Kritik sastra adalah salah satu cabang ilmu
sastra untuk menghakimi suatu karya
sastra. Selain menghakimi karya
sastra,
Kritik sastra juga memiliki fungsi untuk mengkaji dan menafsirkan karya
sastra secara lebih luas.
Kritik sastra biasanya dihasilkan oleh kritikus
sastra. Penting bagi seorang kritikus
sastra untuk memiliki wawasan mengenai ilmu-ilmu lain yang berkaitan dengan karya
sastra, sejarah, biografi, penciptaan karya
sastra, latar belakang karya
sastra, dan ilmu lain yang terkait.
Kritik sastra memungkinkan suatu karya dapat dianalisis, diklasifikasi dan akhirnya dinilai Seorang kritikus
sastra mengurai pemikiran, paham-paham, filsafat, pandangan hidup yang terdapat dalam suatu karya
sastra. Sebuah
Kritik sastra yang baik harus menyertakan alasan-alasan dan bukti-bukti baik langsung maupun tidak langsung dalam penilaiannya.
Sejarah
Kritik berasal dari kata κριτεσ-krites (Yunani) yang artinya hakim. Kata ini berasal dari kata kerja κρίνειν-krinein yang berarti menghakimi. Selanjutnya muncul kata κρητικος-kritikos yang artinya hakim karya
sastra.
=
Kegiatan
Kritik sastra pertama kali di dunia dilakukan dua orang Yunani, yaitu Xenophanes dan Heraclitus sekitar tahun 500 SM. Xenophanes dan Heraclitus mengecam keras seorang pujangga besar bernama Homerus yang sering bercerita tentang hal-hal yang tidak senonoh tentang dewa-dewi. Hal inilah yang mengawali pemikiran Plato tentang "pertentangan purba antara puisi dan filsafat. Pada tahun 405 SM Aristophanes secara lebih tebuka mengkritik Euripides yang begitu menjunjung nilai seni tanpa memperhatikan nilai sosial. Aristoteles kemudian menulis buku mengenai
Kritik sastra yang mulai menemukan bentuk yang berjudul Poetica. Pada masa ini Plato memunculkan tiga poin penting mengenai baiknya suatu karya
sastra: memberikan ajaran moral yang lebih tinggi; memberikan kenikmatan; dan memberikan ketepatan dalam bentuk pengungkapannya.
=
Pada abad pertengahan istilah
Kritik hilang sama sekali. Barulah Polizianus pada tahun 1492 menggunakan istilah criticus dan grammaticus tanpa pembedaan. Grammaticus artinya adalah ahli pikir sama dengan philosophicus. Dengan demikian terjadi persamaan arti antara criticus, grammaticus, dan philosophicus yang kesemuanya ditujukan bagi orang-orang yang mempelajari
sastra pustaka lama. Kaspar Schopp (1576-1649) mengatakan tujuan para kritikus adalah menganalisis kesalahan dan cacat demi perbaikan naskah-naskah karya pujangga kuno baik dalam bahasa Yunani maupun Latin. Sementara itu, Erasmus menggunakan istilah seni
Kritik (ars critica). Buku yang dipandang menjadi sumber pengertian
Kritik modern adalah Criticus karya Julius Caesar Scaliger (1484-1558). Buku ini adalah jilid ke-6 dari rangkaian bukunya berjudul Poetica. Scaliger melakukan analisis dan perbandingan antara pujangga-pujangga Yunani dan Latin. Dengan munculnya teori
Kritik modern disertai perkembangannya, para penyair mulai merasa terganggu karena kegiatan kreatif mereka terganggu.
=
Di Inggris sampai abad-15 pada zaman pemerintahan Ratu Elizabeth istilah
Kritik sastra sama sekali belum dikenal. Francis Bacon dengan bukunya "Advancement of Learning" adalah orang pertama yang kemungkinan besar menggunakan istilah
Kritik dalam
sastra Inggris pada tahun 1605. Tahun 1607 Ben Johnson menggunakan ungkapan "kritikus terpelajar dan berhati besar", yang tugasnya secara jujur menentukan nilai karya
sastra dan pengarangnya. Akan tetapi sampai tahun 1670-an belum muncul banyak kritikus-kritikus di Inggris. Pada abad-17 istilah critic dipakai untuk menunjuk kritikus
sastra maupun
Kritik itu sendiri. Kemudian muncul Samuel Johnson yang menggunakan istilah critick untuk kritikus dan critic untuk
Kritik sastra, yang kemudian menjadi criticism. Awal abad-18 menjadi saat meluasnya criticism atau
Kritik sastra. Era ini ditandai dengan kemunculan buku-buku seperti "The Grounds of Criticm Poetry", "Essay on Criticism" juga "The Art of Criticism".
=
Kritik sastra, dari segi pengertian dan istilah bukan merupakan tradisi asli masyarakat Indonesia. Istilah dan pengertian
Kritik sastra baru muncul ketika para sastrawan Indonesia mendapat pendidikan dengan sistem Eropa pada awal abad ke-20. Sebelum itu, penilaian karya-karya
sastra dalam bahasa daerah didasarkan pada kepercayaan, agama, dan mistik. Kapan pertama kali
Kritik sastra dipergunakan di Indonesia tidak dapat diketahui dengan pasti. Namun,
Kritik sastra mulai mendapat perhatian di Indonesia setelah terbitnya kumpulan karangan "Kesusastraan Indonesia Modern dalam
Kritik dan Essay" karya H.B. Jassin.
=
Kritik sastra merupakan studi
sastra yang secara langsung berhadapan dengan karya
sastra dengan fokus utama penilaian. Sementara fungsi
Kritik sastra adalah:
Mengembangkan ilmu
sastra sendiri.
