Kortisol (bahasa Inggris: cortisol, hydrocortisone, 11beta,17alpha,21-trihydroxy-4-pregnene-3,20-dione) adalah hormon steroid dari golongan glukokortikoid yang diproduksi oleh sel di dalam zona fasikulata pada kelenjar adrenal sebagai respon terhadap stimulasi hormon ACTH yang disekresi oleh kelenjar hipofisis, juga merupakan hasil reaksi organik hidrogenasi pada gugus 11-keto molekul hormon kortison yang dikatalis oleh enzim 11β-hidroksisteroid dehidrogenase tipe 1 yang umumnya disekresi oleh jaringan adiposa. kelebihan hormon ini dalam darah menyebabkan sindrom cushing Selain itu, hormon
Kortisol juga diproduksi oleh hati.
Hormon ini bekerja dengan meningkatkan kadar gula darah melalui mekanisme glukoneogenesis, menekan kerja sistem imun, dan meningkatkan metabolisme lemak, protein, dan karbohidrat. Selain itu, hormon ini juga menghambat pembentukan tulang.
Hidroksikortison adalah nama lain dari
Kortisol yang digunakan dalam pengobatan. Hidroksikortison digunakan untuk mengobati kekurangan produksi
Kortisol di dalam tubuh.
Efek
= Pengaruh pada metabolisme
=
Hormon
Kortisol, seperti hormon T3, memiliki efek metabolik terhadap beragam organ dan jaringan tubuh, termasuk sistem kardiovaskular, sistem saraf pusat, sistem renal dan sistem fetus. Pada prinsipnya,
Kortisol akan memantik lintasan anabolisme pada hati dan lintasan katabolisme pada jaringan otot dan adiposa guna meningkatkan rasio serum gula darah. Oleh karena itu, seperti hormon pertumbuhan, adrenalin dan glukagon,
Kortisol dikatakan memiliki sifat diabetogenik, khususnya karena hormon ini meningkatkan produksi glukosa oleh hati melalui metabolisme glukoneogenesis setelah menstimulasi pelepasan asam amino dari jaringan otot yang diperlukan bagi lintasan metabolisme tersebut, namun menghambat kinerja hormon insulin pada transporter GLUT4 yang disekresi sebagai respon meningkatnya rasio serum gula darah. Lebih lanjut,
Kortisol berperan sebagai stabilisator organel lisosom di dalam sel sehingga mencegah pelepasan enzim proteolitik.
Pada rongga tubuh dan peritoneum,
Kortisol menghambat proliferasi fibroblas dan sintesis senyawa interstitial seperti kolagen. Kelebihan glukokortikoid termasuk
Kortisol dapat mengakibatkan penipisan lapisan kulit dan jaringan ikat yang menopang pembuluh darah kapiler. Hal ini dapat membuat tubuh menjadi lebih rentan dan mudah cedera.
Pada jaringan tulang,
Kortisol meredam fungsi osteoblas hingga menurun pembentukan tulang yang baru. Oleh karena sifat umum glukokortikoid yang menurunkan penyerapan senyawa kalsium pada saluran pencernaan dan menurunkan reabsorsi kalsium pada renal ke dalam sistem kardiovaskular dengan sifat diuretik, secara keseluruhan kelebihan
Kortisol akan mengakibatkan osteoporosis.
Pada sistem kardiovaskular,
Kortisol diperlukan guna mempertahankan homeostasis tekanan darah dengan pemeliharaan fungsi miokardial dan respon pembuluh darah yang menjadi penghubung antara pembuluh nadi dan pembuluh darah kapiler terhadap pengaruh hormon jenis katekolamin dan angiotensin II.
Sedangkan pada sistem saraf pusat,
Kortisol dapat mengubah eksitasi neuron dan menginduksi apoptosis khususnya pada sel jaringan hipokampus. Hal ini dapat mempengaruhi perilaku dan aspek psikologis individunya, depresi merupakan hal yang sering dijumpai pada terapi hormon glukokortikoid. Dan penderita depresi tanpa terapi hormon glukokortikoid, juga sering menunjukkan peningkatan dan perubahan pola waktu sekresi
Kortisol yang diikutian dengan perubahan jam biologis.
Pada sistem renal,
Kortisol meningkatan laju filtrasi glomerular dengan meningkatkan aliran darah glomerular, dan ekskresi asam fosfat dengan menurunkan reabsoprsinya pada tubula proksimal. Konsentrasi hormon
Kortisol biasanya sekitar 100 kali lebih tinggi daripada hormon aldosteron, namun
Kortisol jarang berinteraksi dengan pencerap aldosteron, oleh karena
Kortisol dengan cepat akan bereaksi dengan enzim 11-beta hidroksisteroid dehidrogenase tipe 2 menjadi bentuk nonaktif yaitu hormon kortison di dalam tubula proksimal. Karena
Kortisol memiliki daya cerap yang sama kuat dengan hormon aldosteron, saat rasio
Kortisol jauh melebihi kadar 11β-HSD, hormon ini menghalangi aldosteron yang akan bereaksi dengan pencerapnya hingga menimbulkan efek diuretik. Hal ini dapat menjadi faktor pemicu simtoma tekanan darah tinggi yang dijumpai pada penderita sindrom Cushing.
