- Source: Kontroversi ras Kleopatra
Ras Kleopatra VII, penguasa Helenistik terakhir dari Dinasti Ptolemaik bangsa Makedonia (Yunani) di Mesir, telah menyebabkan perdebatan di beberapa kalangan, baik di kalangan ilmiah maupun non-ilmiah.
Sebagaimana contoh artikel yang menyatakan "Was Cleopatra Black?"" ["Apakah Kleopatra Berkulit Hitam?"] yang dipublikasikan oleh Majalah Ebony tahun 2012. Seorang Profesor Emeritus dari studi Klasika di Wellesley College, Mary Lefkowitz menelusuri asal-usul klaim Kleopatra berkulit hitam dalam buku J. A. Rogers tahun 1872, berjudul "Orang-orang Kulit Berwarna Hebat Dunia". Mary Lefkowitz membantah hipotesis Rogers dengan berbagai alasan ilmiah. Klaim Kleopatra berkulit hitam yang kemudian dihidupkan kembali dalam sebuah esai yang bertajuk "African Warrior Queens" [Ratu-ratu Pejuang Afrika] oleh John Henrik Clarke, seorang Afrosentris dan Ketua Sejarah Afrika di Hunter College. Mary Lefkowitz mencatat bahwa esai tersebut termasuk klaim bahwa Kleopatra menggambarkan dirinya sebagai orang yang berkulit hitam dalam Kisah Para Rasul di Perjanjian Baru, walaupun sebenarnya Kleopatra telah meninggal lebih dari enam puluh tahun sebelum wafatnya Yesus Kristus.
Para ahli mengidentifikasi bahwa pada dasarnya Kleopatra berasal dari keturunan bangsa Makedonia dengan beberapa keturunan Bangsa Persia, berdasarkan fakta bahwa keluarga Makedonia-nya (Dinasti Ptolemaik) telah menikah silang (intermarry) dengan Aristokrat Kekaisaran Seleukia pada masa itu. Michael Grant menyatakan bahwa Kleopatra mungkin tidak memiliki darah Mesir dan dia "menggambarkan dirinya sebagai orang Yunani". Duane W. Roller memberikan catatan bahwa "tidak ada bukti sama sekali" mengenai klaim Kleopatra adalah orang dengan ras berkulit hitam sebagaimana yang ia tolak secara umum bukan dari "sumber ilmiah yang kredibel".
Mata uang logam resmi Kleopatra (yang telah diakui) dan tiga buah patung dada dirinya yang dianggap asli oleh para ahli (yang cocok dengan koin logamnya) menggambarkan Kleopatra dengan gaya seorang wanita Yunani. Polo menulis bahwa mata uang logam Kleopatra menampilkan citranya dengan pasti dan menegaskan bahwa pahatan patung kepala "Berlin Cleopatra" dipastikan memiliki profil yang serupa. Lukisan dinding Romawi di Pompeii dan Herculaneum yang mirip dengan patung marmer di Berlin dan Vatikan telah diidentifikasi sebagai kemungkinan gambaran patung Kleopatra berdasarkan perbandingan penampilan wajah dan ikonografi kerajaan.
Pada tahun 2009, sebuah film dokumenter BBC berspekulasi bahwa mungkin Kleopatra adalah bagian dari Afrika Utara. Hal ini sebagian besar berdasarkan pemeriksaan kerangka tanpa kepala seorang anak perempuan di sebuah makam 20 SM di Ephesos, bersamaan dengan catatan kuno dan foto-foto tengkorak yang saat ini hilang. Jenazah tersebut dihipotesiskan menjadi milik saudari tiri Kleopatra, Arsinoe IV. dan dugaan berdasarkan proses diskredit menunjukkan bahwa jenazah tersebut milik seorang gadis yang "ras"-nya mungkin berasal dari "Afrika Utara". Klaim ini ditolak oleh para ahli berdasarkan jenazah yang tidak mungkin diidentifikasi sebagai Arsinoe, ras jenazah tidak mungkin dapat diidentifikasi sama sekali, fakta bahwa jenazah milik seorang anak yang jauh lebih muda dari Arsinoe ketika dia meninggal dan fakta bahwa Arsinoe dan Kleopatra memiliki Ayah yang sama yakni Ptolemaios XII Auletes tetapi beda Ibu.