Kritik sastra dapat mengembangkan teori
sastra dan sejarah
sastra.
Mengembangkan kesusastraan.
Kritik sastra mengembangkan kesusastraan suatu bangsa dengan penilaiannya.
Memberikan masukan terhadap masyarakat umum. Hasil analisis
Kritik sastra dapat membantu masyarakat dalam memahami dan mengapresiasi suatu karya
sastra.
= Teori Pendekatan dalam Kritik sastra
=
Beberapa pendekatan yang ada dalam
Kritik sastra adalah:
Pendekatan Stukturalis, tokoh-tokohnya: Ferdinand de Saussure, Levi Strauss, Jonathan Culler.
Pendekatan Poststrukturalis, tokoh-tokohnya: Roland Barthes, Jacques Lacan, Jacques Derrida.
Pendekatan Marxisme, tokoh-tokohnya: Karl Marx, Louis Althusser, György Lukács, Walter Benjamin, Leon Trotsky, Theodor W. Adorno, Terry Eagleton, Frederic Jameson, Jürgen Habermas.
Pendekatan Feminis, tokoh-tokohnya:Simone de Beauvoir, Michele Barrett, Kate Milett.
=
Berdasarkan pendekatannya terhadap karya
sastra, jenis
Kritik sastra dapat dibedakan menjadi:
Kritik Mimetik
Kritik ini bertolak pada pandangan bahwa suatu karya
sastra adalah gambaran atau rekaan dari dunia dan kehidupan manusia.
Kritik Pragmatik
Kritik ini melihat kegunaan suatu karya
sastra. Kegunaan ini dilihat dari segi hiburan, estetika, pendidikan, dan hal lainnya.
Kritik Ekspresif
Kritik yang menekankan analisis pada kemampuan pengarang dalam mengekspresikan atau menuangkan idenya dalam wujud
sastra. Biasanya pendekatan ini untuk mengkaji puisi.
Kritik Objektif
Pendekatan ini melihat karya
sastra sebagai karya yang berdiri sendiri. Karya
sastra adalah objek yang mandiri dan memiliki dunianya sendiri.
Kritik sastra dan sejarah
sastra memiliki hubungan yang erat, maka tidak ada
Kritik sastra tanpa sejarah
sastra. Akan tetapi, keduanya memiliki wilayahnya sendiri dalam dunia
sastra dan memiliki perbedaan. Sejarah
sastra akan menjelaskan "A" berasal dari "B", sementara
Kritik sastra menilai "A" lebih baik dari "B". Sejarah
sastra berdasarkan pembuktian data-data historis, sementara
Kritik sastra berdasarkan pada pendapat dan keyakinan seorang kritikus
sastra. Kaitan yang pasti antara sejarah
sastra dan
Kritik sastra adalah
Kritik sastra yang baik akan menganalisis suatu karya
sastra dengan melibatkan pemikiran dan sikap orang-orang dalam suatu zaman lahirnya sebuah karya
sastra. Hal ini penting karena setiap periode
sastra memiliki konsep dan pemikiran yang berbeda-beda. Sementara itu, tidak ada sejarah
sastra yang ditulis tanpa dasar penilaian dan seleksi yang menjadi ciri khas
Kritik sastra. Sejarah
sastra berperan menghasilkan
Kritik sastra yang melampaui penilaian atas dasar suka atau tidak suka. Kritikus
sastra yang sadar akan sejarah
sastra mempunyai kemampuan untuk membedakan asli atau tidaknya sebuah karya
sastra yang sedang dihadapi.
Perkembangan Kritik sastra di Indonesia
Ada beberapa istilah
Kritik sastra yang muncul di Indonesia dalam perkembangannya, yaitu
Kritik sastra impresionistis, akademis, dan sekretaris. Ketiga istilah tersebut muncul sebelum perang hingga tahun 1950-an.
Kritik sastra impresionistis tidak didasari pengetahuan ilmiah dan hadir sebagai pengetahuan elementer untuk pengajaran di sekolah menengah. Barulah muncul
Kritik sastra akademis pada tahun 1950-an yang dimulai oleh para kritikus kompeten secara ilmiah dari Universitas Indonesia. Pada tahun 1960-an muncul aliran
Kritik baru yang dipelopori oleh kalangan seniman dan pengarang sendiri. Aliran ini memnggunakan pendekatan bercirikan pandangan yang sangat subjektif menurut
Kritik dari pengarang sendiri. Hal ini berbeda dengan aliran sebelumnya yang menggunakan pendekatan akademis yang kritis analitis maupun strukturalis. Aliran baru ini menggunakan pendekatan yang disebut Ganzeith-approach. Seiring perkembangannya beberapa aliran
Kritik ini menuai banyak perdebatan mengenai kelebihan dan kekurangan yang sulit menemukan penyelesaian. Setiap aliran memiliki ciri khas masing-masing untuk melakukan pendekatan.
= Tokoh-tokoh Kritik sastra di Indonesia
=
Tokoh-tokoh
Kritik sastra di Indonesia dalam perkembangannya adalah:
A. Teeuw
H.B. Jassin
Boen Oemaryati
Goenawan Moehammad
Sapardi Djoko Damono
Sitor Situmorang
= Media massa
=
Majalah yang memuat
Kritik sastra di Indonesia:
Mimbar Indonesia
Siasat
Basis
Horison
Surat kabar yang memuat
Kritik sastra di Indonesia:
Sinar Harapan
Kompas
Suara Karya
Merdeka
Lihat juga
Resepsi
sastra
Rujukan