Pada sistem fetus,
Kortisol berperan demi matangnya sistem saraf pusat, retina, kulit, saluran pencernaan dan paru, khususnya sangat penting dalam proses sintesis surfaktan alveolar yang berlangsung sepanjang minggu-minggu terakhir masa kandungan janin. Bayi dengan kelahiran prematur terkadang mendapatkan terapi glukokortikoid sebagai stimulasi agar terjadi sintesis surfaktan pada organ paru.
= Pengaruh pada imunitas
=
Sebagai glukokortikoid,
Kortisol memiliki pengaruh yang sangat kuat terhadap respon peradangan dan sistem kekebalan.
Kortisol menghambat konversi fosfatidil kolina menjadi asam arakidonat dengan menginduksi produksi lipokortin yang menghambat aktivitas fosfolipase A2. Tanpa asam arakidonat sebagai substrat, keberadaan enzim lipo-oksigenase tidak berarti dalam menghasilkan leukotriena
Kortisol juga menghambat produksi tromboksana dan prostaglandin saat terjadi radang dengan menghambat enzim sikloksigenase serta menghambat sekresi sitokina IL-1β hingga mengurangi jumlah kemotaksis leukosit yang dapat terjadi pada area infeksi, termasuk menurunkan tingkat proliferasi mastosit, neutrofil, eosinofil, sel T, sel B dan fibroblas. Secara umum sistem kekebalan humoral dan sistem kekebalan seluler akan menurun.
Sintesis dan pelepasan
Kortisol diproduksi di zona fasikulata pada kelenjar adrenal di dalam tubuh manusia. Zona fasikulata merupakan lapisan kedua dari ketiga lapisan korteks adrenal. Korteks adrenal merupakan lapisan paling luar dari kelenjar adrenal. Posisi kelenjar adrenal berada di atas ginjal dan menempel dengan ginjal. Produksi
Kortisol diatur oleh otak, tepatnya pada bagian hipotalamus. Sekresi corticotropin-releasing hormone (CRH) atau disebut juga kortikoliberin pada hipotalamus memicu sekresi hormon lain pada hipofisis anterior, yaitu adrenocorticotropic hormone (ACTH) atau disebut juga kortikotropin. Kortikotropin dilepas ke dalam pembuluh darah, dibawa ke seluruh tubuh termasuk kelenjar adrenal. Kortikotropin menstimulasi pelepasan hormon glukokortikoid, mineralokortikoid, dan hormon seks androgenik. Hormon glukokortikoid utama yang terbentuk dalam kelenjar adrenal adalah
Kortisol.
= Kadar normal
=
Tabel di bawah ini adalah kadar normal untuk manusia. Kadar normal tersebut berbeda-beda pada tiap-tiap spesies. Kadar
Kortisol yang diuji dan rentang kadar
Kortisol normal yang seharusnya sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor lain, seperti umur dan jenis kelamin. Maka dari itu, hasil uji harus selalu dibandingkan dengan rentang kadar normal dari laboratorium yang mengeluarkan hasil tes tersebut.
Analisis darah
Dengan berat molekul 362.460 g/mol, perbandingan µg/dl dengan nmol/L adalah sekitar 27:6, sehingga 10 µg/dl kurang lebih sama dengan 276 nmol/L.
Analisis urin
= Abnormalitas produksi Kortisol
=
Abnormalitas produksi
Kortisol dibagi menjadi dua berdasarkan kadarnya:
Hiperkortisolisme: Kadar
Kortisol dalam darah lebih dari kadar normal.
Hipokortisolisme: Kadar
Kortisol dalam darah kurang dari kadar normal.
Kondisi diatas berhubungan dengan penyakit atau sindrom sebagai berikut:
Hiperkortisolisme
Primer (sindrom Cushing)
Sekunder (tumor hipofisis atau tumor ektopik, penyakit Cushing, sindrom Pseudo-Cushing)
Hipokortisolisme
Primer (penyakit Addison, penyakit Nelson)
Sekunder (tumor hipofisis, sindrom Sheehan)
Regulasi
Sekresi
Kortisol diatur terutama oleh hormon peptida kelenjar hipofisis anterior, yaitu adrenocorticotropic hormone (ACTH) atau disebut juga kortikotropin. ACTH mengatur sekresi
Kortisol kemungkinan dengan cara mengatur pergerakan kalsium ke dalam sel target yang mensekresi
Kortisol. Sekresi ACTH sendiri diatur oleh corticotropin-releasing hormone (CRH) atau disebut juga kortikoliberin, dimana sintesisnya diatur oleh rangsangan saraf pusat pada hipotalamus. CRH bekerja secara sinergis dengan hormon vasopresin arginin, angiotensin II, dan epinefrin.
Referensi