Latar belakang
Ras dan warna kulit Kleopatra telah menimbulkan beberapa perdebatan, meskipun secara umum tidak berdasarkan sumber-sumber ilmiah., sebagaimana contoh artikel "Was Cleopatra Black?" [Apakah Kleopatra Berkulit Hitam] yang dipublikasikan oleh Majalah Ebony tahun 2012 dan artikel tentang Afrosentrisme di harian St. Louis Post-Dispatch menyebutkan pertanyaan yang sama juga.
Mary Lefkowitz, seorang Profesor Emeritus dari Studi Klasika di Wellesley College yang menelusuri asal-usul klaim Kleopatra berkulit hitam di buku yang berjudul "World's Great Men of Color" [Orang-orang Kulit Berwarna Hebat Dunia] oleh J. A. Rogers tahun 1872, yang membantah hipotesis Rogers dengan memberikan catatan atas ketidakmampuan Rogers dalam mengurutkan keluarga Kleopatra (misalnya penamaan saudara laki-laki Kleopatra Ptolemaios XIII Theos Philopator sebagai Ayahnya, padahal sebenarnya Ptolemaios XII Auletes dan penamaan Ptolemaios XI Alexandros II sebagai Ayah Ptolemy XII ketika fakta sebenarnya adalah Ptolemaios IX Lathyros) menggunakan sumber utama yang salah tafsir atas karya William Shakespeare berjudul Antonius dan Cleopatra (ditulis lebih dari 1.500 tahun setelah meninggalnya Kleopatra) dan kesalahan atas kutipan Encyclopædia Britannica (padahal sebenarnya ensiklopedia tersebut tidak menyebut Kleopatra berkulit hitam) dan beranggapan bahwa Nenek dari pihak Ayah Kleopatra adalah budak Afrika yang berkulit hitam "berdasarkan masa lalu yang lebih baru".
Kemudian Mary Lefkowitz menekankan lebih lanjut bahwa perbudakan zaman kuno sangat berbeda dengan perbudakan modern, sebagaimana budak bukan berdasarkan warna kulit tetapi pada kenyataannya sebagian besar diambil dari tawanan perang termasuk Yunani dan catatan klaim Rogers tentang Nenek yang berkulit hitam, berdasarkan pada kebiasaan pemilik budak pada abad ke-19. Klaim Kleopatra berkulit hitam yang dihidupkan kembali dalam sebuah esai yang ditulis oleh John Henrik Clarke yang berjudul "African Warrior Queens" [Ratu-ratu Pejuang di Afrika] untuk "Black Women in Antiquity." [Wanita Berkulit Hitam Zaman Dahulu]. Dia juga mencatat bahwa esai tersebut sebagian besar diambil dari tulisan-tulisan Rogers dengan tambahan "informasi pendukungnya sendiri" yang meliputi klaimnya terhadap Kleopatra menggambarkan dirinya sebagai orang yang berkulit hitam dalam Kisah Para Rasul di Perjanjian Baru, padahal dalam kenyataannya Kleopatra telah meninggal lebih dari enam puluh tahun sebelum wafatnya Yesus Kristus. Mary Lefkowitz juga mencatat apabila Nenek dari pihak Ayah adalah bangsa Mesir dan bagaimana dia belajar bahasa Mesir, kemungkinan besar Ayah Kleopatra Ptolomeus XII menjadi Ptolomeus pertama yang belajar bahasa Mesir daripada Kleopatra (mencatat bahwa Rogers dan Clarke tidak pernah menyebut hal ini) yang merupakan anggota satu-satunya dari Dinasti Ptolemaik diketahui telah belajar bahasa Mesir selain bahasa Ibu Bahasa Yunani Koine dan delapan bahasa lainnya.
Menanggapi buku yang berjudul Not Out of Africa oleh Mary Mary Lefkowitz, seorang Profesor dari Studi Afrika Amerika di Universitas Temple, Molefi Kete Asante yang menulis artikel yang berjudul "Race in Antiquity: Truly Out of Africa" [Ras Zaman Kuno: Benar-Benar Keluar dari Afrika] di mana ia menekankan bahwa dia "dapat berkata tanpa keraguan bahwa Afrosentris tidak menghabiskan waktu berdebat tentang Socrates atau Kleopatra berkulit hitam".
