenai
Sistem kekebalan. Menurut teorinya,
Sistem kekebalan terdiri dari berbagai sel yang memiliki reseptor spesifik pada permukaannya untuk mengenali antigen. Pasca imunisasi dengan antigen, lebih banyak reseptor terbentuk, lalu reseptor itu mengalir dari sel ke aliran sirkulasi darah. Reseptor ini, yang saat ini kita kenal dengan nama “antibodi”, disebut oleh Ehrlich sebagai “amboceptor” untuk menekankan fungsi ganda reseptor dalam melakukan pengikatan. Reseptor tesebut mampu mengenali dan mengikat antigen spesifik, namun mereka juga mampu mengenali dan mengikat komponen antimikrobial panas-labil dari serum. Ehrlich lalu menamakan komponen panas-labil ini “
komplemen” karena ini adalah sesuatu dalam darah yang menjadi
komplemen sel pada
Sistem kekebalan.
Ehrlich percaya bahwa setiap amboceptor antigen spesifik memiliki
komplemen yang spesifik, di mana Bordet percaya bahwa sebenarnya hanya ada satu tipe
komplemen. Di awal abad ke 20, kontroversi ini terselesaikan ketika ditemukan bahwa
komplemen bisa beraksi berpasangan dengan antibodi spesifik atau secara sendirian secara non-spesifik.
Di bawah ini adalah fungsi dara dari
komplemen:
Mencerna sel, bakteri, dan virus
Opsonisasi, yaitu memicu fagositosis antigen partikulat
Mengikat reseptor
komplemen spesifik pada sel-sel imun, inflamasi, dan beberapa molekul imunoregulator
Pembersihan imun, yaitu membuang sisa-sisa bahan imunitas (kompleks imun) dan mengirimnya ke di limpa dan hati untuk dihancurkan.
Lain-lain
Protein dan glikoprotein yang merupakan penyusun dari
Sistem komplemen disintesis di hepatosit hati. Namun, sejumlah besar
Sistem penyusun
Sistem komplemen juga diproduksi di jaringan makrofag, monosit dalam darah, dan sel epitel dari saluran kelamin dan pencernaan.
Sistem komplemen memiliki kemungkinan untuk memberi kerusakan parah kepada jaringan milik sendiri, yang berarti bahwa aktivasi
Sistem komplemen harus dilakukan dengan tepat.
Sistem komplemen diatur oleh protein kontrol
komplemen, yang terdapat di dalam plasma darah dalam konsentrasi yang lebih besar daripada protein
komplemen itu sendiri. Beberapa protein kontrol
komplemen berada di membran sel untuk mencegah penyerangan oleh
Sistem komplemen.
Dipercaya bahwa
Sistem komplemen memiliki peran dalam mengakibtkan berbagai penyakit seperti sindrom Barraquer-Simmons, lupus erythematosus, glomerulonephritis, berbagai arthritis, penyakit jantung autoimun, multiple sklerosis, penyakit bowel inflamatori, dan luka ischemia-reperfusion.
Sistem komplemen juga dapat berimplikasi pada penyakit
Sistem saraf seperti Alzheimer dan kondisi degeneratif saraf lainnya.
Penelitian terbaru menunjukkan bahwa virus HIV dapat memanipulasi
Sistem komplemen untuk mengakibatkan kerusakan lebih lanjut.
Referensi
Pranala luar
(Inggris) Southern Illinois University Carbondale Diarsipkan 2010-04-11 di Wayback Machine.
Bacaan lebih lanjut
Abbas AK, Lichtman AH (2003). Cellular and Molecular Immunology (5th ed.), 563p. Philadelphia: Saunders.
Peakman M, Vergani D (1997). Basic and Clinical Immunology. New York: Churchill Livingstone.
Paul WE (ed.) (1999). Fundamental Immunology (4th ed.), 1589p. Philadelphia: Lippincott-Raven.
Roitt I, Brostoff J, Male D (2001). Immunology (6th ed.), 480p. St. Louis: Mosby.
Anderson DM (2003) Dorland's Illustrated Medical Dictionary (30th ed.), Philadelphia: W.B. Saunders.
Parham P (2005). The Immune System. New York: Garland.
Murphy K, Travers P, Walport M, with contributions by Ehrenstein M et al. (2008). Janeway's Immunobiology (7th ed.), New York: Garland Science.
DeFranco AL, Locksley RM, Robertson M (2007). Immunity: The Immune Response in Infectious and Inflammatory Disease. London; Sunderland, MA: New Science Press; Sinauer Associates.