Gambaran yang diketahui
Mata uang logam Ptolemaik resmi Kleopatra (yang diakuinya) dan tiga patung dada dirinya yang dianggap asli oleh para ahli (sesuai dengan koin uang logamnya) menggambarkan Kleopatra dengan gaya seorang wanita Yunani, termasuk gaya pakaian tunik Yunani, Diadem Yunani Kuno dan gaya rambut "chignon' Yunani. Fransisco Pina Polo menulis bahwa koin logam Kleopatra menampilkan citranya dengan pasti dan menegaskan portret pahatan kepala "Berlin Cleopatra" di Altes Museum dipastikan memiliki profil yang mirip dengan gaya rambutnya yang ditarik ke belakang menjadi sanggul, hidung yang bengkol dan diadem. Ernle Bradford menulis bahwa "masuk akal untuk menyimpulkan" Kleopatra yang memiliki rambut hitam dan "kulit zaitun yang pucat" dengan caranya dia menggambarkan dirinya sebagai "tipe Mediterania Timur" pada koin logam resminya dan bagaimana dia menantang Romawi bukan sebagai wanita Mesir, tetapi sebagai "orang Yunani yang beradab"
Mirip dengan "Berlin Cleopatra", Potret pahatan Romawi Kleopatra lainnya, termasuk pahatan kepala marmer yang mengenakan Diadem, saat ini tersimpan di Museum Vatikan dan Museum Arkeologi Cherchell, meskipun patung-patung yang tersimpan di Museum Arkeologi Cherchell mungkin merupakan gambaran dari putrinya Kleopatra Selene II. Patung Venus Eskuilin dengan Diadem di Museum Capitolini juga dispekulasikan sebagai gambaran tambahan dari Kleopatra, terutama karena hubungannya dengan Dewi Afrodit sebagaimana yang terlihat pada beberapa koin logamnya. Jambangan Portland, sebuah jambangan kaca kameo Romawi yang berasal dari pemerintahan Augustus dan saat ini tersimpan di British Museum, termasuk kemungkinan gambaran Kleopatra dengan ular yang naik ke pangkuannya saat dia duduk dan memegang lengan pasangan Romawinya Markus Antonius.
Selain patung-patung dan uang logam, beberapa Lukisan Romawi yang selamat dari Pompeii dan Herculaneum, kemungkinan besar menggambarkan Kleopatra. Penggambaran kontemporer dari kediaman Marcus Fabius Rufus di Pompeii yang menggambarkan Kleopatra sebagai Dewi Venus Genetrix memegang kupido di lengannya, seolah-olah penggambaran langka dari putranya Caesarion anak dari diktator Romawi Yulius Kaisar. Arkeolog Susan Walker mencatat bahwa wanita dengan warna kulit gading, hidung bengkok panjang, wajah bulat dan mata besar bulat adalah penampilan umum dalam penggambaran Dewi Romawi dan Ptolemaik.
Duane W. Roller menulis tentang lukisan dinding tersebut, "tampaknya ada sedikit keraguan bahwa ini adalah gambaran Kleopatra dan Caesarion di muka pintu Kuil Venus Genetrix di Forum Kaisar dan dengan demikian ini menjadi satu-satunya lukisan kontemporer Kleopatra yang masih ada". Susan Walker, Duane W. Roller dan Joann Fletcher mengamati kemiripan lukisan langgam Pompeii ini dengan wajah patung Kleopatra di Museum Vatikan, kerusakan pipi kiri pada patung kemungkinan dari lengan kupido yang telah copot.
Potret-potret Kleopatra, termasuk lukisan di "House of Giuseppe II" di Pompeii yang menggambarkan kemungkinan dirinya bunuh diri dengan racun, sebuah lukisan di "House of the Orchard" di Pompeii menunjukkan tampak samping dari patung dada dirinya dan sangat mirip dengan lukisan dari Herculaneum, hal ini sesuai dengan pahatan wajah dan mata uang logam resminya.
Selain Seni rupa Helenistik, karya seni Mesir Kuno Kleopatra, termasuk Patung dada Kleopatra di Museum Kerajaan Ontario, sebagaimana relief pahatan batu dari Kuil Hathor dalam Kompleks Kuil Dendera di Mesir yang menggambarkan Kleopatra dan Caesarion sebagai Firaun yang berkuasa memberikan persembahan kepada dewa Mesir. Karya-karya lainnya meliputi patung Ptolemaik besar dari basal hitam, saat ini tersimpan di Museum Ermitáž, Saint Petersburg yang menggambarkan seorang ratu Ptolomaik yang diduga Arsinoe II atau Cleopatra VII.
Dalam karyanya yang berjudul Kleopatra und die Caesaren (2006), Bernard Andreae berpendapat bahwa patung basal Mesir ini adalah potret ratu Mesir yang ideal lainnya dan tidak menampilkan unsur wajah yang realistis oleh karena itu menambah sedikit pengetahuan tentang penampilan Kleopatra. Diana Preston sampai pada kesimpulan serupa tentang gambaran Kleopatra asli Mesir, "terlepas dari ukiran kuil tertentu, yang bagaimanapun juga dalam ragam Firaun yang sangat bergaya dan memberikan sedikit petunjuk mengenai penampilan asli Kleopatra, satu-satunya penggambaran Kleopatra adalah yang ada pada koin logam. Patung kepala marmer yang tersimpan di Vatikan adalah salah satu dari tiga patung secara umum, walaupun bukan secara universal, diterima oleh para ahli sebagai gambaran dari Kleopatra".
Keturunan
Para ahli secara umum mengidentifikasi Kleopatra sebagai keturunan Yunani dengan beberapa keturunan Persia. Hal ini berdasarkan fakta bahwa keluarga Makedonianya, Dinasti Ptolemaik telah melakukan pernikahan silang (intermarry) dengan Kekaisaran Seleukia, yang menguasai sebagian besar Asia Barat. Hal ini mencakup Ratu Kleopatra pertama, Kleopatra I istri dari Ptolemaios V Epifanis. Ratu Kleopatra I adalah keturunan Ratu Seuleukia Apama, seorang bangsa Iran Sogdia, istri dari Seleucus I Nicator, pendamping Aleksander Agung dari Makedonia.
Meskipun identitas Ibu Kleopatra VII Filopator tidak pasti, tetapi umumnya ia diyakini sebagai Kleopatra V, saudara perempuan atau sepupu istri Ptolemaios XII Auletes, yang merupakan putri dari Ptolemy IX Soter atau Ptolemaios X Alexandros I Selain itu, meskipun identitas Nenek dari pihak Ayah tidak pasti, tetapi umumnya ia diyakini sebagai Kleopatra IV, melalui ayah Ptolemy XII, Ptolemy IX Soter, atau seorang wanita Alexandria Yunani. Klaim tidak sah, tidak pernah digunakan terhadap Kleopatra dalam kampanye propaganda permusuhan oleh Augustus. Michael Grant mencatat bahwa jika Kleopatra tidak sah maka "musuh-musuh Romawi akan banyak mengungkapnya ke dunia ini".
Michael Grant juga mencatat bahwa Kleopatra mungkin tidak memiliki darah Mesir dan bagaimana ia menggambarkan dirinya sebagai orang Yunani. Michael Grant juga mengusulkan bahwa Nenek dari pihak Ayah Kleopatra mungkin campuran Suriah dan Yunani, sejalan dengan preseden darah Persia dan Suriah dalam garis Ptolemaik dan melanjutkan bahwa "tentu saja dia bukan orang Mesir", mencatat juga bahwa hanya ada satu selir Ptolomeus (dari abad ke-3 SM). Mary Lefkowitz menulis bahwa wanita Mesir ini bernama Didyame adalah selir Ptolemaios II Philadelphos. Dia juga mencatat bahwa di antara selir-selir Ptolemaios II, Didyame secara khusus ditandai karena ia orang Mesir dan bukan berasal dari Yunani di antara banyak selir-selir Ptolemaik (yang termasuk di antara selir-selir Ptolemaios II, Bilistiche, Agathocleia, Stratonice dan Myrto yang warna kulit dan etnisnya tidak disebutkan secara spesifik seperti Didyame, "mungkin karena mereka orang-orang Yunani"). Lebih lanjut dia mencatat bahwa jika ia memiliki anak dari Ptolomeus, maka tidak akan pernah menjadi Raja (semua Raja Ptolemaik adalah sah berkuasa sepenuhnya kecuali Ptolemaios XII Auletes). Mary Lefkowitz berpendapat bahwa "menyesatkan untuk mengatakan selir non-Yunani Didyame memberikan bukti kebiasaan umum". dan tak ada istri Raja Ptolemaik yang dikenal berasal dari Mesir.
Duane W. Roller berspekulasi bahwa Kleopatra VII kemungkinan adalah anak seorang anak perempuan dari hipotesis setengah Makedonia-Yunani, setengah Mesir dari keluarga pendeta Ptah (calon utama lainnya yang dicatat adalah Kleopatra V/VI) yang berlokasi di Mesir Utara yakni di Memphis, Mesir. Tetapi Duane berpendapat bahwa apapun keturunannya, Kleopatra paling menghargai warisan Ptolemaik Yunaninya. Lebih lanjut Duane mencatat bahwa "tidak ada bukti sama sekali" bahwa Kleopatra adalah ras Afrika berkulit hitam sebagaimana klaim yang ia tidak anggap sebagai "tidak bersumber ilmiah yang kredibel", lalu ia mengatakan di luar hipotesis bahwa (keturunan) Kleopatra adalah tiga perempat orang Makedonia-Yunani dan seperempat orang Mesir, "tidak ada ruang untuk hal lain dan tentu saja bukan untuk setiap darah Afrika berkulit hitam". Diana Preston juga menulis bahwa Kleopatra Nenek dari garis Ayah mungkin sebagian Suriah, melanjutkan bahwa jika Kleopatra memiliki seorang Nenek yang berasal dari Mesir, "tidak berarti dia adalah orang Afrika berkulit hitam" dan "hampir pasti Kleopatra memiliki warna kulit terang dan mata gelap".
Adrian Goldsworthy mencatat bahwa Kleopatra memiliki darah Makedonia dengan sedikit Suriah, mungkin tidak berkulit gelap (dia juga mencatat bahwa propaganda Romawi juga tidak pernah menyebutkannya), berpendapat "lebih mungkin warna kulit yang lebih cerah dengan melihat leluhurnya" dan dia "bukan lagi orang Mesir secara budaya dan etnis dari warga kebanyakan modern seperti saat ini di Arizona adalah Suku Apache".
Dia lebih lanjut mencatat bahwa bahasa ibu Kleopatra adalah bahasa Yunani, bahwa dalam "literatur dan budaya Yunani dia sangat terdidik", bahwa penyembahannya terhadap Isis adalah "sangat Hellenis" dan meskipun Kleopatra ditampilkan dalam bentuk patung-patung dengan gaya ideal Mesir, dia tidak sepertinya untuk berpakaian seperti ini di luar penampilan ritual-ritual tertentu. Sebaliknya Kleopatra "mengenakan ikat kepala dan jubah Kerajaan Yunani". Stacy Schiff setuju bahwa Kleopatra tidak berkulit gelap, bahwa "sebenarnya Ptolomeus faktanya adalah Makedonia-Yunani yang menjadikan Kleopatra kira-kira sama Mesirnya dengan Elizabeth Taylor", bahwa kerabat Ptolomeusnya digambarkan orang dengan warna "kulit madu", bahwa Kleopatra adalah sebagian Persia dan "seorang selir asal Mesir adalah jarang di antara Ptolomeus".
Mary Lefkowitz mencatat bahwa seandainya Nenek atau Ibu Kleopatra seorang Mesir, pasti akan ditunjukkan dalam catatan-catatan dan menyimpulkan bahwa apapun keturunannya, Kleopatra "mengganggap dirinya adalah seorang Yunani". Stacy Schiff melanjutkan bahwa Kleopatra "dengan setia mengadakan tradisi keluarga". Pada intinya, kesetiaan Kleopatra adalah pada warisan Ptolomeus Yunaninya. Sebagaimana yang dicatat oleh Donald R. Dudley, Kleopatra dan keluarganya adalah "penerus Firaun asli, yang mengeksploitasi sumber daya alam besar di lembah Nil, melalui birokrasi yang sangat terorganisir".
Arsinoe IV
Pada tahun 2009, sebuah film dokumenter BBC berspekulasi bahwa Arsinoe IV dari Mesir, saurara tiri Kleopatra VII, mungkin sebagai bagian dari Afrika Utara dan berspekulasi lebih lanjut bahwa Ibu Kleopatra dan Kleopatra sendiri mungkin merupakan bagian dari Afrika Utara. Hal ini sebagian besar berdasarkan klaim Hilke Thür dari Akademi Ilmu Pengetahuan Austria (Austrian Academy of Sciences), bahwa pada tahun 1990an telah memeriksa kerangka tanpa kepala seorang anak perempuan di sebuah makam 20 SM di Ephesos, bersama dengan catatan kuno dan foto-foto tengkorak yang saat ini telah hilang. Lalu anak perempuan ini dihipotesiskan sebagai Arsinoe.
Arsinoe dan Kleopatra memiliki Ayah yang sama, yakni Ptolemaios XII Auletes tetapi berbeda ibu. Dengan klaim Hilke Thür bahwa nenek moyang Afrika berasal ibu kerangka itu. Namun para peneliti Clarence C. Gravlee, H. Russell Bernard, William R. Leonard, dan lainnya telah menunjukkan bahwa pengukuran tengkorak bukan merupakan indikator ras yang dapat diandalkan. dan pengukuran tersebut dicatat pada tahun 1920 sebelum berkembangnya ilmu forensik modern.
Hingga saat ini belum pernah dibuktikan secara pasti bahwa kerangka itu adalah milik Arsinoe IV. Lebih jauh lagi, Kraniometri yang digunakan oleh Hilke Thür untuk menentukan ras adalah berdasarkan rasisme ilmiah yang saat ini umumnya dianggap sebagai Ilmu semu atau pseudosains yang mendukung "eksploitasi sekelompok orang" untuk "melanggengkan penindasan rasial" dan "menyimpangkan pandangan masa depan tentang dasar biologis dari ras". Ketika tes DNA yang dicoba untuk menentukan identitas anak, adalah tidak mungkin untuk mendapatkan pembacaan yang akurat karena tulang telah ditangani terlalu banyak, dan tengkorak tersebut hilang di Jerman selama Perang Dunia II.
Mary Beard menulis esai yang tidak setuju kritik atas temuan tersebut, menunjukkan bahwa satu, tidak ada nama yang tersisa di makam dan klaim bahwa makam tersebut diduga menggunakan bentuk Mercusuar Iskandariyah adalah "tidak sesuai", kedua, tengkorak tersebut tidak dapat bertahan utuh dan umur kerangka terlalu muda bila dibandingkan dengan kerangka Arsinoe (kerangka yang dikatakan sebagai anak umur 15-18 tahun, dengan perkiraan meninggalnya Arsinoe di pertengahan usia dua puluhan) dan ketiga, karena Arsinoe dan Kleopatra tidak diketahui memiliki Ibu yang sama, maka "argumentasi tentang etnis sebagian besar keluar dari konteks".
Lihat juga
Kontroversi ras Mesir kuno
Antropologi biologis
Kleopatra
Egiptomania
Dinasti Ptolemaik
Kerajaan Ptolemaik
Referensi
Daftar pustaka
Bacaan selanjutnya
Burstein, Stanley (2004), The Reign of Cleopatra, Westport, CT: Greenwood Press, ISBN 978-0-313-32527-4.
Hughes-Hallett, Lucy (1991). Cleopatra: Histories, Dreams and Distortions. HarperCollins. ISBN 978-0060920937.
Lefkowitz, Mary (1996). Guy M. Rogers, ed. Black Athena Revisited. University of North Carolina Press.
Grout, James (1 April 2017b), "Was Cleopatra Beautiful?", Encyclopaedia Romana, University of Chicago, diarsipkan dari versi asli tanggal 24 June 2013, diakses tanggal 6 March 2018.
McCoskey, Denise Eileen (2012). Race: Antiquity and Its Legacy. Oxford University Press. ISBN 978-0195381887.
McDonald, Joyce Green (2002). Women and Race in Early Modern Texts. Cambridge University Press. ISBN 978-0521153379.
Pomeroy, Sarah B. (1984). Women in Hellenistic Egypt: from Alexander to Cleopatra. New York: Schocken Books. ISBN 978-0-8052-3911-9.
Royster, Francesca T. (2003), Becoming Cleopatra: The Shifting Image of an Icon, New York: Palgrave MacMillan, ISBN 978-1-4039-6109-9 .
Tyldesley, Joyce (6 December 2017), "Cleopatra, Queen of Egypt", Encyclopædia Britannica, diarsipkan dari versi asli tanggal 30 June 2019, diakses tanggal 18 May 2018.
Youngkin, Molly (2016), British Women Writers and the Reception of Ancient Egypt, 1840-1910: Imperialist Representations of Egyptian Women, Palgrave Macmillan, ISBN 9781137570765 .